***

***

Ads

Rabu, 21 Desember 2016

Dewi Maut Jilid 037

In Hong tersenyum.
“Aku bukan maling bukan pula pencoleng, akan tetapi harus kuakui bahwa Jeng ci Sin-touw Can Pouw adalah seorang sahabatku. Pantas saja Cin-ling-pai dimusuhi banyak orang, kiranya orang-orangnya begini sombong. Engkau memaki-maki paman Can sebagai maling hina, padahal dia tidak mengambil apa-apa. Andaikata dia menukar sumbangan, itu hanyalah sendau guraunya karena memang dia suka berkelakar, akan tetapi sama sekali bukan mengambil barang orang.”

“Bagaimanapun juga, dia seorang pencopet dan semua maling dan copet adalah orang-orang hina.”

“Hemm, siapa bilang bahwa keluarga Cin-ling-pai juga orang baik-baik?”

Kata-kata In Hong ini membuat Giok Keng menjadi marah sekali.
“Mulut lancang! Kami keluarga Cia sejak dahulu terkenal sebagai pendekar-pendekar perkasa pembela kebenaran dan keadilan!”

“Kebenaran dan keadilan siapa?” In Hong mengejek. “Setahuku, putera tunggal ketua Cin-ling-pai adalah seorang pria penggoda wanita yang suka menghina kaum wanita!”

“Wanita iblis! Kau maksudkan adikku Cia Bun Houw?”

“Siapa lagi kalau bukan dia?”

Saking marahnya, Giok Keng sampai sukar mengeluarkan suara, matanya terbelalak lebar dan napasnya terengah-engah. Akhirnya dapat juga dia membentak,

“Iblis betina! jangan menyebar fitnah! Adikku itu selama lima tahun belajar di Tibet!”

“Nah, itulah! Di Tibet dikatakan belajar, akan tetapi disana menjadi seorang penggoda wanita. Wanita-wanita dan gadis-gadis Tibet dirayunya dengan mengandalkan kepandaian dan ketampanannya, kemudian ditinggalkan begitu saja...”

“Ahhhh, tidak...!”

Terdengar suara lemah dari seorang dara di dekat Go-bi Sin-kouw, yaitu Yalima, yang mengeluh mendengar fitnah terhadap kekasihnya itu. Akan tetapi Go-bi Sin-kouw memberi tanda dengan menyentuh tangan muridnya agar diam, dan dia menonton dengan hati tegang gembira.

“Wuuutt... wirrr...!”

Ujung sabuk di tangan Giok Keng meluncur, merupakan sinar merah yang amat cepat menyambar dan menotok leher In Hong.

“Pratt!”






In Hong menyampok dengan jari-jari tangannya dan Giok Keng terbelalak kaget sekali melihat ujung sabuk merahnya itu pecah-pecah! Bukan hanya Giok Keng yang terkejut, juga Go-bi Sin-kouw kaget sekali. Dia dapat melihat dan mengukur dari sambaran sabuk merah itu bahwa sabuk itu merupakan senjata yang amat ampuh dan berbahaya dari puteri Cin-ling-pai ini, akan tetapi ternyata sekali bertemu dengan jari-jari tangan gadis cantik ini, ujungnya menjadi pecah-pecah!

Hal ini sungguh-sungguh di luar dugaannya sama sekali dan dia menjadi makin tertarik, ingin sekali tahu siapa gerangan gadis muda cantik dan lihai yang tadi duduknya hanya di golongan tamu biasa saja.

Tiba-tiba terdengar teriakan dari luar dan seorang laki-laki masuk sambil berteriak nyaring,

“Nona Yap In Hong, tahan dulu...!”

Yang datang ini bukan lain adalah Jeng-ci Sin-touw Can Pouw. Tadi ketika melihat keributan terjadi akibat dari perbuatannya, dia menjadi jerih dan cepat menyelinap keluar dan mengintip dari luar.

Akan tetapi ketika melihat betapa In Hong turun tangan membelanya dia menjadi khawatir sekali. Dia tahu akan kehebatan keluarga Cin-ling-pai maka kalau sampai nona yang dikaguminya itu celaka akibat membelanya, dia merasa sangat tidak enak sekali. Maka dengan nekat dia lalu masuk kembali setelah melihat In Hong sudah berhadapan dengan puteri ketua Cin-ling-pai dan hendak bertanding.

In Hong mengenal suara temannya ini dan dia menengok.
“Biarlah, paman Can, orang terlalu menghinamu, tidak boleh aku tinggal diam saja.”

“Nona In Hong, jangan...!”

Dia berteriak, lalu menjura ke arah Cia Giok Keng yang berdiri terbelalak mendengar nama Yap In Hong tadi.

“Kau... kau... bernama Yap In Hong...?” tanyanya dengan heran.

In Hong tidak menjawab, dan Can Pouw yang cepat berkata,
“Maafkan saya, lihiap yang terhormat, sebetulnya sayalah yang bersalah. Nona Yap In Hong ini tidak turut apa-apa! Saya yang tadi karena merasa penasaran melihat tuan rumah membeda-bedakan tempat duduk para tamu, lalu ingin menggodanya dengan menukar kartu nama pada barang-barang sumbangan. Saya tidak mengira bahwa barang-harang itu akan dibuka dan diumumkan sehingga terjadi akibat seperti ini. Saya yang bersalah dan lihiap boleh memaki dan memukul saya, akan tetapi nona In Hong tidak ikut-ikut...”

“Hemm, jadi engkaukah biang keladinya?”

Giok Keng menggerakkan tangan kirinya memukul dengan jari-jari tangan penuh getaran Ilmu Ngo-tok-ciang ke arah dada pencopet itu.

“Plakkkk! Desss!!”

Giok Keng terhuyung ke belakang ketika tangannya ditangkis oleh In Hong, tangkisan yang kuat bukan main.

“Mundurlah, paman Can!”

In Hong mendorong pundak temannya itu sehingga Can Pouw terlempar dan pencopet ini menjadi pucat mukanya, lalu menyelinap dan lenyap dari situ.

Giok Keng memandang dengan muka sebentar merah, sebentar pucat. Dia telah dua kali ditangkis dan kedua kalinya membuktikan bahwa dia yang tardesak, maka hal ini dianggapnya amat memalukan. Akan tetapi karena masih terheran-heran mendengar nama gadis itu yang disebut oleh Jeng-ci Sin-touw tadi, dia bertanya,

“Apakah engkau adik Yap Kun Liong...?” pertanyaan yang diajukan dengan ragu-ragu karena dia sendiri tidak percaya kalau gadis cantik yang kini berani menantangnya ini adalah adik kandung Kun Liong.

“Benar, akan tetapi aku tidak mempunyai urusan dengan dia,” jawab In Hong dengan suara yang tetap dingin.

Giok Keng melongo, akan tetapi segera dapat menekan keheranannya dan dia membentak,

“Dan kau tadi berani bicara bohong terhadap adikku Bun Houw?”

“Hemm, mengapa tidak kau tanya sendiri kepada adikmu yang bagus itu?”

“Yap In Hong! Tahukah kau dengan siapa kau bicara?”

In Hong memandang tajam, dan bibirnya melukis senyum mengejek.
“Tentu saja aku tahu engkau adalah Cia Giok Keng, puteri ketua Cin-ling-pai, seorang wanita yang sombong...”

“Bocah kurang ajar!”

Giok Keng menggerakkan tangan mencabut pedangnya dan tampak sinar menyilaukan mata ketika Gin-hwa-kiam terhunus.

“Tahan senjata...!” Lie Kong Tek meloncat ke depan, memegang lengan isterinya dan menariknya. “Tidak perlu kita berlarut-larut, apalagi dia bukan orang lain. Mari kita pergi saja.”

Cia Giok Keng dapat terbujuk, akan tetapi mukanya pucat sekali ketika dia menyarungkan pedangnya dan sebelum pergi, dia memandang tajam kepada In Hong sambil berkata,

“Aku akan minta pertanggungan jawab kakakmu terhadap sikapmu ini!”

Lalu dia membalikkan tubuhnya dan pergi bersama suaminya dari tempat itu, hanya mengangguk pendek kepada tuan rumah.

In Hong tidak memperdulikan lagi suami isteri itu, dia menengok dan mencari-cari Can Pouw dengan pandang matanya. Ketika melihat bahwa temannya itu tidak berada di situ, dia lalu berkelebat dan meloncat keluar tanpa pamit.

Keadaan pesta itu menjadi agak riuh dan bising karena semua tamu membicarakan peristiwa yang cukup hebat dan menegangkan, juga aneh itu. Munculnya gadis bernama Yap In Hong yang berani menentang puteri Cin-ling-pai, yang memiliki ilmu kepandaian hebat tadi dan ternyata adalah adik dari pendekar Yap Kun Liong, benar-benar menggegerkan baik fihak golongan hitam maupun golongan putih.

**** 037 ****
Dewi Maut







Tidak ada komentar: