***

***

Ads

Senin, 02 Januari 2017

Dewi Maut Jilid 074

Sesungguhnya, dugaan Toat-beng-kauw Bu Sit sama sekali tidaklah meleset dari kenyatannya. Yang menolong tiga orang anak murid Bu-tong-pai dan yang menolong Bun Houw, bukan lain adalah Yap In Hong.

Gadis ini ingin merampas pedang Siang-bhok-kiam yang dicuri oleh Lima Bayangan Dewa, dan juga setelah bertemu dengan Bu Sit, orang termuda dari Lima Bayangan Dewa, sudah timbul perasaan tidak senangnya kepada Lima Bayangan Dewa yang akhir-akhir ini menggegerkan dunia kang-ouw karena perbuatan mereka berani mengacau di Cin-ling-pai.

Oleh karena itu, ketika secara kebetulan dia melihat Toat-beng-kauw Bu Sit, Bouw Thaisu, Hwa Hwa Cinjin, dan Hek I Siankouw melakukan perjalanan mengunjungi Hui-giakang Ciok Lee Kim di Lembah Bunga Merah, diam-diam dia lalu mengikuti mereka, membayangi dan kemudian setiap malam melakukan penyelidikan di Lembah Bunga Merah dengan niat hati untuk mencuri Siang-bhok-kiam andaikata pedang pusaka Cin-ling-pai itu disimpan di lembah itu.

Diam-diam dia mengetahui akan kunjungan Kiam-mo Liok Sun dan seorang pemuda tampan yang didengarnya adalah orang she Bun yang menjadi pengawal pribadi Kiam-mo Liok Sun itu. Kemudian dia melihat betapa pemuda pengawal Kiam-mo Liok Sun itu menolak ketika dibujuk dan dirayu oleh dua orang murid Ciok Lee Kim, bahkan menolak ketika dibujuk rayu oleh Si Kelabang Terbang sendiri.

Hal ini sungguh mengherankan hati In Hong dan mendatangkan kesan yang amat mendalam. Dia tahu betapa dua orang murid Ciok Lee Kim adalah wanita-wanita muda dan cantik, dan Ciok Lee Kim sendiri adalah seorang wanita cantik yang berpengaruh, akan tetapi pemuda itu, seorang pengawal biasa saja, menolak!

Padahal majikannya, Liok Sun, adalah seorang laki-laki yang biasa saja, yaitu seperti anggapan In Hong sejak kecil bahwa semua laki-laki adalah mata keranjang, cabul dan pengrusak wanita! Akan tetapi mengapa pemuda ini lain daripada laki-laki lain?

Kemudian dia melihat munculnya tiga orang murid Bu-tong-pai. Sikap mereka amat mengagumkan hatinya dan kembali dia terheran-heran menyaksikan sikap tiga orang muda Bu-tong-pai yang gagah perkasa itu.

Bagaimana di dunia ini terdapat orang-orang muda yang demikian gagah perkasa, demikian berani menentang kejahatan dan demikian bersih hatinya sehingga tidak terjatuh oleh rayuan dan tidak tunduk oleh ancaman maut?

Tentu saja In Hong tidak tahu bahwa dunia kang-ouw mempunyai banyak orang-orang gagah perkasa, seperti banyaknya pula terdapat orang-orang sesat, golongan hitam yang di dalam hidupnya hanya mengutamakan pengejaran kesenangan bagi diri sendiri sehingga untuk memperoleh kesenangan itu, mereka suka melakukan apapun juga, perbuatan kejam dan cabul yang bagaimanapun dengan mengandalkan kepandaian mereka.

Dan sejak kecil In Hong hanya berdekatan dengan orang-orang sesat, dengan wanita-wanita pembenci kaum pria. Belum pernah dia berdekatan dengan pendekar, maka sekarang, begitu melihat sikap orang-orang yang berjiwa pendekar, dia menjadi terheran-heran, terkejut, dan kagum bukan main.






Karena rasa kagum inilah maka tergerak hatinya untuk menolong tiga orang murid Bu-tong-pai itu. Andaikata hatinya tidak digerakkan oleh kegagahan mereka, tentu perasaan hatinya yang dingin itu akan membuat dia menutup mata dan tidak memperdulikan urusan orang lain.

Kini mulai terbuka hatinya bahwa tidak semua pria jahat, cabul dan khianat, seperti yang dia selalu mendengar dari mulut gurunya, dan dari semua anggauta Giok-hong-pang. Dia turun tangan membebaskan tiga orang murid Bu-tong-pai itu dan membawa mareka lari ke sebuah hutan di bawah Lembah Bunga Merah, dimana mareka bersembunyi ke dalam sebuah kuil tua sambil merawat luka mereka.

Ketika pada keesokan harinya diam-diam In Hong menyelidiki lagi ke Lembah Bunga Merah, dia terkejut bukan main melihat bahwa pemuda yang dikenalnya sebagai pengawal Kiam-mo Liok Sun, pemuda yang menimbulkan kagumnya, karena pemuda itu menolak rayuan-rayuan Ai-kwi dan Ai-kiauw, telah ditawan dan disiksa secara mengerikan, karena kedua tulang pundaknya dikait oleh kaitan baja dan dibelenggu dalam keadaan pingsan.

Timbul perasaan iba hatinya terhadap pemuda perkasa itu, apalagi ketika mendengar bahwa pemuda itu mengamuk dan membunuh Ai-kwi dan Ai-kiauw sebelum akhirnya tertawan, yang didengarnya dari percakapan para penjaga, dia lalu mengambil keputusan untuk monolong pemuda she Bun yang tidak dikenalnya itu.

In Hong tahu benar akan kelihaian Toat-beng-kauw Bu Sit, terutama sekali Hek I Siankouw, Hwa Hwa Cinjin dan Bouw Thaisu, maka dia tidak berani bertindak secara gegabah. Dia menanti sampai tengah malam sehingga dia tidak tahu betapa malam itu Ciok Lee Kim dan Bu Sit telah menyiksa pemuda itu yang telah siuman bahkan kemudian menusuknya dengan jarum beracun dan meninggalkan pemuda itu dalam keadaan pingsan lagi dan dalam keadaan terancam nyawanya.

Dengan kepandaiannya yang hebat, In Hong akhirnya berhasil menolong pemuda itu dan membawanya lari dari Lembah Bunga Merah setelah dia berhasil meloloskan diri dari pencegatan Hek I Siankouw dan Hwa Hwa Cinjin. Dia lalu membawa pemuda itu ke dalam hutan di kaki bukit dan memasuki kuil dimana tiga orang murid Bu-tong-pai masih bersembunyi dan mengobati luka mereka.

“Lihiap, dia siapakah dan mengapa dia sampai begitu tersiksa...?”

Seorang di antara tiga orang murid Bu-tong-pai itu bertanya. Mereka memandang dengan hati ngeri melihat keadaan Bun Houw seperti itu. Muka pemuda itu menghitam, jelas bahwa pemuda itu keracunan, dan kedua pundak yang dikait tulangnya itu benar-benar menimbulkan kengerian dan mendirikan bulu roma.

“Dia adalah seorang pengawal biasa yang entah mengapa telah disiksa seperti ini oleh manusia-manusia kejam itu.”

In Hong menjawab, kemudian dia memeriksa keadaan Bun Houw. Dengan hati-hati dia mencabut dua baja kaitan dari pundak Bun Houw. Setelah memeriksa dan mendapat kenyataan bahwa tulang-tulang pundak pemuda itu tidak patah, hanya kulit dagingnya saja berlubang dan luka parah, dia lalu mengobati luka-luka di pundak pemuda itu dengan obat luka yang dibawanya, kemudian membalut pundak itu dibantu oleh tiga orang murid Bu-tong-pai.

“Dia keracunan hebat...” kata murid wanita Bu-tong-pai dengan alis berkerut, masih ngeri hatinya membayangkan penderitaan yang ditanggung oleh pemuda yang baru saja ditolong oleh In Hong.

In Hong adalah seorang yang tidak asing dengan racun, karena dari gurunya dia memperoleh banyak pelajaran tentang racun, bahkan dia mengenal racun-racun dari tumbuh-tumbuhan, dan senjata rahasianyapun adalah Siang-tok-swa, yaitu pasir yang mengandung racun dari kembang yang berbau harum.

Akan tetapi dia menjadi bingung melihat racun yang menyerang darah Bun Houw. Setelah dia memeriksa dengan teliti, dia menghela napas dan menggeleng kepala.

“Apakah kalian mengenal racun yang menyerangnya?” tanyanya kepada tiga orang murid Bu-tong-pai itu.

Tentu saja murid-murid Bu-tong-pai ini juga pernah mempelajari tentang racun-racun untuk sekedar menjaga diri, akan tetapi setelah mereka memeriksa, orang tertua dari mereka berkata dengan alis berkerut,

“Lihiap, racun ini hebat sekali dan saya kira kalau dia tidak cepat mendapat obat yang mujarab, nyawanya sukar ditolong lagi. Tak jauh dari sini ada seorang ahli obat yang kiranya dapat menolongnya, akan tetapi sayang...” Dia menghentikan kata-katanya.

“Sayang bagaimana?” In Hong bertanya.

“Dia adalah seorang yang berwatak aneh bukan main. Kakek itu di dunia kang-ouw terkenal dengan sebutan Yok-mo (Setan Obat), akan tetapi juga terkenal dengan wataknya yang amat luar biasa. Maka sedikit sekali harapan apakah dia akan mau mengobati orang ini.”

“Luar biasa bagaimana? Harap kau jelaskan.” In Hong mendesak.

“Hampir semua tokoh kang-ouw mengenal Yok-mo ini, sungguhpun tidak ada yang tahu siapa namanya. Dia selalu mengobati orang-orang sakit dan orang-orang yang tergigit binatang berbisa apapun juga, dengan cepat dapat disembuhkannya secara luar biasa. Bahkan ada orang yang tergigit ular yang paling berbisa, yang kabarnya tidak ada obatnya, dapat pula dia obati, dan ada orang bilang bahwa Setan Obat itu pernah menyombongkan diri, mengatakan bahwa tidak ada gigitan binatang berbisa di dunia ini yang tidak dapat dia sembuhkan...”

“Kalau begitu, dialah yang dapat menolong!” kata In Hong girang. “Menurut pendengaranku ketika para penjaga Lembah Bunga Merah bercakap-cakap, racun yang dimasukkan ke tubuh pemuda ini adalah racun dari kelabang hitam. Akan tetapi, apakah kesulitannya bagi Setan Obat untuk mengobati dia ini?”

“Dia mau mengobati segala macam penyakit tanpa menerima bayaran sama sekali, akan tetapi dia paling benci kepada ahli-ahli silat dan dia tidak pernah mau mengobati orang-orang yang terluka dalam pertempuran. Itulah kesukarannya, lihiap.”

“Hemm, dimana dia?”

“Dia tinggal di puncak gunung tak jauh dari sini, di puncak Gunung Cemara di barat itu.” Murid Bu-tong-pai itu menuding ke barat.

“Kalau begitu, biar aku mengunjunginya ke sana. Menurut percakapan para penjaga tadi, orang ini hanya dapat hidup tiga hari tiga malam saja, maka harus cepat mendapatkan obat. Harap kalian suka menjaganya selama aku pergi.”

“Baik, lihiap. Engkau sudah begitu baik kepada kami, sudah menyelamatkan nyawa kami tanpa pamrih, bahkan memperkenalkan namapun lihiap tidak mau. Sekarang lihiap menolong seorang lain yang tidak lihiap kenal, hendak mencarikan obat menghadap Yok-mo, sungguh membuat hati kami kagum bukan main. Tentu saja kami suka membantu lihiap untuk menjaga saudara ini.”

In Hong tersenyum dan sekali berkelebat lenyaplah dia dari hadapan tiga orang murid Bu-tong-pai itu. Mereka saling pandang dan menarik napas panjang. Selama hidup, mereka belum pernah bertemu dengan seorang pendekar wanita seperti penolong mereka itu. Dan mereka menyesal sekali mengapa penolong mereka itu merahasiakan namanya dan tidak mau mengaku walaupun mereka tanya berkali-kali.

**** 074 ****
Dewi Maut







Tidak ada komentar: