***

***

Ads

Jumat, 13 Januari 2017

Dewi Maut Jilid 118

Bun Houw hendak mengejar, akan tetapi cuaca sudah mulai gelap dan dia berdiri seperti patung di bawah pohon, hatinya masih panas dan dadanya bergelora, akan tetapi ada penyesalan menyelinap di dalam dadanya. Diam-diam dia menyesal bukan main. Gadis itu datang menawarkan bantuan, betapa baik niat hatinya.

Akan tetapi, bagaimana dia dapat menerimanya, bagaimana dia dapat bekerja sama dengan gadis yang berwatak seperti iblis itu? Hanya karena cemburu, dan ini sudah jelas sekali, gadis itu hampir saja membunuh Kwi Eng, dan secara kejam membunuh gadis she Ma yang sama sekali tidak berdosa! Biarpun diam-diam dia amat kagum kepada gadis itu, namun mengingat akan kenyataan yang mengerikan ini dia harus mengeraskan hati dan memutuskan hubungan antara mereka!

Jauh di sebelah dalam hutan itu, di antara kegelapan malam yang hampir tiba, In Hong berdiri menyandarkan tubuhnya pada sebatang pohon besar, kedua tangannya mengepal tinju, matanya terpejam dan pipinya basah oleh beberapa butir air mata.

Akan tetapi, setiap ada butiran air mata turun dari matanya, kepalan tangannya mengusapnya dengan keras. Dia tidak harus menangis! Ingin dia berteriak untuk memberi jalan keluar hatinya yang bergelora, yang menindih. Dia telah dihina orang! Dihina seorang laki-laki dan celakanya, laki-laki itu adalah laki-laki yang disangkanya pria yang istimewa, yang merupakan kekecualian, yang tidak sama bahkan kebalikan dari para pria yang dikutuk oleh gurunya. Hatinya sakit bukan main. Bun Houw telah menolak bantuannya, bahkan memakinya sebagai seorang wanita kejam seperti iblis! Bahkan telah berani menantangnya!

“Si keparat...!” desisnya di antara isak yang keluar dari dadanya.

Orang macam dia berani menantang? Kalau dia tadi turun tangan, dalam beberapa jurus saja tentu akan dapat dibunuhnya laki-laki itu! Akan tetapi mengapa tidak dilakukannya hal itu? Padahal, kalau ada laki-laki lain bersikap kasar sedikit saja kepadanya, tentu dia tidak segan-segan untuk menurunkan tangan besi dan membunuhnya.

Tidak, dia tidak akan turun tangan begitu mudah terhadap Bun Houw. Biar laki-laki itu terbuka matanya, bahwa semua tuduhannya itu bohong belaka, bahwa dia bukanlah iblis betina yang melakukan semua tuduhan itu, dan baru setelah laki-laki itu menyesal dan terbuka matanya, dia akan membunuhnya.

Teringat akan itu semua, teringat betapa dia tersiksa batinnya karena rindu dan ingin berdekatan dengan Bun Houw, kemudian betapa sikap pemuda itu menghancurkan hatinya, jantungnya seperti ditusuk-tusuk dan merasa makin sakit. Apalagi kalau dia teringat betapa dia telah bersusah payah menolong pemuda itu ketika Bun Houw disiksa dan hampir mati di tangan dua orang Bayangan Dewa. Kalau tidak dia datang menolong, tentu pemuda itu kini sudah tewas. Dan pemuda itu membalas kebaikan itu dengan makian dan penghinaan!

“Orang she Bun! Kau lihat saja pembalasanku nanti!” kembali In Hong mengepal tinju, akan tetapi dia terbayang akan kemesraan antara mereka, ketika mereka bercakap-cakap sambil makan, menukar pedang dengan giok-hong, dan tinjunya kembali harus menghapus dua titik air mata yang tiba-tiba saja meloncat keluar.

Terngiang di telinganya tuduhan-tuduhan yang dilontarkan Bun Houw kepadanya. Dia menyerang dan hampir membunuh wanita yang bernama Souw Kwi Eng? Dia tidak mengenal nama itu, akan tetapi dia dapat menduga bahwa wanita itu agaknya masih ada hubungan saudara dengan Souw Kwi Beng, pemuda tampan bermata biru yang diselamatkannya dari tangan Hui-giakang Ciok Lee Kim itu.






Dan kemudian katanya dia membunuh seorang gadis desa yang tidak berdosa? Sama sekali dia tidak mengerti siapa gadis ini. Semua itu fitnah belaka. Bohong belaka dan sekali waktu dia harus dapat membuka mata Bun Houw untuk melihat bahwa semua tuduhannya itu kosong. Baru kemudian dia akan membunuhnya.

Hati yang panas dan sakit membuat In Hong pergi meninggalkan hutan itu dengan hanya satu saja niat di hatinya, yaitu membantu fihak yang dimusuhi Bun Houw! Dia ingin bertemu dalam pertempuran melawan pemuda itu, bukan untuk membunuhnya, melainkan untuk mengejeknya, karena dia baru akan membunuh kalau pemuda itu sudah melihat bahwa tuduhannya tadi kosong. Dia tidak mau dibantu? Baik, kalau pemuda itu tidak mau dibantu dia akan membantu fihak musuhnya! Benteng pasukan pemberontak yang dipimpin Sabutai tidak jauh dari tempat itu.

Akan tetapi In Hong bukanlah seorang yang ceroboh. Sama sekali tidak. Semenjak kecil dia hidup bersama gurunya dalam keadaan penuh dengan kesukaran dan kekerasan, dan semua pengalaman itu membuat dia amat berhati-hati. Dia tidak akan memasuki tempat berbahaya yang belum dikenalnya begitu saja. Gurunya dahulu sudah sering memberi peringatan kepadanya agar dia jangan mudah menaruh kepercayaan kepada siapapun juga, apalagi kepada kaum pria.

Dan benteng pasukan yang dipimpin Sabutai itu merupakan tempat yang penuh bahaya. Betapapun tinggi kepandaiannya, tentu dia tidak akan berdaya menghadapi kekuatan pasukan yang ribuan orang banyaknya itu, apalagi kalau di situ terdapat pula banyak orang pandai.

Oleh karena itu, pada pagi hari itu, ketika keadaan masih gelap, In Hong berhasil menculik seorang penjaga yang melakukan tugas menjaga dan meronda di luar benteng, memukulnya roboh pingsan dan menyeretnya ke dalam hutan yang masih gelap. Kemudian dia mengancam dan memaksa penjaga yang ketakutan dan mengira bahwa dirinya diserang dan diculik setan penjaga hutan, agar orang itu menceritakan keadaan di dalam benteng Sabutai.

Dari orang inilah In Hong mendengar bahwa kaisar masih menjadi seorang tawanan terhormat dan dalam keadaan sehat, sedangkan Wang Cin masih menjadi tamu yang tidak bebas, bersama para pembantunya yang lihai.

Ketika In Hong mendengar bahwa di antara para pembantu Wang Cin itu terdapat nenak Go-bi Sin-kouw di samping tiga orang Bayangan Dewa, Hwa Hwa Cinjin, Hek I Siankouw, dan Bouw Thaisu, dia terkejut sekali akan tetapi juga girang. Dia tahu betapa kuatnya keadaan di dalam benteng dengan adanya para kakek dan nenek yang sakti itu, akan tetapi diapun melihat adanya kesempatan baginya untuk memasuki benteng itu dengan terang-terangan karena dia telah mengenal mereka, terutama Go-bi Sin-kouw sehingga dia dapat berpura-pura membantu nenek itu!

Biarpun dia berhasil mengorek keterangan dari penjaga itu, namun dengan cerdik In Hong melakukan pertanyaan dan ancaman sambil bersembunyi dan merobah suaranya menjadi besar sehingga orang itu sama sekali tidak tahu siapa yang menculik dan mengajukan semua pertanyaan dan ancaman itu.

Kemudian, kesempatan itupun tidak membuat In Hong kekurangan kewaspadaannya. Dia baru muncul di depan pintu benteng itu pada malam harinya. Dia memilih malam hari dengan maksud bahwa andaikata dia diterima dengan todongan senjata dan dia tidak mampu mengatasi begitu banyaknya orang pandai, dia akan lebih mudah menyelamatkan diri daripada kalau siang hari.

“Berhenti! Siapa di situ?”

Tiba-tiba beberapa orang penjaga muncul dan dengan tombak ditodongkan mereka menghampiri In Hong yang berhenti dan berdiri tegak di bawah lampu di pintu gerbang.

Ketika enam orang penjaga melihat bahwa yang menghampiri pintu gerbang adalah seorang gadis yang cantik sekali, mereka terkejut, terheran, dan juga menjadi lega, bahkan tersenyum gembira karena penjagaan di tempat sunyi membuat mereka menjadi kesal dan munculnya seorang wanita yang begini cantik tentu saja merupakan hal yang amat menghibur.

“Heii, nona manis, siapakah engkau malam-malam begini muncul di sini dan apa kehendakmu?” tegur kepala jaga sambil menyeringai, sedangkan enam pasang mata laki-laki seperti orang kehausan melihat air jernih menjelajahi seluruh tubuh In Hong dari kepala sampai ke sepatunya.

Teguran itu diucapkan dalam Bahasa Mongol dan In Hong tidak mengerti artinya, maka dia hanya tersenyum dan menjawab dengan gelengan kepala saja.

Seorang di antara para penjaga itu dapat berbahasa Han, maka dia lalu menjadi juru bahasa, menterjemahkan pertanyaan kepala jaga itu dengan suara yang kaku.

“Aku adalah kenalan baik Go-bi Sin-kouw yang berada di dalam benteng, dan aku ingin bertemu dengan dia dan rombongannya,” jawab In Hong terpaksa menahan kesabarannya karena dia tidak ingin memancing keributan di tempat berbahaya ini.

Mendengar keterangan ini, semua penjaga yang berjumlah dua belas orang dan kini sudah berkumpul di situ, saling memandang dengan curiga. Memang semua pengikut Sabutai menaruh curiga kepada rombongan Pembesar Thaikam Wang Cin itu.

Kepala jaga lalu menyuruh seorang anak buahnya untuk melapor ke dalam, bukan langsung kepada Wang Cin melainkan kepada Sabutai! Jelaslah bahwa rombongan pembesar itu sebenarnya bukan lagi dianggap sebagai tamu agung, melainkan sebagai tawanan yang tidak ada bedanya dengan kaisar sendiri.

Ketika itu Sabutai sedang bersenang-senang di dalam kamarnya, makan minum bersama Khamila untuk merayakan kandungan Khamila sebagai hasil hubungan wanita cantik ini dengan Kaisar Ceng Tung! Dapat dibayangkan betapa perih rasa hati wanita itu karena sesungguhnya diam-diam dia jatuh cinta kepada kaisar yang ditawan itu.

Akan tetapi diam-diam dia juga merasa girang bahwa dia dapat mengandung keturunan kaisar itu. Ngeri dia kalau membayangkan betapa andaikata tidak ada Kaisar Ceng Tung, dia diharuskan menyerahkan diri kepada seorang pria lain yang diharuskan bertugas mewakili Sabutai menidurinya agar dia memperoleh keturunan!

Kenyataan ini merupakan hiburan dan Khamila dapat juga berwajah girang ketika suaminya mengajaknya merayakan peristiwa yang dianggapnya menggirangkan itu. Adapun Sabutai benar-benar merasa girang. Sedikitpun dia tidak merasa cemburu kepada Kaisar Ceng Tung. Dia kagum kepada kaisar muda itu, kagum akan kegagahannya yang diperlihatkannya ketika menjadi tawanan, maka kini dia merasa terhormat untuk menjadi ayah kandung dari keturunan kaisar besar itu!

Kalau pria lain yang menjadi ayah kandung dari anak yang berada di dalam kandungan isterinya, tentu dia akan membunuh pria itu agar rahasia ini tidak diketahui siapapun. Akan tetapi, karena yang menjadi ayah sejati adalah Kaisar Ceng Tung, maka dia tidak akan membunuh kaisar itu karena dia yakin bahwa rahasia itu akan tersimpan rapat dan Kaisar Ceng Tung tentu tidak akan membuka rahasia yang mencemarkan namanya sendiri itu.

Tiba-tiba datang penjaga yang melaporken tentang munculnya seorang gadis cantik di depan pintu gerbang yang mengaku sebagai sahabat Go-bi Sin-kouw. Sabutai menjadi tertarik sekali dan tentu saja menaruh curiga. Diam-diam dia lalu menyampaikan berita kepada kedua orang gurunya, dan mengerahkan pasukan pengawal, mendatangi pembesar Wang Cin. Dia sendiri yang menyampaikan berita kedatangan seorang “sahabat” dari Go-bi Sin-kouw itu dan memerintahkan agar nona itu dipersilakan masuk.

Wang Cin dan para pembantunya menanti di ruangan besar itu dengan hati tidak enak, terutama Go-bi Sin-kouw. Nenek ini menduga-duga dan maklum bahwa fihak Raja Sabutai mencurigai mereka dan mencurigai orang yang katanya datang hendak bertemu dengannya.

Tak lama kemudian muncullah In Hong yang diantar oleh belasan orang pengawal bersenjata lengkap. Gadis ini melangkah dengan tenang biarpun di dalam hatinya dia maklum bahwa dia telah berada di tempat yang amat berbahaya. Dia melihat betapa benteng itu amat kuat dan penjagaan dilakukan ketat sekali.

Sepintas lalu ketika dia dipersilakan masuk, dia melihat keadaan penjagaan di sepanjang tembok benteng dan biarpun dia akan dapat memasuki benteng ini dan keluar lagi melalui tembok yang tidak berapa tinggi itu, namun dia akan menghadapi bahaya besar. Akan tetapi, dia tidak memperlihatkan sikap jerih dan melangkah dengan pandang mata ke depan, tangan kiri tertumpang di gagang pedangnya yang tergantung di pinggang.

Ketika gadis itu memasuki ruangan besar yang dipasangi penerangan cukup, semua mata menyambutnya dengan pandang penuh selidik. Sabutai memandang dengan mata mengandung keheranan dan kekaguman. Dia tahu bahwa Bangsa Han di selatan banyak memiliki jago-jago silat yang berkepandaian tinggi sekali, akan tetapi baru sekarang dia melihat seorang gadis muda cantik jelita yang bersikap demikian gagahnya, memasuki tempat seperti bentengnya itu dengan sikap demikian tenang dan penuh keberanian.

Juga sekali pandang saja dia meragukan apakah benar gadis cantik ini merupakan sahabat dari nenek tua itu, seorang di antara kaki tangan pembesar Wang Cin yang berjiwa khianat.

Para tokoh lihai yang menjadi pembantu Wang Cin, terutama sekali Go-bi Sin-kouw, yang pernah bertemu dengan In Hong, kini memandang dara itu dengan alis berkerut dan hati penuh kecurigaan. Go-bi Sin-kouw menjadi tidak senang hatinya. Dia memang mengenal gadis ini sebagai seorang gadis yang amat lihai dan berwatak keras sekali dan aneh, akan tetapi sungguh lucu kalau gadis itu mengaku sebagai sahabatnya. Jauh daripada itu, bahkan antara dia dan gadis itu terdapat rasa benci dan saling mencurigai yang besar.

Dan sekarang gadis ini datang mengaku sebagai sahabatnya! Tentu saja Go-bi Sin-kouw merasa curiga sekali dan sebelum yang lain membuka mulut, dia sudah melompat maju dan membentak,

“Kiranya engkau yang datang mengaku sahabatku? Sri Baginda Raja Sabutai, jangan percaya, dia ini tentu mata-mata dari Kerajaan Beng!” Dia menoleh kepada teman-temannya karena untuk menghadapi gadis lihai itu sendirian saja, dia merasa agak jerih. “Teman-teman, mari bantu aku menangkap gadis setan ini!”

Dewi Maut







Tidak ada komentar: