***

***

Ads

Minggu, 15 Januari 2017

Dewi Maut Jilid 126

“Desss...! Plakk...!”

Tubuh Bouw Thaisu berputar dan terhuyung. Kakek ini kaget setengah mati karena tangan kiri dara itu ternyata dapat menangkis dan mengembalikan lengan baju kirinya dengan tenaga yang sedemikian dahsyatnya sehingga tubuhnya ikut berputar, akan tetapi In Hong mengeluh dan pundaknya kena diserempet ujung lengan baju kanan sehingga dia terlempar dan cepat dia berjungkir-balik untuk menghindarkan serbuan musuh.

In Hong menggigit bibirnya. Pundaknya yang kiri terkena sabetan ujung lengan baju dan nyerinya bukan main. Biarpun tulang-tulangnya tidak patah, akan tetapi pundak kiri itu terasa panas dan nyeri sehingga tangan kirinya menjadi setengah lumpuh!

Bouw Thaisu dan dua orang nenek itu menerjang lagi, akan tetapi tiba-tiba dari atas pohon terdengar seruan,

“Tua bangka-tua bangka pengecut!”

Sesosok bayangan wanita menyambar turun dan tahu-tahu Yo Bi Kiok telah berada di situ!

“Kalian hanya berani mengeroyok seorang kanak-kanak seperti muridku. Inilah gurunya, majulah kalau kalian sudah bosan hidup!”

Hek I Siankouw sudah marah sekali, marah karena berduka melihat sababatnya, juga kekasihnya semenjak mereka masih sama muda itu kini telah menggeletak tewas, maka tanpa memperdulikan munculnya ketua Giok-hong-pang yang dia tahu amat lihai itu, dia sudah membentak lagi dan melanjutkan serangannya kepada In Hong!

Melihat ini, Bouw Thaisu dan Go-bi Sin-kouw juga menerjang maju menghadapi Yo Bi Kiok ketua Giok-hong-pang yang telah mencabut keluar Lui-kong-kiam di tangan kanan dan menghadapi mereka berdua dengan senyum mengejek.

Terjadilah kini pertandingan dua rombongan yang amat seru. In Hong hanya menghadapi seorang lawan, tentu saja lawan ini amat lunak baginya, akan tetapi karena pundak kirinya terasa nyeri kalau digerakkan dan tangan kirinya masih agak lumpuh, maka tentu saja ketangkasannya menurun banyak dan dia hanya mengandalkan gerakan pedangnya saja. Dalam keadaan seperti itu, keadaannya menjadi seimbang juga dengan Hek I Siankouw dan mereka saling menyerang secara mati-matian.

Biarpun Yo Bi Kiok amat lihai dan memandang rendah kedua orang lawannya, akan tetapi pertandingan antara dia dan dua orang tua itupun hebat den seru sekali. Boleh jadi tingkat Go-bi Sin-kouw masih jauh kalah olehnya, akan tetapi tingkat Bouw Thaisu tidak berselisih banyak dengan ketua Giok-hong-pang ini. Dia hanya menang cepat dan juga memiliki dasar-dasar ilmu silat tinggi yang murni, warisan dari Panglima The Hoo si manusia sakti. Juga pedang Lui-kong-kiam di tangannya adalah pedang kilat yang amat hebat sehingga setelah bertanding lima puluh jurus, ujung lengan baju kiri Bouw Thaisu kena dibabat buntung!

Bouw Thaisu kaget dan marah, membentak beberapa kali dengan pengerahan khi-kang dan kedua tangannya melakukan pukulan jarak jauh. Angin dahsyat menyambar ganas ke arah ketua Giok-hong-pang itu, akan tetapi Yo Bi Kiok tertawa, mengelak dan pedangnya yang mengeluarkan sinar kilat itu menghantam ke arah Go-bi Sin-kouw yang cepat menangkis.






“Trakkk!”

Tongkat butut hitam itu patah menjadi dua dan Go-bi Sin-kouw cepat meloncat jauh ke belakang. Tiba-tiba nenek yang curang ini meloncat lagi dan tahu-tahu dia sudah berada di belakang kaisar dan Khamila, menodongkan sisa tongkatnya yang tinggal sepotong dan membentak,

“Tahan senjata! Kalau tidak, akan kubunuh kaisar!”

“Subo, harap mundur...!”

In Hong berteriak kaget dan dia sendiri cepat mundur meninggalkan Hek I Siankouw yang sudah didesaknya tadi.

“Jangan mundur, kalian basmi saja pengkhianat-pengkhianat itu kemudian nenek iblis ini. Biarlah kalau dia mau membunuh kami!” Kaisar berkata, sedikitpun tidak takut biarpun tongkat itu sudah menodong kepalanya.

“Subo... harap mundur...!” kembali In Hong berteriak dan dengan ketawa mengejek Yo Bi Kiok meloncat, mundur meninggalkan Bouw Thaisu yang kini dapat bernapas lega. Dia sudah terdesak hebat tadi, nyaris tewas oleh sinar pedang kilat yang bergulung-gulung.

“Hemm, tua bangka curang!” Yo Bi Kiok berseru. “Akan tetapi memang cukup berharga kalau sri baginda kaisar ditukar dengan nyawa anjing kalian bertiga!”

“Sri baginda akan kubunuh kalau kalian tidak mau membiarkan kami pergi,” kata Go-bi Sin-kouw. “Yo-pangcu, sebagai ketua Giok-hong-pang, kau berjanjilah bahwa kau akan membiarkan kami pergi kalau aku melepaskan kaisar! Hayo berjanji!”

Yo Bi Kiok kembali tersenyum mengejek. Melihat betapa Go-bi Sin-kouw yang sudah ketakutan itu bisa saja berlaku nekat dan membunuh kaisar dan Khamila, In Hong berkata,

“Subo, berjanjilah! Nyawa beliau terlalu berharga untuk dikorbankan!”

Yo Bi Kiok mendengus, kemudian dengan gemas dia berkata,
“Nenek iblis tua bangka, biarlah sekarang aku berjanji akan membiarkan kalian bertiga pergi kalau kau membebaskan kaisar. Akan tetapi lain kali, begitu bertemu dengan aku, kepalamu yang sudah tua bangka itu akan kuhancurkan!”

“Nona In Hong, kaupun berjanji yang sama?”

Go-bi Sin-kouw bertanya lagi, ditujukan kepada In Hong. Gadis ini mendongkol sekali. Nenek itu ternyata amat cerdik, karena kalau saja dia tidak disuruh berjanji, begitu kaisar dibebaskan tentu dia akan menyerang nenek itu! Karena nenek itu ternyata cerdik dan menanyanya, terpaksa dia mengangguk.

“Aku berjanji akan membiarkan kalian bertiga pergi asal sri baginda dibebaskan.”

Tiba-tiba nenek dari Go-bi itu terkekeh girang,
“Bagus, kalian tentu orang-orang yang memegang janji, bukan manusia hina. Khamila, engkaulah yang menjadi gara-gara sampai kaisar dapat lolos, maka aku takkan mengampunimu!” Dia mengangkat tongkatnya, hendak memukul ratu itu.

“Go-bi Sin-kouw! Kau sudah berjanji...!”

Akan tetapi In Hong menjadi pucat karena dia teringat bahwa janji tadi hanya mengenai diri kaisar, sama sekali tidak menyebut nama Khamila!

“Heh-heh, siapa berjanji untuk wanita yang tidak setia ini?”

Dia mengangkat tongkatnya. Yo Bi Kiok hanya memandang dengan senyum mengejek, sedangkan In Hong berdiri terlalu jauh untuk dapat menyelamatkan nyawa Khamila.

“Mampuslah kau!”

Go-bi Sin-kouw menggerakkan tongkatnya menghantam ke arah kepala Khamila. Pada saat itu, tiba-tiba dari balik semak-semak berkelebat bayangan putih dan orang itu adalah kakek yang tadi bersembunyi, tangannya diangkat menangkis dengan pengerahan tenaga.

“Plakkk... krakkkk!”

Tubuh Go-bi Sin-kouw terguling roboh dan kepalanya pecah karena ternyata tangkisan kakek itu sedemikian kuatnya sehingga pukulan tongkat itu membalik mengenai kepalanya sendiri sampai pecah!

In Hong memandang dengan mata terbelalak. Dia mengenal kakek yang amat lihai itu, yang bukan lain adalah Cia Keng Hong, ketua dari Cin-ling-pai!

Adapun kaisar sendiri menjadi girang bukan main melihat betapa kekasihnya selamat, maka dia lalu merangkul Khamila yang menangis dalam pelukannya. Kaisar yang sejak muda dahulu sudah tahu akan sepak terjang kakek ini, mengenal pendekar sakti itu, maka dia lalu berkata girang,

“Ahh, kiranya Cia-taihiap ketua Cin-ling-pai yang telah menyelamatkan nyawa Ratu Khamila! Sungguh kami merasa girang sekali, Cia-taihiap!”

Cia Keng Hong lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaisar itu dan memberi hormat. Kaisar menggerakkan tangan menerima penghormatan itu dan menyuruh pendekar sakti itu berdiri lagi.

Sementara itu, Yo Bi Ktok menjadi marah karena kemunculan Cia Keng Hong itu seolah-olah menonjolkan pendekar itu dan menaruh dia di belakang, karena nyatanya pendekar sakti itulah yang sempat menyelamatkan nyawa Khamila. Dengan marah dia lalu menggerakkan pedangnya, menuding ke arah muka Bouw Thaisu dan Hek I Siankouw.

“Kalian ini anjing-anjing tua harus mampus!”

Bouw Thaisu dan Hek I Slankouw terkejut, akan tetapi mereka berdua siap menghadapi wanita sakti yang galak itu.

“Subo, kita sudah berjanji melepaskan mereka tadi!” In Hong memperingatkan.

Yo Bi Kiok meragu, dan tiba-tiba Cia Keng Hong, kakek itu yang diam-diam merasa kagum akan sepak terjang Yap In Hong, lalu kini tahu mengapa gadis puteri sahabat baiknya itu menjadi seorang gadis yang demikian dingin dan ganas sepak terjangnya. Kiranya yang menjadi biang keladi adalah wanita yang menjadi gurunya ini!

Dia di dalam pengintaiannya tadi dapat mengenal dasar watak In Hong yang baik, tidak seperti gurunya ini yang benar-benar merupakan Dewi Maut yang tak mengenal ampun. Maka diapun berkata, suaranya berwibawa.

“Orang yang tidak memegang janjinya adalah orang yang rendah wataknya!”

Yo Bi Kiok seperti disambar petir. Dia membalik dan memandang ketua Cin-ling-pai itu dengan mata berapi-api. Sementara itu, In Hong yang sudah mengenal watak gurunya yang amat keras, cepat menggunakan kesempatan itu berkata kepada Bouw Thaisu dan Hek I Siankouw,

“Ji-wi locianpwe harap segera pergi dan membawa jenazah mereka.”

Bouw Thaisu sejenak memandang kepada Cia Keng Hong, kemudian berkata,
“Kiranya engkau yang bernama Cia Keng Hong, ketua dari Cin-ling-pai.” Dia mengangguk-angguk. “Pinto ada peninggalan pesanan dari mendiang Thian Hwa Cinjin, biarlah lain kali saja pinto sampaikan, sekarang tidak ada waktu.”

Dia lalu melangkah pergi, menyambar jenazah Hwa Hwa Cinjin, diikuti oleh Hek I Siankouw yang juga memanggul jenazah Go-bi Sin-kouw. Sebentar saja bayangan kedua orang kakek dan nenek yang lihai itu sudah lenyap dari tempat itu.

Yo Bi Kiok sejak tadi memandang kepada ketua Cin-ling-pai dengan mata mendelik dan muka merah. Dia tidak memperdulikan lagi kakek dan nenek yang melarikan diri itu. Ketika Cia Keng Hong yang merasa akan pandang mata itu menoleh kepadanya, Yo Bi Kiok tersenyum mengejek, wajahnya dingin sekali.

Melihat ini, berdebar jantung In Hong. Dia telah mengenal gurunya dengan baik dan tahu benar bahwa saat ini gurunya marah bukan main dan tentu akan terjadi hal yang hebat. Akan tetapi yang dihadapi gurunya adalah Cia Keng Rong, kakek ketua Cin-ling-pai yang sudah terkenal di seluruh dunia akan kesaktiannya. Maka diapun tidak berani mencegah keduanya dan dia hanya mendekati kaisar dan Khamila yang masih duduk di tempat tadi dengan sikap tenang.

“Hemmm, kiranya inikah yang telah terkenal di seluruh dunia, ketua dari Cin-ling-pai yang pernah diobrak-abrik oleh Lima Bayangan Dewa!” Terdengar Yo Bi Kiok berkata, suaranya mengandung penuh ejekan.

Cia Keng Hong tersenyum. Dia adalah searang pendekar sakti, pendekar besar, ketua perkumpulan yang telah terkenal akan kegagahannya, maka diapun bukan seperti kanak-kanak yang mudah dibakar hatinya. Mendengar ucapan itu, dia memandang Bi Kiok seperti memandang seorang anak nakal.

“Dan kiranya engkaulah yang telah merusak anak sahabat baikku, Yap In Hong adik Yap Kun Liong ini...”

”Aku merusak keluarga Kun Liong atau akan membikin mampus padanya, kau perduli apa? Apakah kau hendak membela Yap Kun Liong?”

Yo Bi Kiok membentak makin marah karena dia diingatkan kepada Kun Liong, satu-satunya pria di dunia ini yang pernah dan selalu dicintanya, akan tetapi yang telah menyakitkan hati karena menolaknya.

Cia Keng Hong menggeleng kepalanya.
“Aku tidak hendak membela siapa-siapa, hanya sayang bahwa engkau telah menyeleweng, padahal engkaulah kiranya yang telah mewarisi pusaka bokor emas milik mendiang Panglima Besar The Hoo itu.”

Dewi Maut







Tidak ada komentar: