***

***

Ads

Minggu, 22 Januari 2017

Dewi Maut Jilid 157

Pemuda itu mengangguk.
“Aku lewat dan melihat perbuatannya yang terkutuk, maka aku menegurnya dan akhirnya dia lari.”

“Dan kau lalu mengobatiku?”

Kembali pemuda itu mengangguk.
“Melihat sikapmu yang... eh, tidak wajar, aku tahu bahwa engkau terbius hawa beracun, maka aku lalu mengusir hawa beracun dari tubuhmu.”

Tiba-tiba Si Kwi menjatuhkan dirinya berlutut dan dua titik air mata membasahi pipinya,
“Ah, banyak terima kasih, taihiap. Tanpa ada pertolonganmu, tentu celakalah saya...” katanya terharu.

“Sudahlah, nona, tidak perlu kau bersikap begini. Bangunlah dan ceritakan apa yang terjadi.”

Pemuda itu mengangkat bangun Si Kwi yang kemudian berdiri dengan kedua pipi kemerahan dan sinar matanya penuh kagum memandang pemuda tampan yang demikian halus sikapnya, dan yang tentu berilmu tinggi karena buktinya dengan mudah mengusir Ang-bin Ciu-kwi dan juga dapat menyembuhkan dia dari pengaruh racun.

“Nama saya Liong Si Kwi dan saya akan... ah, akan pergi meninggalkan tempat terkutuk ini, akan tetapi Setan Arak itu menghadang saya. Kami pernah bertanding dan saya kalah... lalu saya kena ditipunya, minum secawan arak dan...”

“Cukuplah. Aku sudah dapat menduganya. Orang itu jahat sekali.”

“Tentu saja jahat, taihiap, karena dia adalah majikan Padang Bangkai di sini. Selain dia, masih ada lagi isterinya, Coa-tok Sian-li yang tidak kalah kejamnya. Mereka berdua menjadi majikan Padang Bangkai, dibantu oleh lima belas orang anak buah mereka. Daerah ini amat berbahaya, taihiap, maka sungguh mengherankan taihiap dapat datang ke tempat seperti ini.”

“Aku hendak pergi ke Lembah Naga.”

“Ohhhh...!”

Melihat gadis yang manis itu berseru kaget dan mukanya berubah, pemuda itu cepat bertanya,

“Nona Liong, apakah engkau mengenal tempat itu?”

“Mengenal Lembah Naga? Tentu saja, akan tetapi sebelumnya, siapakah taihiap ini dan apa perlunya mencari Lembah Naga?” Sinar mata gadis itu menatap wajah yang tampan itu dengan penuh kekhawatiran.

Pemuda itu juga memandang si gadis penuh perhatian dan dia mengharap bahwa gadis yang telah diselamatkannya dari ancaman bahaya mengerikan tadi, yang agaknya mengenal daerah itu, akan dapat membantunya dengan petunjuk-petunjuk, maka dia lalu menjawab sejujurnya,






“Aku bernama Cia Bun Houw...”

“Aihhh...!”

Kembali Si Kwi berseru kaget, mulutnya agak terbuka, matanya terbelalak menatap wajah pemuda itu seperti orang melihat sesuatu yang luar biasa! Tentu saja dia telah mendengar nama ini dari gurunya, nama putera ketua Cin-ling-pai yang kabarnya memiliki kepandaian amat hebat! Tak disangkanya kini dia berhadapan dengan orangnya, seorang pemuda yang luar biasa, tampan dan gagah, dan telah menyelamatkannya dari perkosaan Ang-bin Ciu-kwi!

Bagaimana Cia Bun Houw dapat muncul di tempat itu dan secara kebetulan dapat menyelamatkan Liong Si Kwi dari bahaya perkosaan? Seperti telah kita ketahui, pemuda ini meninggalkan Cin-ling-pai, diutus oleh ayahnya untuk menyerahkan surat kepada keluarga Yuan de Gama di Yen-tai calon besan Cin-ling-pai, dan menghaturkan surat untuk kaisar di kota raja.

Setelah mendengar bahwa dia telah dipertunangkan dengan Souw Kwi Eng atau Maria de Gama, hati Bun Houw merasa tidak tenang, karena sesungguhnya pemuda ini telah jatuh cinta kepada In Hong. Maka, menerima tugas ayahnya untuk menyerahkan surat kepada keluarga Souw itu, dia merasa enggan, karena dia merasa malu bertemu mereka, apalagi bertemu dengan Kwi Eng yang tentu telah tahu bahwa mereka telah bertunangan! Ah, menyesallah rasa hati Bun Houw kalau teringat betapa dahulu dia telah mencium gadis itu!

Karena keengganan ini, maka dia tidak lebih dulu ke Yen-tai, melainkan lebih dulu ke kota raja untuk menyerahkan surat ayahnya kepada kaisar. Dan begitu tiba di kota raja, dia mendengar bahwa baru beberapa hari yang lalu, In Hong yang kini menjadi seorang puteri itu telah diculik oleh Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li! Tentu saja dia menjadi terkejut sekali dan marah. Dia menyerahkan surat ayahnya kepada kaisar dengan menghadap sendiri.

Kebetulan sekali pada waktu itu, kaisar telah menerima balasan dari Raja Sabutai bahwa urusan kakek dan nenek guru Sabutai itu adalah di luar tanggung jawab Sabutai, bahwa Sabutai tidak tahu-menahu dengan semua perbuatan kedua orang gurunya itu yang kini telah meninggalkan dia dan berada di Lembah Naga.

Maka begitu membaca surat ketua Cin-ling-pai yang mohon bantuan kaisar karena puteranya hendak merampas kembali Siang-bhok-kiam pusaka Cin-ling-pai dan dikhawatirkan bahwa kakek dan nenek iblis itu mengandalkan pasukan liar di utara, kaisar lalu memanggil panglima pengawal untuk mengerahkan pasukan pengawal dan membantu putera ketua Cin-ling-pai itu menuju ke Lembah Naga, bukan hanya untuk merampas kembali Siang-bhok-kiam, akan tetapi terutama sekali untuk menyelamatkan Yap In Hong.

Akan tetapi Bun Houw yang tidak sabar menanti, berpamit dan berangkat lebih dulu seorang diri dengan cepat sehingga pada hari itu, dia tiba di luar dusun Padang Bangkai dan secara kebetulan dapat menolong Si Kwi.

Ketika dia melihat Si Kwi terkejut mendengar namanya, bahkan wajah gadis yang manis itu menjadi pucat, dia lalu bertanya,

“Nona, apakah engkau sudah mengenal namaku?”

Si Kwi mengangguk,
“Taihiap adalah putera ketua Cin-ling-pai, bukan?”

“Benar. Bagaimana engkau bisa tahu, nona?”

“Dan taihiap hendak pergi ke Lembah Naga untuk menuntut kembalinya Siang-bhok-kiam dan menolong nona Yap In Hong?”

“Benar...! Bagaimana dengan nona itu?” Bun Houw girang sekali.

Si Kwi menghela napas panjang.
“Taihiap, mereka telah menanti-nanti datangnya orang-orang yang hendak menolong nona Yap In Hong, dan mereka telah bersiap-siap! Taihiap, kalau taihiap percaya kepada saya... harap taihiap jangan pergi ke sana. Berbahaya sekali...!”

Si Kwi menatap wajah itu dan dia merasa makin khawatir. Entah bagaimana, dia tidak dapat membayangkan pemuda ini menemui bencana di Lembah Naga

“Hemm, mengapa begitu, nona?”

“Cia-taihiap, percayalah kepadaku. Disana, selain ada Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li, juga ada Bouw Thaisu dan ada pula guruku, Hek I Siankouw di samping masih ada seratus orang anak buah kedua orang kakek dan nenek itu...”

“Ah, kiranya engkau adalah murid Hek I Siankouw?”

Tiba-tiba Si Kwi berlutut kembali dan kini dia tidak dapat menahan air matanya.
“Taihiap harap jangan samakan saya dengan mereka! Tidak...saya hanya terbawa oleh subo yang tentu saja ingin membalas dendam kematian supek Hwa Hwa Cinjin. Akan tetapi sekarang saya telah melihat dengan jelas betapa mereka itu adalah orang-orang jahat. Karena itu, tadinya saya hendak melarikan diri dari sini, taihiap, sampai saya terhadang oleh Ang-bin Ciu-kwi dan hampir celaka... sungguh, saya amat khawatir kalau taihiap melanjutkan perjelanan. Amat berbahaya menempuh bahaya itu seorang diri saja. Kembalilah, taihiap, atau setidaknya, kalau taihiap hendak menyerbu, bawalah teman sebanyaknya.”

Bun Houw dapat mempercayai keterangan gadis ini. Dia merasa beruntung bahwa secara kebetulan dia dapat menolong gadis ini sehingga dia akan mendengar keterangan yang amat jelas, boleh dipercaya dan berharga dari gadis ini. Maka dia lalu duduk di atas rumput.

“Liong-kouwnio, kau duduklah dan mari kita bicara baik-baik. Engkau tentu tahu, sebagai putera ketua Cin-ling-pai aku tidak mungkin kembali dan mundur.”

“Akan tetapi itu berarti bunuh diri, taihiap! Berbahaya sekali...”

Bun Houw menggeleng kepalanya.
“Bahayanya akan berkurang banyak kalau saja engkau suka menceritakan kepadaku keadaan di sana.”

“Tentu! Tentu saja saya suka menceritakan. Taihiap, baru perjalanan menuju ke Lembah Naga saja sudah merupakan perjalanan penuh bahaya. Tidak ada jalan lain menuju ke Lembah Naga kecuali harus melalui Padang Bangkai yang dimulai dari sini. Banyak terdapat bagian-bagian yang amat berbahaya.”

Gadis ini lalu menuturkan dengan jelas tentang rahasia tempat itu, mana jalan yang merupakan ancaman maut siapapun yang melanggarnya, dan mana pula jalan rahasia yang harus diambil.

“Melihat kelihaian taihiap, agaknya Padang Bangkai masih akan dapat taihiap lewati. Akan tetapi setelah taihiap berada di daerah Lembah Naga, haruslah berhati-hati sekali. Seratus orang anak buah kakek dan nenek itu adalah orang-orang pilihan dari pasukan Raja Sabutai, dan Pek-hiat Mo-ko serta Hek-hiat Mo-li memiliki kesaktian luar biasa, taihiap. Dan taihiap hanya sendirian saja...”

Mendengar penuturan yang panjang lebar itu Bun Houw menjadi girang sekali. Setidaknya dia kini tahu jalan mana yang harus diambil. Maka dia lalu bangkit berdiri, diikuti oleh Si Kwi, dan menjura sambil berkata,

“Liong-kouwnio telah memberi bantuan yang amat berharga kepadaku, banyak terima kasih atas kebaikanmu, kouwnio.”

“Jangan berkata demikian, taihiap. Sayalah yang berhutang budi dan nyawa...”

“Selamat berpisah, kouwnio, aku hendak melanjutkan perjalanan.”

Si Kwi masih hendak mencegah, namun pemuda itu telah menggerakkan kakinya dan berkelebat lenyap di antara rumpun alang-alang yang tinggi. Dia terkejut dan kagum bukan main. Dia sendiri adalah seorang yang memiliki ilmu gin-kang yang tinggi, namun gerakan pemuda itu demikian cepatnya sehingga dia maklum bahwa dibandingkan dengan tingkat kepandaian putera ketua Cin-ling-pai itu, kepandaiannya seperti permainan kanak-kanak saja!

Jantungnya berdebar ketika dia teringat bahwa pemuda itu adalah putera seorang ketua perkumpulan yang amat besar dan terkenal. Subonya selalu menolak pinangan pemuda-pemuda yang jatuh cinta kepadanya karena subonya hanya mau menjodohkan dia dengan pemuda pilihan, bangsawan atau putera ketua perkumpulan yang berilmu tinggi dan terkenal. Dan pemuda tadi...

“Ah, aku melamun yang bukan-bukan!: dia mencela diri sendiri, akan tetapi dara itupun kini melangkah, bukan melanjutkan perjalanan ke selatan, melainkan kembali ke utara, karena dia ingin kembali ke Lembah Naga! Pertemuannya dengan Bun Houw, mendengar bahwa pemuda itu akan menyerbu Lembah Naga, membuat dia khawatir sekali dan berubah sama sekali niatnya. Dia harus kembali ke Lembah Naga, dia tidak mungkin bisa meninggalkan pemuda itu begitu saja tertimpa malapetaka di Lembah Naga!

Bun Houw berlari cepat akan tetapi juga dengan penuh kewaspadaan. Dia maklum akan bahaya yang terdapat di Padang Bangkai ini dan merasa bersyukur bahwa dia dapat menolong Si Kwi sehingga mendapatkan petunjuk-petunjuk yang amat berharga dari gadis itu.

Dari Si Kwi dia mendengar tadi bahwa In Hong masih dalam keadaan baik-baik saja, karena memang gadis itu ditawan untuk dipergunakan sebagai umpan. Mendengar bahwa In Hong masih selamat, hatinya lega bukan main. Memang amat penting baginya untuk merampas kembali Siang-bhok-kiam, akan tetapi yang lebih penting lagi adalah menyelamatkan In Hong.

Dirabanya perhiasan rambut burung hong kumala yang selalu berada di saku bajunya bagian dalam, kemudian dirabanya pedang Hong-cu-kiam yang melilit pinggangnya. Apapun yang terjadi, dia harus menyelamatkan In Hong!

Tiba-tiba dia berhenti dan menyelinap di balik rumpun alang-alang ketika dari jauh dia melihat serombongan orang berjalan sambil tertawa-tawa, akan tetapi di antara suara ketawa banyak orang laki-laki itu dia mendengar suara isak tangis seorang wanita!

Ketika rombongan itu telah tiba dekat, dia memandang dengan mata berkilat saking marahnya. Rombongan itu terdiri dari belasan orang laki-laki tinggi besar dan di tengah-tengah mereka terdapat seorang wanita cantik yang telanjang bulat, kedua tangannya dipegangi banyak orang dan dia setengah diseret menuju ke sebuah padang rumput hijau tak jauh dari situ. Dia mendengar dari penuturan Si Kwi tadi bahwa padang rumput hijau itu amat berbahaya, karena di bawahnya menyembunyikan lumpur maut yang sekali diinjak akan menyedot tubuh manusia dan di dalamnya terdapat lintah dan binatang lain yang beracun.

Dewi Maut







Tidak ada komentar: