***

***

Ads

Kamis, 26 Januari 2017

Dewi Maut Jilid 172

Pada saat itu, seorang pengawal datang dengan cepat dan memberi hormat, lalu melapor dalam bahasa yang tidak dimengerti oleh dua orang pemuda itu.

Mendengar laporan itu, Sabutai berseri wajahnya dan berkata,
“Tio-sicu dan Souw-sicu, tunggu sebentar! Baru saja pengawal kami melaporkan bahwa isteri kami mendengar akan kunjungan utusan kaisar dan kini beliau minta kepada ji-wi untuk menjenguk putera kami. Kami adalah sahabat kaisar, maka ji-wi sebagai utusan kaisar tentu juga merupakan sahabat kami pula. Bagaimana ji-wi dapat bercerita di kota raja tentang putera kami kalau ji-wi tidak menjenguknya? Nah, isteri kami telah mengundang, harap ji-wi suka masuk ke dalam sebentar.”

Tentu saja Tio Sun dan Souw Kwi Beng tidak berani menolak undangan yang ramah ini dan mereka berdua lalu diantar oleh empat orang pengawal menuju ke dalam yang ternyata suasananya tenteram dan tenang, tidak seramai di tempat pesta itu.

Mereka melalui ruangan-ruangan dan lorong-lorong, akhirnya mereka tiba di tempat kediaman Puteri Khamila. Di dalam sebuah kamar yang bersih dan sejuk, terdapat sebuah ayunan bayi yang dijaga oleh lima orang pelayan wanita. Agaknya, para pelayan itu sudah menerima perintah dari Puteri Khamila, karena begitu melihat empat orang pengawal yang mengantar dua orang pemuda asing itu, mereka lalu mundur dan mempersilakan mereka masuk.

“Ji-wi (tuan berdua) dipersilakan masuk dan menjenguk pangeran,” kata seorang di antara empat pengawal itu dengan bahasa yang lancar akan tetapi kaku.

Tio Sun dan Souw Kwi Beng lalu melangkah memasuki kamar itu dan menghampiri ayunan bayi. Mereka menjenguk dan melihat seorang bayi yang amat sehat dan mungil, sedang tidur terlentang dengan nyenyaknya. Dua orang pemuda itu tentu saja memandang dengan penuh perhatian dan diam-diam mereka memuji bahwa putera Sabutai ini memang seorang anak bayi yang sehat dan tampan, juga biarpun masih bayi sudah membayangkan keagungan.

Pada saat itu, terdengar suara kaki melangkah dari dalam dan semua pelayan, juga empat orang pengawal itu cepat menjatuhkan diri berlutut. Souw Kwi Beng dan Tio Sun menengok dan mereka terkejut melihat seorang wanita yang berpakaian indah, keluar dari pintu dalam dan mereka dapat menduga bahwa tentu inilah permaisuri atau isteri Raja Sabutai, maka mereka cepat memberi hormat dengan menjura sampai dalam.

“Saya mendengar bahwa ji-wi adalah utusan dari kaisar, benarkah?” suara Khamila yang halus dan merdu itu terdengar tidak kaku sehingga dua orang muda itu menjadi kagum.

Tidak mereka sangka bahwa isteri dari raja liar Sabutai itu seorang wanita yang begini muda, cantik jelita dan juga terpelajar.

Tio Sun yang tadi sudah terlanjur mengaku sebagai utusan kaisar, tentu saja tidak berani menyangkal lagi.

“Benar, kami berdua datang dari kota raja.”






“Kalian diutus untuk menghadiri pesta perayaan kelahiran puteraku?” kembali sang puteri bertanya, dan aneh, suaranya agak tergetar.

“Maaf, harap paduka suka memaafkan kami. Sesungguhnya... eh, agaknya sri baginda kaisar belum mendengar akan kelahiran putera Sri Baginda Sabutai, dan kami diutus untuk menyelamatkan nona Yap In Hong, sedangkan kami hanya kebetulan mampir ketika mendengar akan perayaan ini untuk menyelidiki dimana kami dapat mencari nona Yap.”

“Dan kalian sudah tahu tempatnya?”

“Berkat kemurahan hati Sri Baginda Sabutai, kami telah diberi tahu.”

Hening sejenak. Para pengawal dan pelayan masih berlutut dan pelayan tidak berani mengangkat muka memandang sang puteri.

“Saya mendengar bahwa keturunan raja-raja di negerimu sana adalah manusia-manusia utusan Tuhan yang ketika lahir ada tanda-tanda tertentu di tubuh mereka. Sampaikan kepada kaisar dan keluarga kerajaan di negerimu bahwa puteraku inipun mempunyai tanda tahi lalat merah di sebelah kanan pusar. Ingin aku mendengar apakah itupun merupakan tanda dari Tuhan.”

Tio Sun dan Souw Kwi Beng terharu mendengar ini. Harapan seorang ibu di manapun sama saja, tidak perduli ibu itu seorang petani biasa atau seorang permaisuri, yaitu harapan agar puteranya kelak menjadi orang yang mulia dan bahagia!

“Kami menghaturkan selamat atas kelahiran putera paduka dan semoga sang pangeran diberi berkah dan panjang usia. Kami akan menyampaikan semuanya ke kota raja,” jawab Tio Sun tanpa berani menyebut kaisar karena bagaimana dia berani menghadapi kaisar untuk menyampaikan semua ini?

“Terima kasih. Kalian menghadapi tugas yang amat berat. Nah, kalian pergilah,” sambil berkata demikian, puteri itu menyerahkan sehelai kertas terlipat dan berbisik, “Bukalah jika menemui kesulitan.” Lalu puteri itu memberi perintah kepada pengawal untuk mengantar dua orang tamu itu keluar.

Sambil menggenggam kertas itu dengan hati penuh pertanyaan, Tio Sun memberi hormat, diturut oleh Kwi Beng, kemudian keduanya lalu mundur dan meninggalkan kamar itu. Tio Sun cepat mengantongi kertas itu dan ketika Sabutai menyambut mereka, Tio Sun cepat memberi hormat dan berkata,

“Putera paduka sungguh sehat dan tampan semoga diberkahi Tuhan dan dikurniai usia panjang.”

“Ha-ha-ha, terima kasih, sicu. Kelak dia tentu akan menjadi seorang yang lihai seperti sicu.”

Dua orang pemuda itu lalu berpamit dan pergilah mereka meninggalkan tempat itu, langsung keluar dari tembok benteng dan melanjutkan perjalanan mereka mencari tempat yang kini telah mereka ketahui, yaitu Lembah Naga, yang sudah mereka ketahui dari Raja Sabutai.

Di tengah perjalanan, Tio Sun mengeluarkan secarik kertas yang diterimanya dari Puteri Khamila tadi. Ternyata ada tulisannya, dua baris huruf-huruf indah.

“Menemukan kelemahan Hek Pek tidaklah mudah, harus dicari dari lutut ke bawah!”

Tio Sun dan Kwi Beng menjadi girang bukan main. Mereka sudah khawatir mendengar keterangan Raja Sabutai bahwa dua orang gurunya itu memiliki ilmu baru yang hebat, yaitu kekebalan yang tak terlawan oleh pukulan sakti atau senjata pusaka. Mereka percaya akan keterangan itu karena seorang seperti Sabutai tidak nanti membohong atau menyombongkan sesuatu yang tidak ada kenyataannya.

Maka kini, membaca tulisan Puteri Khamila mereka selain terheran-heran juga merasa girang sekali. Diam-diam mereka menghafal bunyi tulisan itu lalu merobek-robek kertas itu dan mereka menduga-duga mengapa puteri itu mau membuka rahasia kakek dan nenek iblis itu kepada mereka.

Tentu saja dua orang pemuda itu tidak tahu bahwa Puteri Khamila sendirl merasa kaget, bingung dan penasaran ketika mendengar bahwa nona Yap In Hong diculik oleh Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li. Dia telah berhutang budi kepada In Hong, bahkan bersama dengan In Hong dia telah meloloskan Kaisar Ceng Tung dari tahanan.

Kini, mendengar bahwa In Hong diculik oleh kakek dan nenek iblis yang menjadi guru suaminya, dia merasa penasaran sekali. Akan tetapi, diapun maklum bahwa suaminya sendiri sebagai murid tentu tidak akan berdaya menghadapi kakek dan nenek itu, maka secara cerdik puteri ini lalu membujuk suaminya untuk bercerita tentang Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li.

Sabutai yang amat cinta kepada isterinya dan tidak melihat bahaya kalau rahasia guru-gurunya diketahui isterinya, tidak menyimpan rahasia sesuatu dan menceritakan bahwa kedua orang gurunya itu telah menguasai semacam ilmu kekebalan yang amat mujijat dan bahwa kelemahannya dia sendiri tidak tahu dengan pasti, hanya tahu bahwa kelemahannya itu terdapat di bagian tubuh dari lutut ke bawah.

Maka, ketika Khamila mendengar bahwa ada dua orang utusan kaisar hadir dalam pesta, cepat dia menuliskan rahasia kelemahan itu pada secarik kertas, kemudian dia mengundang dua orang utusan itu untuk menjenguk puteranya. Dalam peristiwa ini, dia mempunyai dua maksud. Pertama, mengabarkan tentang keadaan puteranya pada ayah kandungnya, yaitu Kaisar Ceng Tung, dan kedua, dia dapat membocorkan rahasia kekebalan dua orang kakek dan nenek yang menculik In Hong.

**** 172 ****
Dewi Maut







Tidak ada komentar: