***

***

Ads

Rabu, 15 Februari 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 041

Diam-diam Kim Hong Liu-nio merasa curiga dan ragu-ragu. Kalau benar anak Cia Bun Houw, sungguh mengherankan mengapa bisa berada di Lembah Naga? Bukankah anak ini katanya menjadi anak angkat Kui Hok Boan? Akan tetapi melihat sikapnya, anak ini jelas bukan anak sembarangan, dan memang ada pantasnya kalau menjadi anak seorang yang luar biasa. Membunuh anak ini memang mudah, akan tetapi hatinya akan selalu merasa penasaran, dan memang seperti dikatakan anak ini tadi, membunuh anak ini sama sekali bukan hal yang dapat dibanggakan, bahkan menodai nama besarnya sebagai seorang gagah perkasa.

Tangan kirinya sudah diangkat, siap untuk mengeluarkan tamparan maut, akan tetapi tangan itu turun kembali. Bohwat (kehabisan akal) juga dia menghadapi anak yang luar biasa ini. Akan tetapi dia teringat akan sesuatu, lalu dia mengambil keputusan untuk menyelidiki keadaan anak ini sampai dia yakin betul sebelum dia turun tangan.

“Eh, anak setan! Kalau benar engkau putera Cia Bun Houw seperti yang kau akui itu, katakan siapa ibumu!”

Kim Hong Liu-nio mendengar bahwa musuh besar utama gurunya itu, yaitu musuh utama yang bernama Cia Bun Houw, berjodoh dengan seorang pendekar wanita sakti yang menjadi musuh besar gurunya pula, yaitu yang bernama Yap In Hong. Akan tetapi dia tidak tahu apakah mereka itu terus menjadi suami isteri ataukah tidak karena kabarnya belum pernah mereka itu menikah, atau belum pernah pernikahan antara mereka itu dirayakan karena pernikahan mereka itu tidak direstui oleh ayah pendekar Cia Bun Houw itu.

Akan tetapi jawaban Sin Liong benar-benar mengejutkan Kim Hong Liu-nio. Anak itu dengan suara lantang berkata,

“Aku tidak tahu siapa nama ibuku, akan tetapi ibu kandungku itu meninggal dunia dan dia juga seorang pendekar wanita yang sakti karena dia dahulu adalah murid mendiang Hek I Siankouw.”

“Ahhh...!”

Sekali ini Kim Hong Liu-nio berseru kaget dan memandang kepada Si Kwi dengan mata terbelalak lebar. Wanita yang biasanya bersikap dingin dan angkuh itu sekali ini tidak mampu menyembunyikan perasaan herannya sehingga dia memandang bengong kepada Si Kwi seperti seorang yang tolol.

Si Kwi menundukkan mukanya dan seperti kepada diri sendiri dia berbisik-bisik tanpa ada suara keluar dari mulutnya. Kim Hong Liu-nio masih tetap menatap wajah Si Kwi dan tanpa mengalihkan pandang matanya, akan tetapi dia menujukan pertanyaannya kepada Sin Liong.

“Anak setan, kau bohong! Bagaimana kau tahu akan semua itu? Siapa yang memberi tahu kepadamu?”

“Kau berani bilang bohong? Yang memberi tahu kepadaku adalah ibu angkatku sendiri! Jangan menuduh yang bukan-bukan, kalau kau takut terhadap ayahku, katakanlah saja terus terang!”

Kini wanita itu melangkah maju menghadapi Si Kwi dan terdengar suaranya aneh sekali, agaknya seperti orang terheran-heran,

“Liong Si Kwi, benarkah itu?”

Si Kwi menundukkan mukanya dan muka itu kini menjadi merah sekali. Dengan suara lirih dia berkata,






“Benar... ibu kandungnya... sudah mati...”

Tiba-tiba terdengar suara ketawa nyaring sekali dan Hok Boan bersama anak-anaknya yang berada di situ terkejut bukan main. Wanita itu kini tertawa, suara ketawanya aneh, merdu dan nyaring akan tetapi mendekati suara tangis! Wanita itu agaknya geli bukan main, tertawa-tawa sampai ada beberapa butir air mata membasahi pipinya dan dia masih tertawa seperti orang terisak ketika dia menggunakan ujung sabuk merah menghapus air matanya!

“Hi-hi-hik, Liong Si Kwi, kau kira rahasia busuk bisa ditutupi selamanya? Jadi, ketika engkau berjina dengan Cia Bun Houw dahulu itu, sampai tangan kirimu dibuntungi sebagai hukuman, ternyata hasilnya adalah bocah ini? Ah, kiranya engkau melahirkan keturunan Cia Bun Houw!”

“Ehhh...?”

Kui Hok Boan terkejut bukan main. Rahasia itu sama sekali tidak pernah didengarnya dari isterinya, maka diapun memandang kepada isterinya dengan mata terbelalak.

Liong Si Kwi merasa bahwa dia tidak perlu menyangkal pula karena rahasia itu telah terbuka oleh pengakuan Sin Liong tadi. Pengakuan anak itu tentu tidak akan membuka rahasianya kalau didengar orang lain. Akan tetapi wanita ini adalah utusan Raja Sabutai, tentu saja telah mendengar akan semua peristiwa yang dialaminya belasan tahun yang lalu di Lembah Naga, ketika Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li menawan pendekar sakti Cia Bun Houw (baca cerita Dewi Maut). Mukanya menjadi merah dan karena sudah kepalang bahwa rahasianya telah diketahui orang, dia lalu berkata,

“Benar, anak ini adalah anak kandungku dari pendekar sakti Cia Bun Houw!”

“Ibu...!”

Sin Liong berseru, akan tetapi pada saat itu nampak segulung sinar merah berkelebat dan Sin Liong terguling roboh ketika dia hendak lari kepada ibunya, karena dia telah terdorong oleh sambaran ujung sabuk yang menyentuh pundaknya.

Agaknya wanita itu tidak bermaksud membunuhnya, maka sentuhan ujung sabuk merah itu hanya membuat anak itu terguling. Lalu kelihatan asap mengepul dan ternyata wanita itu telah menyalakan sebatang hio (dupa biting) dan mengangkat kayu salib ke atas kepalanya.

“Liong Si Kwi, karena engkau telah melahirkan anak keturunan Cia Bun Houw, maka engkau terhitung keluarga dari Cia Bun Houw, maka bersiaplah engkau untuk menebus dendam guruku, Hek-hiat Mo-li dengan nyawamu!”

“Tidak...! Jangan...!”

Kui Hok Boan berteriak dan menerjang ke depan, akan tetapi kembali sinar merah berkelebat dan sasterawan itu terpelanting.

Si Kwi maklum bahwa percuma saja mencoba untuk menyelamatkan dirinya dengan kata-kata terhadap wanita iblis ini, juga melarikan diri tidak akan ada gunanya, maka karena dia masih memegang pedangnya, dia lalu berteriak nyaring dan tiba-tiba saja tangan kanan yang memegang pedang itu bergerak menyerang dengan tusukan kilat ke arah dada wanita yang menyeramkan itu.

“Bagus, dengan begini kau patut mati sebagai keluarga Cia!” kata Kim Hong Liu-nio dengan suara girang sekali karena memang dia akan merasa terhina dan kecewa kalau membunuhi musuh-musuh gurunya tanpa perlawanan, seperti yang dikatakan oleh anak setan tadi.

Kalau musuhnya melawan, berarti dia membunuh musuh yang dapat melawan, bukan sebagai srigala yang menggerogoti bangkai!

“Cringgg...!” Kembali pedang itu ditangkis oleh lengan kirinya yang memakai gelang.

“Ihhh...!”

Si Kwi menjerit karena tertangkis oleh gelang di lengan wanita itu, dia merasa pergelangan tangannya tertotok oleh ujung biting, nyeri sekali rasanya dan tanpa dapat dicegahnya lagi, jari-jari tangannya yang seperti lumpuh sesaat itu melepaskan gagang pedangnya yang jatuh berdenting ke atas lantai!

Terdengar wanita itu tertawa, akan tetapi Si Kwi sudah cepat menggerakkan tangannya. Terdengar suara angin bersiutan dan sinar-sinar kecil hitam menyambar ke arah tujuh jalan darah di depan tubuh wanita itu. Itulah Hek-tok-ting (Paku Hitam Beracun), senjata rahasia yang ampuh dari Liong Si Kwi. Setiap paku merupakan ancaman maut dan tujuh batang paku itu menyambar dengan kecepatan yang amat hebat karena dilepaskan dari jarak yang hanya tiga meter jauhnya!

“Hemm...!”

Wanita cantik itu benar-benar hebat bukan main. Dia tidak kelihatan gugup sama sekali, bahkan memandang rendah. Tangan kiri yang memegang sebatang hio itu tidak bergerak, akan tetapi tangan kanan yang memegang kayu salib bergerak cepat ke atas dan menyambar ke bawah. Dan ternyata bahwa paku-paku itu semua menancap di atas papan kayu berbentuk salib itu, dan hebatnya, semua paku-paku itu menancap di bagian ujung kayu yang bertuliskan huruf Cia!

Wanita itu bukan hanya mampu menangkis semua paku, akan tetapi lebih daripada itu, dia mampu membuat semua paku itu menancap di tempat yang sama, yaitu di ujung yang ditulisi huruf Cia, seolah-olah menjadi tanda bahwa calon korbannya itu adalah keluarga marga atau she Cia!

Bukan main kagetnya hati Si Kwi. Dia tadi mendengar bahwa wanita ini adalah murid Hek-hiat Mo-li, akan tetapi dia yang pernah menyaksikan kesaktian Hek-hiat Mo-li, kini harus mengakui bahwa wanita iblis ini agaknya malah lebih lihai daripada gurunya.

Akan tetapi dia telah nekat. Rahasianya telah dibuka dan tentu hal itu akan mempengaruhi hubungan antara dia dan suaminya. Selain itu, dia harus mencoba untuk membela Sin Liong, anak kandungnya sendiri, di samping itu, kini terancam bahaya maut dalam mempertahankan nama Cia Bun Houw, pria pertama yang pernah merebut kasih sayangnya, dia teringat akan pendekar itu dan hatinya dipenuhi oleh perasaan mesra dan bangga karena dia diperbolehkan membela nama pendekar sakti itu sebagai keluarganya!

Maka dengan teriakan nyaring dia lalu menubruk ke depan, menggunakan tangannya untuk mencengkeram ke arah kepala lawan, sedangkan tangan kirinya yang buntung itu dipergunakannya untuk menotok ke arah ulu hati!

“Robhlah engkau, ibu dari anak keturunan Cia Bun Houw!”

Tiba-tiba Kim Hong Liu-nio membentak dan sinar api kecil meluncur ke depan ketika tubuhnya mencelat mundur. Itu adalah sinar api dupa biting yang masih bernyala dan yang kini melesat ke depan, meluncur seperti anak panah cepatnya.

Si Kwi pernah menyaksikan wanita ini membunuh orang dengan sebatang hio, maka dia terkejut sekali dan berusaha mengelak, namun dia kurang cepat karena dia tadi sedang dalam keadaan menyerang.

“Cuss...!”

Dupa biting itu menyambar dahinya dan tepat sekali menusuk di antara kedua alisnya sampai semua gagang hio itu lenyap!

Si Kwi mengeluarkan jeritan lirih dan tubuhnya terjengkang, roboh terlentang dan tewas seketika dengan hio masih menancap di dahinya dan hio itu masih membara, mengeluarkan asap ke atas! Seolah-olah nyawa wanita itu melayang melalui asap yang keluar dari dahinya itu!

Kui Hok Boan terbelalak pucat dan terdengar jerit-jerit memilukan dari Lan Lan, Lin Lin yang menubruk ibu mereka sambil menangis. Terdengar suara gerengan liar seperti seekor monyet marah dan Sin Liong sudah meloncat, loncatan yang dilakukan menurutkan nalurinya sebagai binatang, yang diperolehnya dalam pergaulan dengan para monyet, dan dia sudah menubruk ke arah Kim Hong Liu-nio!

Wanita ini sedang memandang mayat lawannya dengan senyum penuh kepuasan ketika Sin Liong menubruk. Tentu saja dia tahu akan serangan anak itu dan dia sudah menggerakkan tangan kirinya untuk memapaki kepala anak itu dengan tamparannya. Akan tetapi dia teringat akan maki-makian dan tantangan anak itu tadi, maka dia menahan tangannya karena merasa malu kalau harus membunuh seorang bocah yang sudah berani menantangnya seperti itu.

Karena dia menahan tangannya dan karena dia memandang rendah kepada Sin Liong, maka Sin Liong berhasil menubruknya dari belakang dan seperti seekor monyet marah atau seekor harimau kelaparan, Sin Liong mencengkeram dengan kedua tangannya. Tanpa disadarinya, kedua tangan itu memeluk Kim Hong Liu-nio dan kedua tangan itu yang mencengkeram sekenanya telah mencengkeram buah dada wanita itu! Kemudian Sin Liong membuka mulutnya dan menggigit tengkuk!

“Ihhhh...!”

Kim Hong Liu-nio menjerit, bukan karena gigitan pada tengkuknya, melainkan karena cengkeraman pada kedua buah dadanya itu. Tiba-tiba dia merasa seluruh tubuhnya menggigil, jantungnya berdebar keras kepalanya menjadi pening!

Patut diketahui bahwa Kim Hong Liu-nio adalah seorang wanita berusia tiga puluh tahun yang masih perawan, yang selama hidupnya belum pernah bersentuhan dengan pria walaupun sudah sering dia mimpi akan hal itu. Kini, merasa betapa tubuhnya dipeluk dan dadanya diraba tangan seorang laki-laki, biarpun laki-laki yang masih anak-anak, dia seperti kemasukan getaran halilintar, tubuhnya menjadi panas dingin dan tak terasa lagi dia menjerit.

Akan tetapi, hanya sebentar saja dia dikuasai perasaan aneh itu. Sekali wanita sakti ini menggoyang tubuhnya, Sin Liong terlempar dan terbanting keras ke dinding ruangan itu. Sin Liong roboh dan pingsan!

Kui Hok Boan kini bangkit dan dengan terpincang-pincang dia berdiri menghadang di depan anak-anak itu, khawatir kalau-kalau anak-anaknya akan dibunuh semua oleh wanita iblis itu.

Akan tetapi Kim Hong Liu-nio tersenyum dan menggeleng kepala. Kemudian menyimpan kembali kayu salib yang telah dicoretnya satu kali di bawah nama Cia, memasangnya di punggung dan dia lalu memandang kepada Kui Hok Boan.

“Jangan khawatir, karena engkau benar-benar tidak tahu-menahu tentang keluarga Cia, maka biarlah kau dan anak-anakmu yang tidak ada sangkut-pautnya dengan keluarga Cia, kuampuni. Akan tetapi anak itu akan kubawa dia ke keturunan musuh besarku!” Kim Hong Liu-nio menuding ke arah tubuh Sin Liong yang masih pingsan.

Kui Hok Boan adalah seorang yang pada dasarnya memang mempunyai watak pengecut, yaitu kalau sudah terancam bahaya maut barulah sifatnya ini menonjol. Tadinya, dia masih berwatak gagah melindungi isterinya dan melindungi pula Sin Liong, akan tetapi kini semua kegagahannya itu luntur dan lenyap dan dia berubah menjadi seorang yang rendah diri.

“Terima kasih atas pengampunan kouwnio...” katanya lirih sambil menundukkan mukanya.

“Sekarang dengarlah, Kui Hok Boan. Aku diutus oleh Sri Baginda Sabutai untuk memberi tahu kepadamu bahwa sebelum enam bulan, engkau harus sudah meninggalkan Istana Lembah Naga ini, dan semua penghuni dusun-dusun yang berada di sekitar tempat inipun semua harus pergi. Kalau sudah lewat enam bulan dan masih ada orang yang berada di sekitar sini, jangan salahkan kami kalau kami akan membunuhnya. Mengertikah kau?”

Kui Hok Boan terkejut sekali dan cepat dia mengangguk-angguk.
“Baik... baik... akan saya taati...”

Melihat betapa Kui Hok Boan yang tadi gagah seperti harimau kini menjadi jinak seperti domba, padahal mayat isterinya masih hangat rebah di depannya, Kim Hong Liu-nio mengeluarkan suara mengejek,

“Huh!”

Lalu dia membalikkan tubuhnya menyambar lengan Sin Liong yang diseretnya dan dibawanya keluar dari ruangan itu, tanpa menoleh sedikitpun ke belakang lagi.

“Sin Liong...!” Tiba-tiba Lin Lin menjerit dan bangkit berdiri, hendak lari mengejar agaknya.

“Lin Lin...!” Hok Boan membentak dan cepat dia menyambar lengan anaknya.

Kim Hong Liu-nio berhenti melangkah ketika sampai di pintu, menoleh dan melihat betapa empat orang anak-anak itu memandang ke arah Sin Liong sambil menangis. Maka berkatalah dia,

“Orang she Kui, empat orang anak itu jauh lebih baik daripada engkau!” Lalu sekali berkelebat lenyaplah bayangan wanita itu dari situ.

Maka terdengarlah tangis dan ratap di dalam ruangan itu, dan tak lama kemudian, ratap tangis itu makin riuh ketika para pelayan melihat bahwa nyonya majikan mereka telah tewas.

Istana Lembah Naga diliputi suasana berkabung. Lan Lan dan Lin Lin menangis tiada hentinya, dan Kui Hok Boan termenung dengan penuh penyesalan. Baru terhadap Si Kwi dia benar-benar pernah mencinta dan setelah menikah dengan Si Kwi, sifatnya yang mata keranjang menjadi reda.

Akan tetapi kini Si Kwi telah tewas dan meninggalkan dia seorang diri bersama empat orang anak! Akan tetapi, kemudian dia teringat bahwa biarpun dia harus pindah dari Lembah Naga, dan dia memang bermaksud kembali ke selatan, namun dia telah menemukan harta karun dan kini telah menjadi seorang yang kaya raya, maka dia tidak merasa khawatir. Hanya sedikit kebimbangan mengganggu hatinya. Di selatan dia mempunyai banyak musuh!

**** 041 ****
Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: