***

***

Ads

Rabu, 15 Februari 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 043

“Tidak, seujung rambutpun tidak. Paling-paling kalian akan dapat membunuhku.”

“Kau tidak takut mati?”

Sin Liong menggeleng kepala.
“Apa kau takut?” dia balas bertanya.

Han Houw terbelalak, berpikir sejenak, lalu mengangguk.
“Aku takut dan agak ngeri juga.”

“Apa kau pernah tahu bagaimana mati itu?”

“Tentu saja belum!”

“Kalau begitu, bagaimana bisa takut?”

Han Houw tercengang, bingung, lalu menjawab ragu,
“Entahlah. Eh, kalau kau tidak takut kepada kami apakah kau berani bertanding melawan aku?”

Sin Liong memandang Han Houw dari atas sampai ke bawah. Anak itu tentu lebih tua dua tahun daripada dia, lebih tinggi dan tegap. Dan mengingat bahwa anak ini adalah sute dari Kim Hong Liu-nio, maka tentu ilmu silatnya juga hebat.

“Aku tidak ada urusan apa-apa dengan engkau, mengapa mesti bertanding?”

“Kau takut?”

“Takut sih tidak.”

“Kalau begitu kau berani.”

“Tentu saja berani, akan tetapi, aku tidak mau. Tidak ada persoalannya, mengapa berkelahi?”

“Ha-ha, itu hanya alasan. Kau tentu takut kalah.”

“Mengapa takut kalah? Tentu saja aku kalah olehmu, akan tetapi aku tidak takut.” Dan melihat sinar mata penuh ejekan itu, Sin Liong melanjutkan. “Kalau ada alasannya yang kuat, tentu aku akan menerima tantanganmu.”






Tiba-tiba Kim Hong Liu-nio yang sejak tadi memang merasa mendongkol dan kini sedang duduk di atas batu dekat kereta sambil mendengarkan, berkata-kata dalam Bahasa Mongol kepada Han Houw. Sin Liong tidak mengerti artinya, akan tetapi kemudian Han Houw lalu menghampirinya dan berkata,

“Ah, kiranya engkau ini anak monyet! Engkau anak gelap, anak haram!”

“Bohong! Keparat kau!” Sin Liong membentak marah.

“Kalau benar kau bukan anak monyet dan anak haram, kau tentu akan berani melawan aku!”

“Ceng Han Houw, biar matipun aku tidak takut padamu!” kata Sin Liong dan anak yang sudah marah sekali ini lalu menyerang dengan ganas!

Han Houw tertawa, dengan mudah saja dia mengelak ke samping dan sekali kakinya bergerak, kaki Sin Liong sudah ditendangnya dari samping, membuat Sin Liong terpelanting roboh. Akan tetapi, tanpa memperdulikan rasa nyeri akibat terbanting itu, Sin Liong sudah meloncat bangun lagi dan menyerang kembali.

Sin Liong menggunakan jurus ilmu silat akan tetapi tentu saja gerakannya itu masih kaku dan lemah bagi Han Houw dan kembali sambil mengelak Han Houw menggerakkan tangannya, menampar pundak Sin Liong dan membuat anak itu terbanting lebih keras lagi! Namun berkali-kali Sin Liong bangun dan terus menyerang.

“Kau tidak mau mengaku kalah? Hayo mengaku kalah!” berkali-kali Han Houw mendesak, akan tetapi Sin Liong sama sekali tidak memperdulikannya dan terus dia menyerang dengan membabi-buta, biarpun kulit tubuhnya sudah lecet-lecet dan luka-luka di punggungnya yang dicambuki oleh ayah angkatnya itu terasa nyeri dan berdarah lagi.

Tadi Han Houw diberi tahu oleh sucinya dalam Bahasa Mongol bagaimana harus membangkitkan kemarahan dan perlawanan anak aneh itu dan benar saja setelah dia memaki anak monyet dan anak haram, Sin Liong melawannya mati-matian. Dan kini, Han Houw kewalahan melihat kenekatan bocah itu, yang biarpun sudah dibuatnya jatuh bangun, namun sama sekali tidak pernah mau menyerah dan mengaku kalah.

Dia sebenarnya merasa kagum dan suka kepada anak ini dan tidak ingin melukainya hebat, apalagi membunuhnya. Maka, melihat kenekatan Sin Liong, tiba-tiba Han Houw menggunakan jari telunjuknya menotok yang tepat mengenai pundak kanan, yaitu jalan darah Kian-keng-hiat dan seketika Sin Liong roboh dengan lemas karena tubuhnya menjadi lumpuh seketika!

Han Houw menghapus keringat di dahinya dengan saputangan.
“Wuuhhh, bocah ini benar-benar bernyali harimau!” katanya. “'Suci, engkau menawan harimau cilik ini untuk apakah?”

“Untuk memaksa ayah kandungnya muncul dan menghadapiku.”

“Hemm, untuk semacam sandera?”

“Begitulah.”

“Wah, hal itu akan repot sekali. Dia buas dan ganas seperti harimau, tentu hanya akan menyusahkan saja dalam perjalanan,” kata Han Houw. “Dan anak seperti ini, jika memperoleh kesempatan sedikit saja, tentu akan melarikan diri, suci.”

Kim Hong Liu-nio tersenyum dan mengeluarkan sebatang jarum putih terbuat daripada perak.

“Aku mempunyai cara untuk memaksanya agar jangan meninggalkan kita, jangan melarikan diri.”

Dari saku bajunya, Kim Hong Liu-nio mengeluarkan sebuah bungkusan kertas, membukanya dan nampaklah bubukan berwarna kuning. Dia mengoleskan ujung jarum perak di bubukan kuning itu dan seketika ujung jarum itu berubah menjadi biru kehitaman, tanda bahwa bubukan itu mengandung racun.

Kemudian Kim Hong Liu-nio menghampiri tubuh Sin Liong yang masih rebah terlentang. Anak ini tidak mampu bergerak karena tubuhnya seperti lumpuh, akan tetapi matanya masih memandang dengan mendelik penuh kemarahan, sama sekali tidak kelihatan takut.

“Biarlah dia melarikan diri kalau bisa. Andaikata bisapun, dia akhirnya akan mencari aku karena nyawanya berada di tanganku,” kata Kim Hong Liu-nio dengan tersenyum.

Han Houw membelalakkan matanya.
“Suci hendak menggunakan Hui-tok-san (Bubuk Racun Api)?”

Kim Hong Liu-nio hanya tersenyum, lalu menghampiri Sin Liong. Dengan gerakan cepat dia menusukkan jarum perak yang ujungnya biru menghitam itu ke arah betis kaki kanan Sin Liong.

Sin Liong merasa nyeri betis kanannya, akan tetapi dia tidak mengeluh, hanya memejamkan matanya. Betisnya terasa panas sekali seperti digigit ribuan ekor semut, dan dia harus menggigit bibirnya untuk menahan perasaan yang amat menyiksa ini, rasa panas gatal tanpa dapat menggaruknya!

Hah Houw lalu menotok pundaknya, membebaskan totokannya dan Sin Liong meraba betis kanannya, hendak menggaruk.

“Jangan garuk! Begitu kau garuk, kau akan mati konyol!”

Kim Hong Liu-nio berseru. Sin Liong terkejut dan tidak jadi meraba betisnya. Dia tidak takut mati, tetapi dia belum mau mati konyol. Masih banyak hal yang harus dilakukannya di dunia ini, pertama mencari ayahnya dan ke dua, sekali waktu membalas kepada iblis betina ini. Maka dia tidak mau membunuh diri secara konyol.

“Hui-tok-san telah berada di jalan darahnya.”

Kim Hong Liu-nio berkata dengan suaranya yang merdu dan halus, bibirnya tersenyum akan tetapi kini Sin Liong mulai mengenal senyum seperti itu, senyum yang menyembunyikan kekejaman seperti iblis,

“Racun itu berhenti di betismu dan tidak akan berbahaya kalau tidak kau garuk. Kalau kau garuk, maka racun itu akan berjalan cepat karena panasnya akibat garukan, dan makin cepat dia bergerak naik, makin cepat pula dia mencapai jantung dan mencabut nyawamu. Kalau kau diamkan saja, dalam waktu enam bulan barulah racun itu akan sampai di jantungmu dan mencabut nyawamu. Dan dalam waktu enam bulan itu, tentu aku sudah akan dapat berhadapan dengan ayah kandungmu!”

Han Houw bertepuk tangan memuji,
“Wah kau hebat, suci! Dengan demikian, dia tidak akan berani melarikan diri. Bukankah hanya engkau yang mempunyai obat penawarnya, suci?”

Kim Hong Liu-nio mengangguk.
“Mari kita berangkat ke Jeng-hwa-pang, sute!”

Wanita itu lalu mencengkeram tengkuk Sin Liong dan membawanya masuk ke dalam kereta, diikuti oleh Han Houw!

“Biarkan dia duduk bersamaku, suci. Dia dapat menjadi teman seperjalananku.”

Sin Liong lalu didudukkan di atas bangku kereta bersanding dengan Han Houw yang memandanginya penuh perhatian. Sin Liong duduk seperti seorang raja, tegak dan tidak mau melirik ke sana-sini, mulutnya cemberut dan dia seolah-olah tidak perduli sama sekali kepada dua orang yang berada di dalam kereta bersamanya itu.

Kim Hong Liu-nio bersuit dan muncullah tujuh belas orang pengawal itu. Dia mengeluarkan aba-aba dalam Bahasa Mongol dan bergeraklah kereta itu, ditarik oleh empat ekor kuda besar, berangkat menuju ke selatan, dikawal oleh para pengawal yang menunggang kuda.

Diam-diam Sin Liong merasa kagum dan heran juga. Mulailah dia melirik ke arah Han Houw yang duduk di sebelah kirinya. Dia menduga-duga siapa adanya pemuda ini yang ternyata amat lihai ilmu silatnya, jauh lebih lihai daripada Siong Bu atau Beng Sin. Dia mendengarkan wanita cantik itu berkata-kata kepada anak laki-laki ini, bicara dalam bahasa yang tidak dimengertinya. Dia tidak tahu bahwa Kim Hong Liu-nio bercerita kepada Han Houw tentang dirinya.

Akhirnya percakapan mereka berhenti dan Han Houw menyentuh lengannya. Dia menoleh. Dua pasang mata yang sama tajam bersinar-sinar saling bertemu. Han Houw tersenyum dan berkata,

“Kau memang hebat, adik kecil. Ayahmu patut dipuji.”

“Dan kau memang jahat, kekejaman kalian patut dicela!” jawab Sin Liong, memandang berani.

Han Houw tertawa.
“Ha-ha-ha, belum pernah selama hidupku bertemu dengan bocah seperti engkau ini. Namamu Cia Sin Liong? Eh, Sin Liong, setelah kita saling bertanding dan kini duduk sekereta, tentu engkau mau menjadi sahabatku bukan?”

“Persahabatan bukan hanya omong kosong belaka, tapi ditentukan oleh perbuatan dan perbuatanmu dan suci terhadap diriku sama sekali tidak bersabat!” Jawab pula Sin Liong.

Dia masih marah sekali dan tentu saja dia marah karena dia juga maklum bahwa di dalam tubuhnya telah mengeram racun jahat yang akan menewaskannya dalam waktu enam bulan, racun yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuhnya oleh wanita itu. Perbuatannya itu demikian kejam dan anak ini bicara tentang persahabatan!

Akan tetapi, Han Houw yang tadi mendengar dari sucinya tentang keadaan Sin Liong, tidak menjadi marah oleh jawaban itu. Dia amat tertarik lalu berkata,

“Engkau sejak kecil dipelihara oleh monyet-monyet besar? Betapa aneh, hebat, dan pengalamanmu itu sungguh luar biasa. Ingin aku mengalami hal seperti yang telah kau alami itu, Sin Liong. Dan engkau putera kandung Cia Bun Houw, pendekar yang kabarnya amat sakti itu. Bukan main! Aku ingin menjadi sahabatmu!”

Akan tetapi Sin Liong tidak mau menjawab lagi, bahkan membuang muka memandang ke luar jendela kereta, melihat betapa kereta dijalankan cepat melintasi padang rumput yang agak tandus dan dari jauh di depan nampak dinding yang amat panjang naik turun gunung, berbelok-belok seperti ular atau naga besar. Itulah agaknya Tembok Besar yang terkenal sebagai dongeng, yang pernah diceritakan kepadanya oleh Siong Bu dan Beng Sing, dua orang anak yang pernah menyeberangi tembok besar yang amat panjang itu.

**** 043 ****
Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: