***

***

Ads

Rabu, 15 Februari 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 045

Tiba-tiba lima orang pembantu utama Gak Song Kam bergerak maju ke depan. Seorang di antara mereka berkata,

“Tidak ada pengeroyokan! Pangcu kami mengundang untuk pibu. Kami berlima adalah pembantu-pembantu utamanya dan kami berlima biasa maju bersama. Biarlah kami mengawali pertandingan ini dan menjadi jago-jago fihak pangcu. Silakan kouwnio mengeluarkan jago kouwnio untuk menandingi kami!”

Kim Hong Liu-nio masih tersenyum dan memandang lima orang laki-laki itu. Usia mereka itu kurang lebih empat puluh sampai lima puluh tahun, semua bertubuh tegap dan nampaknya kuat, berpakaian ringkas dan mereka berlima memegang lima macam senjata pula.

Ada yang memegang pedang, golok, tombak, toya dan ruyung. Dia sudah mendengar dari para penyelidiknya bahwa lima orang pembantu dari Jeng-hwa-pang ini lihai sekali, apalagi kalau mereka maju bersama karena kelimanya merupakan ahli dalam barisan Ngo-heng-tin. Dia sendiri banyak mempelajari ilmu-ilmu silat dari berbagai cabang persilatan, akan tetapi dia belum mengenal Ngo-heng-tin, maka hatinya tertarik sekali.

“Hemm, jadi kalian berlima ini pembantu-pembantu Jeng-hwa-pangcu yang terkenal dengan ilmu Ngo-heng-tin? Kabarnya kalian adalah perampok-perampok dari Heng-san, benarkah?”

Wajah lima orang itu menjadi merah sekali. Memang mereka dahulunya sebelum menjadi tokoh Jeng-hwa-pang, adalah lima orang perampok di Heng-san yang terkenal. Ketika mereka dikalahkan dan ditundukkan oleh Jeng-hwa-pang, mereka lalu menggabung dan karena mereka itu lihai, maka kini mereka menjadi pembantu-pembantu utama dari Jeng-hwa-pangcu. Kini, disinggung masa lalu mereka, tentu saja mereka menjadi malu dan marah.

“Kami adalah Heng-san Ngo-houw, kami sudah siap membela pangcu kami, silakan kouwnio mengeluarkan jago kouwnio.”

“Suci, biarlah aku menghadapi mereka!”

Tiba-tiba terdengar Han Houw berteriak dan dia sudah meloncat keluar dari dalam kereta dan lari menghampiri tempat itu. Melihat ini, Sin Liong merasa tertarik dan diapun meloncat keluar dan mengikuti Han Houw.

Kim Hong Liu-nio mengerutkan alisnya. Sutenya ini paling suka bertanding silat! Memang sudah pandai sutenya ini, sudah banyak menguasai ilmu-ilmu silat tinggi karena memang memiliki bakat yang amat hebat, akan tetapi sutenya yang baru berusia empat belas tahun ini tentu saja masih belum memiliki pengalaman bertempur dan juga belum dapat dikatakan matang ilmu-ilmunya, sedangkan dia dapat menaksir bahwa lima orang ini merupakan jago-jago yang sudah kawakan dan berbahaya.

“Lebih baik jangan sute. Mereka ini adalah orang-orang berbahaya.”

“Biarlah, suci. Aku tidak takut.”

“Dan aku akan membantu Han Houw!” tiba-tiba Sin Liong berkata.

Kim Hong Liu-nio terkejut dan menoleh, memandang Sin Liong sambil mengerutkan alisnya. Anak ini sungguh lancang dan kurang ajar, menyebut sang pangeran dengan namanya begitu saja! Dan berlagak hendak membantu segala.






“Minggirlah engkau!” bentaknya. Kemudian dia menghadapi lima orang Hengsan Ngo-houw sambil berkata, “Kalian maju berbareng dengan berlima, sebaliknya suteku berani menghadapi kalian. Bagaimana kalau aku dan suteku maju bersama, jadi dua lawan lima? Aku ingin melatih suteku dan kalian merupakan lawan latihan yang baik sebelum aku membunuh kalian.”

Tentu saja lima orang itu menjadi makin marah karena ucapan itu jelas mengandung pandangan rendah sekali terhadap mereka.

“Majulah!” bentak orang tertua di antara mereka, “Majulah kalian berdua, ditambah beberapa orang lagipun tidak mengapa!”

“Suci, menurut suci, di antara mereka ini, pemegang senjata mana yang paling berbahaya?” Han Houw bertanya, sikapnya tenang.

“Lima batang senjata itu mempunyai keistimewaan masing-masing, sute, seperti juga sute telah ketahui dan pelajari. Akan tetapi, kalau sute menghadapinya dengan pedang, tentu saja masing-masing mempunyai kelemahan sendiri. Engkau tentu masih ingat bahwa melawan pemegang senjata panjang harus merapat, sebaliknya menghadapi lawan bersenjata pendek harus merenggang.”

“Tapi, senjata mereka ini lima macam, ada yang pendek ada yang panjang kalau mereka maju bersama...”

“Itulah lihainya Ngo-heng-tin, harap sute berhati-hati dan mengerahkan gin-kang...”

Lima orang itu sudah tidak sabar lagi. Mereka dijadikan bahan pelajaran ilmu silat! Maka mereka lalu bergerak mengurung wanita dan anak laki-laki itu, kemudian terdengar mereka berseru hampir berbareng,

“Lihat senjata!” Dan mulailah lima orang itu menggerakkan senjata masing-masing melakukan serangan!

“Cring-cring-cring...!”

Nampak sinar terang berkelebatan dan ternyata Han Houw telah mencabut pedang dan menangkis tiga batang senjata lawan yang menyambar, sedangkan dua batang senjata lain telah dikebut oleh ujung sabuk merah Kim Hong Liu-nio! Akan tetapi, lima orang itu sudah menyerang lagi lebih hebat dan gerakan mereka benar-benar amat luar biasa.

“Jangan tangkis, elakkan, pergunakan gin-kang dan lindungi diri dengan sinar pedang!” terdengar Kim Hong Liu-nio berseru dan dua orang ini segera berkelebatan dengan cepat sekali di antara sambaran lima batang senjata itu.

HanHouw mengerti bahwa sucinya menyuruh dia mengelak untuk dapat memperhatikan cara lima orang lawan itu melakukan penyerangan dengan tersusun dalam Ngo-heng-tin.

Dan memang demikianlah, Kim Hong Liu-nio diam-diam mempelajari gerakan lima orang itu dan dengan cepat dia sudah dapat menangkap inti dari kerja sama lima orang itu. Kiranya memang ada unsur ngo-heng di dalam gerakan-gerakan mereka yang saling membantu dan saling melindungi, seperti juga sifat dari lima zat pokok yaitu api, air, kayu, logam, dan tanah.

Ilmu berdasarkan ngo-heng ini memang hebat bukan main, dan setelah saling melindungi maka menjadi amat kuat. Akan tetapi segera Kim Hong Liu-nio melihat bahwa dasar dari tingkat ilmu yang dimiliki oleh lima orang itu tidak begitu kuat. Inilah kelemahan mereka. Andaikata mereka itu terdiri dari orang-orang yang memiliki dasar ilmu yang kuat, maka Ngo-heng-tin ini benar-benar amat sukar ditundukkan. Setelah melihat kelemahan lawan, maka dia tersenyum dan berkata kepada sutenya,

“Sute, kau sekarang boleh serang mereka yang memegang pedang dan golok! Pergunakan gerakan Lian-cu Siang-kiam (Tikaman Ganda Berantai)!”

Han Houw mentaati perintah sucinya dan cepat pedangnya membuat gerakan berganda, melakukan serangan bertubi-tubi kepada pemegang pedang dan pemegang golok tanpa memperdulikan yang lain. Tiga orang lainnya tentu saja berdasarkan silat Ngo-heng-tin, telah menggerakan senjata secara otomatis melindungi kedua orang itu, akan tetapi nampaklah sinar merah panjang berkelebatan dan sinar yang dibuat dari sabuk merah Kim Hong Liu-nio ini telah membentuk benteng yang menghadang tiga orang lainnya sehingga mereka terpisah dari si pemegang golok!

Terpaksa kedua orang ini menghadapi serangan pedang Han Houw, dan mereka terkejut bukan main menyaksikan sinar pedang yang berkeredepan dan amat cepat itu. Mereka kini terdesak dan menangkis kalang-kabut, dan lebih kaget lagi hati mereka ketika mereka menangkis, pedang dan golok mereka menjadi patah ujungnya, tidak kuat bertemu dengan pedang pusaka di tangan Han Houw. Apalagi karena anak itu memang mengerahkan sin-kang yang istimewa, yang dikuasainya di bawah gemblengan Hek-hiat Mo-li sendiri!

Sin Liong menonton dengan mata terbelalak penuh kagum. Bukan main, pikirnya. Kiranya Ceng Han Houw benar-benar memiliki ilmu kepandaian yang amat hebat. Pandang matanya sampai kabur menyaksikan anak itu mengamuk dikeroyok dua orang yang memegang pedang dan golok itu, sedangkan tiga orang lainnya ditahan oleh sinar merah dari Kim Hong Liu-nio, membuat mereka bertiga bergerak bingung karena ujung sinar merah itu kini berubah banyak sekali dan melakukan totokan-totokan pada jalan-jalan darah maut mereka!

Tiba-tiba terdengar teriakan nyaring dan si pemegang golok roboh terguling, dari lehernya mengucur darah karena tenggorokannya telah tertembus oleh ujung pedang Han Houw! Dan kini si pemegang pedang dengan muka pucat berusaha untuk mempertahankan diri sambil memutar pedangnya yang telah buntung!

Semua ini tidak terlepas dari pandang mata Gak Song Kam. Menyaksikan semua itu, ketua Jeng-hwa-pang ini terkejut bukan main. Dia sendiri, setelah mengerahkan seluruh kepandaiannya, baru dapat mengimbangi Ngo-heng-tin. Dan kini, Ngo-heng-tin menjadi kocar-kacir hanya menghadapi seorang bocah yang dibantu oleh wanita cantik itu, bahkan seorang di antara mereka telah roboh dan tewas, sedangkan yang empat orang lagi dia tahu tentu hanya tinggal menanti waktu saja.

Melihat gerakan sabuk merah dari Kim Hong Liu-nio, dia tahu bahwa kalau wanita itu menghendaki, tentu sudah sejak tadi tiga orang temannya itu dapat dirobohkan, akan tetapi agaknya wanita itu benar-benar hendak “melatih” sutenya dan membiarkan sutenya merobohkan lima orang itu dan dia hanya membantu untuk mencegah tiga orang itu mengeroyok.

Dan melihat ini semua, tanpa bertandingpun tahulah ketua Jeng-hwa-pang ini bahwa dia sendiri bukan lawan Kim Hong Liu-nio dan usahanya membalas dendam akan sia-sia belaka, bahkan dia hanya akan menyerahkan nyawanya. Maka timbullah akal yang curang di dalam benak Gak Song Kam. Sejak tadi dia melirik ke arah Sin Liong. Dia tidak tahu siapa anak itu, akan tetapi melihat gerak-geriknya, anak itu tidaklah selihai anak laki-laki yang memegang pedang itu, akan tetapi karena datang bersama Kim Hong Liu-nio, tentu anak itupun merupakan seorang anggauta keluarga atau anggauta rombongan.

Maka diam-diam dia lalu memberi isyarat kepada para anak buahnya. Semua anggauta Jeng-hwa-pang adalah orang-orang yang telah bersumpah setia kepada Jeng-hwa-pang, maka begitu melihat isyarat itu, mereka lalu bergerak dan mencabut senjata, menyerang Kim Hong Liu-nio dan Ceng Han Houw!

Kim Hong Liu-nio terkejut dan marah sekali. Dia mengeluarkan suara melengking nyaring untuk memberi aba-aba kepada pasukan yang mengurung tempat itu, kemudian dia sendiri sudah mencabut pedangnya dan mengamuk sambil melindungi Han Houw. Ketika dia mencari-cari dengan pandang matanya di antara pengeroyokan anak buah Jeng-hwa-pang, dia tidak lagi melihat Gak Song Kam.

Ke manakah perginya ketua Jeng-hwa-pang ini? Orang yang cerdik ini setelah melihat anak buahnya menyerbu, lalu dia meloncat dan menyelinap di antara anak buahnya, bukan untuk mundur dan melarikan diri, melainkan untuk menghampiri kereta yang telah ditinggalkan oleh tujuh belas orang pengawal itu.

Para pengawal yang melihat betapa anak buah Jeng-hwa-pang telah turun tangan mengeroyok, tentu saja cepat menggerakkan senjata dan menghadapi mereka dengan sengit. Kesempatan ini dipergunakan oleh Gak Song Kam untuk menyerang ke depan dan menangkap Sin Liong.

“Eh, kau mau apa?”

Sin Liong membentak dan berusaha mengelak, akan tetapi tetap saja pundaknya telah kena dicengkeram oleh ketua Jeng-hwa-pang itu.

“Diam kau, dan kau ikut saja bersamaku!” bentak Gak Song Kam sambil mengangkat tubuh Sin Liong, mengempitnya dan mencengkeram tengkuknya, lalu ketua Jeng-hwa-pang ini melarikan diri.

Setiap kali bertemu dengan pasukan yang mulai berdatangan, dia mengancam,
“Biarkan aku lewat, kalau tidak, kubunuh lebih dulu anak ini!”

Para anggauta pasukan tidak mengenal Sin Liong, akan tetapi karena pengawal yang tadi melihat Sin Liong naik kereta bersama sang pangeran, cepat berseru agar Gak Song Kam yang telah menawan anak itu tidak diganggu! Demikianlah, Gak Song Kam berhasil melarikan diri sambil mengempit tubuh Sin Liong.

Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara Kim Hong Liu-nio yang nyaring.
“Tahan dia itu! Tangkap ketua Jeng-hwa-pang yang curang itu!”

Kiranya, setelah melihat lenyapnya Gak Song Kam, Kim Hong Liu-nio menjadi marah bukan main. Sambil melindungi Han Houw, cepat dia merobohkan empat orang Heng-san Ngo-houw, kemudian dia mengajak Han Houw mundur, membiarkan tujuh belas orang pengawal itu menghadapi para anak buah Jeng-hwa-pang karena kini pasukan telah bergerak maju dan tentu puluhan orang Jeng-hwa-pang itu akan dibasmi habis. Bersama Han Houw dia lalu mencari-cari Gak Song Kam dan akhirnya dia melihat orang itu yang melarikan diri sambil mengempit tuhuh Sin Liong.

“Celaka, suci. Dia melarikan Sin long!”

Seruan Han Houw ini mengejutkan Kim Hong Liu-nio. Kalau Han Houw pada saat itu mengkhawatirkan keselamatan Sin Liong yang terjatuh ke tangan ketua Jeng-hwa-pang, sebaliknya Kim Hong Liu-nio khawatir kalau-kalau dia kehilangan Sin Liong yang akan dijadikan sandera untuk menemukan musuh besarnya, ayah kandung anak itu, dan menundukkannya.

Jadi kekhawatiran kedua orang ini mempunyai dasar yang jauh berbeda. Han Houw diam-diam mengagumi dan merasa suka sekali kepada Sin Liong yang dianggapnya jauh berbeda dari anak-anak biasa, apalagi sikap Sin Liong terhadap dirinya yang tidak menjilat-jilat seperti anak-anak lain, benar-benar menimbulkan kesan di hatinya dan dia merasa suka bersahabat dengan anak itu.

Melihat Gak Song Kam melarikan Sin Liong, Kim Hong Liu-nio lalu berteriak menyuruh pasukan yang berada di belakang untuk menahan orang itu. Akan tetapi pada saat itu, Gak Song Kam telah berhasil keluar dari kepungan dan kini mendengar seruan Kim Hong Liu-nio, kurang lebih tiga puluh orang perajurit anggauta pasukan kecil yang berada paling belakang, segera membalikkan tubuhnya dan mereka berlari-larl mengejar!

Melihat tiga puluh orang lebih mengejarnya dan melepaskan anak panah, Gak Song Kam cepat menggerakkan tangan kanannya dan tangan itu telah menyebar bubuk berwarna hitam di belakangnya. Bubuk itu tertiup angin berserakan di sepanjang jalan dan juga terbawa angin tersebar sampai jauh. Ketika tiga puluh orang lebih itu tiba di tempat itu tiba-tiba mereka itu menjerit dan robohlah tiga puluh lebih orang itu berkelojotan di atas tanah sambil kedua tangan mencekik leher sendiri. Mereka telah terkena hawa beracun dari bubuk hitam yang ditaburkan oleh ketua Jeng-hwa-pang itu!

Melihat ini, pasukan lain dari sebelah kiri bergerak maju untuk menghadang dan pada saat itu, Gak Song Kam melempar-lemparkan beberapa benda-benda kecil, terdengar ledakan dan nampak asap kehitaman mengepul memenuhi jalan.

“Jangan kejar! Kembali...!”

Kim Hong Liu-nio berseru, namun terlambat karena belasan orang perajurit telah tiba di tempat itu dan kembali terdengar jerit-jerit mengerikan dan mereka itu terguling roboh. Asap beracun itu seketika membunuh mereka dan muka mereka berubah menjadi kehijauan!

“KEPARAT!” Kim Hong Liu-nio kini meninggalkan Han Houw. “Sute, jangan ikut mengejar!” teriaknya kemudian tubuhnya melesat, ketika tiba di tempat dimana disebar racun, dia mengerahkan sin-kangnya menahan napas, lalu meloncat seperti seekor burung terbang melampaui tempat itu dan tiba di sebelah sana yang aman.

Akan tetapi, karena pada waktu itu senja telah datang dan di sebelah depan merupakan hutan yang gelap, dia tidak lagi melihat bayangan ketua Jeng-hwa-pang. Kim Hong Liu-nio berdiri termangu-mangu. Dia adalah seorang yang sakti dan jangankan baru menghadapi seorang seperti Gak Song Kam saja, biar ada lima orang Gak Song Kam dia tidak akan takut menandinginya.

Akan tetapi, Gak Song Kam adalah seorang ahli racun, dan kini orang yang curang itu telah berada di dalam hutan gelap. Menghadapi seorang curang seperti ketua Jeng-hwa-pang itu, di tempat gelap dan orang itu ahli racun, benar-benar merupakan bahaya besar dan Kim Hong Liu-nio bukanlah seorang bodoh. Memang dia kehilangan Sin Liong, akan tetapi anak itu dalam waktu enam bulan akan mati juga. Pula, untuk mencari Cia Bun Houw tanpa bantuan Sin Liongpun dia masih sanggup.

Maka setelah mengepal tinju memandang ke arah hutan gelap dan di dalam hatinya berjanji untuk kelak membunuh Gak Song Kam, dia lalu membalikkan tubuh kembali kepada sutenya yang telah menantinya di dalam kereta. Ternyata bahwa tujuh puluh lebih anggauta Jeng-hwa-pang, tidak ada seorangpun yang dapat lolos. Semua terbunuh oleh pasukannya, akan tetapi fihak pasukan juga kehilangan banyak orang, hampir dua ratus orang anggauta pasukan tewas karena orang-orang Jeng-hwa-pang tadi juga menggunakan racun-racun yang menjatuhkan banyak lawan.

Setelah memesan agar para komandan pasukan mengurus anak buah yang telah tewas, Kim Hong Liu-nio lalu memilih dua ekor kuda terbaik, kemudian bersama Han Houw dia melanjutkan perjalanan dengan menunggang kuda, menuju ke selatan, ke tembok besar untuk mulai dengan perjalanannya yang jauh dan penuh bahaya, menuju ke Kerajaan Beng, selain untuk memenuhi perintah permaisuri, yaitu mengusahakan agar Han Houw dapat berjumpa dengan kaisar, juga untuk mencari musuh-musuh besar gurunya, yaitu Cia Bun Houw, Yap In Hong, dan Tio Sun.

**** 045 ****
Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: