***

***

Ads

Rabu, 15 Februari 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 048

Kita tinggalkan dulu Sin Liong dalam dunianya yang menyenangkan itu, dan mari kita tengok keadaan para penghuni Istana Lembah Naga. Seperti kita ketahui, keluarga Kui Hok Boan mengalami malapetaka besar ketika isterinya dari orang she Kui ini tewas di tangan Kim Hong Liu-nio secara mengerikan.

Biarpun hatinya merasa cemburu dan marah ketika mendengar kenyataan bahwa isterinya pernah bermain cinta dengan pendekar Cia Bun Houw sehingga kemudian melahirkan Sin Liong yang disangkanya benar ditemukan oleh isterinya itu, namun hati orang she Kui ini berduka sekali oleh kematian Liong Si Kwi. Dia sudah jatuh cinta kepada isterinya yang tangan kirinya buntung itu.

Sebelum dia menikah dengan Si Kwi, Hok Boan adalah seorang petualang asmara yang belum pernah jatuh cinta. Semua perbuatannya terhadap wanita manapun hanya terdorong oleh nafsu berahi belaka. Oleh karena itu banyak wanita yang dia tinggalkan begitu saja setelah dia merasa puas kemudian menjadi bosan, dan di antara wanita itu terdapat dua orang wanita yang melahirkan keturunannya, yaitu dua orang anak laki-laki yang dibawanya ke Lembah Naga dan diakuinya sebagai keponakan.

Dia belum pernah jatuh cinta dan hanya ketika dia bertemu dengan Liong Si Kwi maka dia benar-benar jatuh cinta. Setelah dia menikah dengan Si Kwi dan mempunyai anak perempuan kembar itu, dia merasa betapa hidupnya telah aman tenteram dan makmur. Keadaan ini menjinakkan sifat binalnya dan dia dapat hidup sebagai seorang laki-laki terhormat, sebagai seorang suami dan seorang ayah baik-baik.

Akan tetapi, siapa menduga akan datangnya malapetaka sehebat itu! Isterinya tewas dalam tangan Kim Hong Liu-nio, seorang iblis betina yang amat lihai dan sampai bagaimanapun dia takkan mungkin melawannya. Kini dia kehilangan isteri yang dicintanya dan kembali dia hidup sebatangkara, malah kini dibebani dengan empat orang anak tanpa ibu!

Kedukaan kehilangan isterinya itu agaknya tidak akan menjadi terlalu berat bagi Hok Boan yang tentu akan dapat menghibur hatinya dan menghilangkan kesepiannya dengan mencari wanita lain yang dapat melayaninya. Apalagi sekarang dia merupakan seorang yang kaya dan terhormat, maka kiranya akan banyak gadis baik-baik yang cukup cantik untuk menjadi isterinya dengan senang hati.

Akan tetapi yang membuat Hok Boan bingung adalah perintah yang datang dari raja liar Sabutai melalui utusannya yang mengerikan, Kim Hong Liu-nio, bahwa dalam waktu enam bulan dia harus pergi meninggalkan Lembah Naga! Inilah yang membuatnya menjadi agak bingung. Tentu saja dia dapat mengungsi ke selatan dengan membawa empat orang anaknya dan hartanya, akan tetapi dia tahu bahwa di selatan terdapat banyak musuh-musuhnya dan tentu kehidupannya akan berubah sama sekali, akan lenyaplah semua ketenteraman hidup yang selama ini dinikmatinya di dalam Lembah Naga.

Ikatan selalu menimbulkan duka. Kita hidup terbelenggu ketat oleh ikatan-ikatan sehingga merupakan hal yang teramat sukar untuk dapat bebas. Kita terikat dan menyamakan diri atau menyatukan diri dengah isteri atau suami kita, dengan keluarga kita, kekayaan kita, kesenangan-kesenangan kita, nama kita, negara kita dan sebagainya. Dan sudah pasti bahwa kalau sewaktu-waktu kita harus berpisah dari semua itu, timbullah duka. Bagaimanakah terjadinya ikatan itu? Mengapa kita suka sekali untuk mengikatkan diri secara sadar maupun tidak kepada semua itu?

Ikatan timbul apabila kita menikmati suatu kesenangan dan menyimpan kesenangan itu di dalam ingatan, lalu ingin seterusnya memiliki kesenangan itu. Kita mengalami kesenangan dalam hubungan dengan suami atau isteri, dengan keluarga, dengan kekayaan dan sebagainya sehingga kita ingin memiliki mereka itu untuk selamanya, tidak mau terpisah lagi. Padahal, tiada yang kekal di dunia ini dan perpisahan pasti tiba, dan timbullah rasa takut, kekhawatiran akan kehilangan, kemudian timbullah duka kalau kehilangan. Timbul pula rasa takut akan kematian, yaitu perpisahan terakhir dimana kita harus melepaskan semua yang telah mengikat kita itu!






Dapatkah kita hidup dengan mempunyai segala sesuatu secara lahiriah saja akan tetapi tidak memiliki sesuatu secara batiniah? Punyaku, suara lahiriah. Akan tetapi batin tidak memiliki apa-apa, bebas dan memberi kepada yang menjadi punya kita itu, tidak terikat. Bukan berarti acuh tak acuh, sebaliknya malah. Cinta kasih akan menjadi kotor dan palsu kalau disertai ikatan memiliki ini, karena ikatan ini timbul dari kesenangan yang kita dapat dari orang atau barang yang kita cinta itu!

Ikatan berarti bahwa kita hanya ingin memperalat yang kita cinta itu demi kesenangan kita sendiri. Ikatan timbul dari pengejaran kesenangan dan seperti kita ketahui bersama, pengejaran kesenangan menimbulkan konflik, permusuhan, kekecewaan, kebosanan kebencian dan sebagainya. Kalau sudah tidak ada lagi keinginan mengejar kesenangan, maka baru ada kemungkinan batin bebas dari ikatan! Dan kalau batin bebas dari ikatan, baru nampak sinar cinta kasih yang sejati.

Kui Hok Boan mulai berkemas, mengumpulkan harta bendanya yang sekiranya dapat dibawanya. Diapun mulai memberi tahu kepada semua penghuni di sekitar daerah Lembah Naga akan perintah pengosongan tempat itu dalam waktu enam bulan dari Raja Sabutai.

Para petani menjadi bingung, akan tetapi mereka tidak segelisah Hok Boan. Mereka, para petani itu, adalah orang-orang miskin yang hidup sederhana. Kesederhanaan hidup membentuk watak mereka menjadi sederhana pula, keinginan merekapun sederhana. Mereka sudah biasa hidup serba kekurangan, maka perintah untuk pergi meninggalkan daerah Lembah Naga itu tidak amat menggelisahkan hati mereka.

Tanpa tergesa-gesa, mulailah para penghuni itu mencari-cari tempat lain untuk pindah. Yang penting bagi mereka hanyalah tanah-tanah yang subur karena dimana ada tanah subur, mereka tidak khawatir untuk hidup. Dan tanah subur memang tidak banyak di utara, akan tetapi juga ada hal yang menguntungkan, yaitu bahwa tanah-tanah di utara itu masih belum dikuasai oleh pemilik-pemilik perorangan, masih merupakan tanah liar tak bertuan, sungguhpun merupakan daerah kekuasaan Raja Sabutai.

Pada sore hari itu, selagi Kui Hok Boan bercakap-cakap dengan beberapa orang tetangga yang datang untuk membicarakan perintah pengosongan Lembah Naga, empat orang anak itu berada di dalam taman. Mereka itu, Lan Lan, Lin Lin, Siong Bu dan Beng Sin, juga bercakap-cakap akan tetapi yang mereka bicarakan adalah urusan kematian ibu kandung dua orang anak kembar itu dan terculiknya Sin Liong.

“Aku bersumpah kelak akan membunuh wanita iblis itu!” Lan Lan berkata sambil mengepal tinjunya.

“Aku juga!” kata Lin Lin sambil menghapus air matanya karena kematian ibunya selalu memancing keluar air matanya kalau teringat olehnya.

Hening sejenak. Lan Lan dan Lin Lin menahan isak, sedangkan dua orang anak laki-laki yang melihat keadaan mereka itupun merasa berduka. Akhirnya Siong Bu berkata,

“Jangan khawatir, Lan-moi dan Lin-moi, kelak aku akan membantu kalian. Aku akan memperdalam ilmu silatku dan kelak aku akan menghadapi iblis betina itu!” kata Siong Bu penuh semangat.

“Kasihan sekali Sin Liong,” Beng Sin berkata pula. “Entah bagaimana nasibnya di tangan iblis itu.”

Disebutnya nama Sin Liong membuat empat orang anak itu kembali termenung. Tak mereka sangka bahwa Sin Liong ternyata adalah anak kandung dari ibu Lan Lan dan Lin Lin! Jadi “anak monyet” itu adalah saudara tiri kedua orang anak perempuan ini, saudara tiri seibu!

Siong Bu yang dulu sering kali memusuhi Sin Liong karena iri hati, menarik napas panjang dan dia berkata,

“Sin Liong benar-benar seorang yang gagah berani. Aku kagum sekali kepadanya.”

“Dan dia putera pendekar sakti Cia Bun Houw yang menurut cerita bibi merupakan pendekar nomor satu saat ini di dalam dunia!” kata Beng Sin.

Kembali mereka diam dan tiba-tiba mereka berempat menengok ke kiri karena mendengar suara langkah kaki. Mereka terkejut sekali melihat seorang kakek tinggi besar sudah berdiri di situ, entah dari mana datangnya.

Kakek ini tubuhnya tinggi besar, kelihatan kuat sekali, pakaiannya sederhana, sepatunya juga tua berdebu, kain penutup kepalanya berwarna hitam, mukanya penuh cambang bauk sehingga kelihatan gagah menyeramkan. Akan tetapi, suara laki-laki itu lembut ketika dia memandang kepada empat orang anak itu dan bertanya,

“Apakah di antara kalian ada yang mempunyai ayah bernama Kui Hok Boan?”

Siong Bu hendak mencegah, akan tetapi sudah terlambat, karena Lan Lan dan Lin Lin sudah menjawab, hampir berbareng,

“Kui Hok Boan adalah ayah kami berdua!”

Kini Siong Bu cepat bertanya,
“Siapakah lopek ini dan kalau ingin bertemu dengan paman Kui Hok Boan, silakan masuk melalui pintu depan. Saya akan memberitahukan kepada paman bahwa lopek datang...”

“Heiii...!”

Beng Sin berseru kaget ketika tiba-tiba kakek itu tertawa bergelak dan kedua lengannya yang besar itu telah menyambar ke depan dan tahu-tahu tubuh Lan Lan dan Lin Lin telah ditangkapnya.

“Kalian ikut bersamaku!” katanya kepada dua orang anak perempuan yang menjadi kaget setengah mati dan tidak keburu mengelak itu.

“Lepaskan mereka!”

Siong Bu membentak dan menyerang kakek itu. Kakek yang mengempit tubuh dua orang anak perempuan itu mendengus, kakinya yang besar dan panjang melayang ke depan, menyambut serangan Siong Bu. Anak ini terkejut, berusaha untuk mengelak, akan tetapi dia kalah cepat dan tubuhnya sudah terkena tendangan sehingga terlempar ke belakang dan terbanting keras!

“Kau jahat...!”

Beng Sin berseru dan juga menyerbu, akan tetapi tendangan ke dua membuat tubuhnya yang gendut itu terguling-guling.

“Lepaskan aku...!”

“Ayah, tolonggg...!”

Lan Lan dan Lin Lin menjerit keras sekali. Kakek itu terkejut dan cepat melepaskan mereka, menotok jalan darah mereka membuat kedua orang anak itu tidak mampu bergerak lagi, kemudian menyambar tubuh mereka, mengempit di kedua lengannya dan membawanya lari cepat sekali.

Melihat ini, Siong Bu dan Beng Sin berteriak-teriak dan berusaha mengejar.
“Paman...! Tolong cepat...! Lan-moi dan Lin-moi diculik orang...!” Demikian mereka berteriak-teriak.

Kui Hok Boan yang sedang berada di dalam bersama beberapa orang penduduk dusun yang menjadi tamunya, terkejut bukan main mendengar teriakan-teriakan ini. Dia cepat menyambar pedangnya dan melompat ke dalam taman.

“Apa yang terjadi? Mana Lan Lan dan Lin Lin?” teriaknya melihat kedua orang anak laki-laki itu menangis.

“Dilarikan orang... ke sana...” Siong Bu menjawab.

“Seorang kakek brewok... dia menculik mereka...” Beng Sin juga berkata dan mukanya yang bulat itu mewek-mewek.

Hok Boan tidak membuang waktu lagi, cepat dia lari keluar dari dalam taman, melakukan pengejaran. Akan tetapi dia sudah tidak melihat bayangan orang itu. Sampai cuaca menjadi gelap, dia tidak berhasil menemukan jejak orang yang menculik kedua orang anaknya, maka tentu saja hatinya menjadi gelisah bukan main. Dia lalu cepat kembali ke Lembah Naga, mengumpulkan semua anak buahnya dan bersama anak buahnya, kembali dia memasuki hutan, mencari-cari anaknya yang diculik orang.

Dua puluh orang lebih itu membawa obor di tangan, diangkatnya tinggi-tinggi dan berteriak-teriak memanggil-manggil nama Lan Lan dan Lin Lin, akan tetapi sampai semalam suntuk mereka mencari, mereka tidak berhasil menemukan jejak penculik yang melarikan dua orang anak perempuan itu. Tentu saja hati Hok Boan menjadi gelisah bukan main dan dia terus mencari.

Siapakah sesungguhnya kakek gagah yang menculik dua orang anak perempuan itu? Dia adalah scorang guru silat yang bernama Ciam Lok yang tinggal di kota Ceng-tek sebelah utara kota raja. Nama Ciam Lok sebagai guru silat telah terkenal juga di daerah itu dan Ciam-kauwsu ini dipercaya para pembesar untuk mendidik anak mereka dengan ilmu silat. Sebagai seorang tokoh di dunia persilatan, tentu saja Ciam-kauwsu terkenal pula di antara orang-orang kang-ouw, bahkan pergaulannya luas sekali, baik dengan fihak orang kang-ouw maupun liok-lim, kaum golongan sesat maupun golongan bersih.

Tidaklah aneh Ciam-kauwsu menjadi kenalan baik dari Kui Hok Boan ketika Hok Boan merantau dan sampai di kota Ceng-tek. Ciam-kauwsu suka kepada orang muda yang selain lihai ilmu silatnya, juga ahli dalam hal kesusasteraan itu. Memang Hok Boan merupakan seorang pemuda yang pandai bergaul dan pandai pula mengambil hati. Karena dia memang memiliki pengetahuan yang luas dalam ilmu silat, maka Ciam-kauwsu amat suka bercakap-cakap dengan dia sehingga lambat laun pemuda itu menjadi sahabat baiknya. Sering kali Hok Boan bermalam di rumah guru silat itu dan tidak asing pula dengan keluarga Ciam-kauwsu.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: