***

***

Ads

Kamis, 23 Februari 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 059

Makin kagetlah panglima itu dan cepat dia menjura.
“Maafkan kami dan maafkan sikap para penjaga kami,” dia mengerling penuh kemarahan kepada perwira gendut yang melangkah mundur dengan sikap jerih. “Akan tetapi, hendaknya nona memahami peraturan kami bahwa yang hendak memasuki istana harus memiliki tanda pengenal diri yang sah. Nona sebagai utusan tentu saja membawa tanda kuasa atau surat perintah Raja Sabutai sebagai utusan beliau.”

“Ciangkun, kami hanya membawa ini, yang memberikan adalah sang permaisuri dari kerajaan kami sendiri.”

Kim Hong Liu-nio mengeluarkan kotak kecil dan membuka tutupnya dengan sikap hormat. Ketika panglima itu melihat sebuah kalung di dalamnya dan sesampul surat, dia makin terkejut. Tentu saja dia mengenal benda pusaka kerajaan itu, kalung kaisar yang tidak ada ke duanya!

Dan pembawa atau pemegang benda pusaka ini berarti telah memperoleh kekuasaan dari sri baginda kaisar sendiri! Maka cepat-cepat dia memberi hormat dan untuk kedua kalinya dia melirik penuh kemarahan kepada perwira gendut yang menjadi pucat mukanya.

“Saya panglima pengawal Lee Siang menghaturkan selamat datang dan mohon maaf sebesarnya atas penyambutan yang tidak layak ini karena kami tidak tahu sebelumnya akan kedatangan paduka. Silakan masuk bersama saya untuk melapor kepada pengawal dalam istana.”

Kim Hong Liu-nio tersenyum dan Ceng Han Houw juga bernapas lega. Dengan muka manis wanita itu menghaturkan terima kasih kepada panglima yang gagah itu, kemudian bersama sutenya dia melangkah masuk diiringkan oleh panglima itu. Panglima itu bukanlah orang sembarangan, melainkan seorang kepercayaan kaisar karena dia bersama kakaknya yang bernama Lee Cin, sejak muda telah menjadi panglima pengawal Kim-i-wi (Pasukan Pengawal Baju Emas). Dalam usia empat puluh tahun itu, Panglima Lee Siang telah menjadi duda, kematian isterinya tanpa meninggalkan seorangpun anak keturunan. Dan biarpun isterinya telah meninggal lima tahun yang lalu, sampai sekarang dia belum juga mau beristeri lagi.

Kim Hong Liu-nio melihat betapa penjagaan amat ketat, makin ke dalam istana, makin hebat dan kuatlah penjagaannya sehingga sepasukan besar musuhpun akan sukar menembus istana yang dijaga kuat ini. Dia tidak tahu bahwa hal ini berbeda dari biasanya. Dia tidak tahu pula bahwa di dalam istana terjadi ketegangan-ketegangan, bukan hanya karena kaisar menderita penyakit yang agak berat, akan tetapi terutama sekali karena adanya desas-desus bahwa akan timbul pemberontakan di dalam istana!

Karena itulah, maka para panglima pengawal, termasuk Lee Siang dan kakaknya, Lee Cin, nampak sibuk selalu mengatur penjagaan untuk mencegah terjadinya desas-desus tentang pemberotakan itu.

Panglima Lee Siang mengajak mereka berhenti sebentar di ruangan dalam yang luas, dimana berkumpul beberapa orang berpakaian panglima yang sudah berusia tua, dan ada pula yang berpakaian sebagai pembesar sipil. Akan tetapi semua menunjukkan bahwa mereka itu adalah pembesar-pembesar tinggi.

Kim Hong Liu-nio dan Han Houw hanya berdiri di tempat agak jauh ketika mereka melihat betapa Panglima Lee Siang bercakap-cakap lirih dengan mereka itu, memperlihatkan isi kotak kecil dan mereka itupun kelihatan terkejut dan tegang. Mereka semua memandang kepada Han Houw dan akhirnya Panglima Lee mengajak mereka berdua untuk melanjutkan lagi perjalanan melalui lorong-lorong dan ruangan-ruangan indah, agaknya telah memperoleh persetujuan para pembesar itu.

Ceng Han Houw menjadi kagum bukan main melihat kemewahan dan keindahan di dalam istana ini. Bukan main besarnya istana itu, dan di setiap ruangan terdapat perabot-perabot ruangan yang amat indah dan megah. Di setiap ruangan atau lorong tentu terdapat pengawal-pengawal yang berjaga dengan berdiri tegak dan sikap waspada, dan disana-sini terdapat pula dayang-dayang istana yang cantik-cantik, sutera-sutera beraneka warna bergantungan dimana-mana dan tidak nampak sedikit pun debu di dalam ruangan-ruangan itu.






Akhirnya tibalah mereka di depan sebuah kamar besar dan kembali di depan kamar ini terdapat sepasukan pengawal yang amat gagah karena pakaian mereka semua terdiri dari baju bersulam benang emas. Inilah pasukan Kim-i-wi yang terkenal, pasukan pengawal pribadi kaisar yang terdiri dari orang-orang yang gagah perkasa. Ketika melihat dua orang ini dikawal oleh panglima mereka sendiri, para pengawal itu cepat memberi hormat dan memberi jalan. Dua orang dayang cantik membukakan pintu dan Panglima Lee mengawal dua orang tamu itu memasuki kamar.

Kamar itu indah sekali dan amat luas. Kaisar nampak rebah terlentang dengan bantal tinggi mengganjal kepala dan punggung, wajahnya pucat akan tetapi sikapnya tenang. Banyak orang berlutut di atas lantai menghadap ke pembaringan sri baginda, terdapat beberapa orang laki-laki tua berpakaian sipil, ada juga yang berpakaian panglima, dan ada pula seorang laki-laki muda berpakaian mewah. Pemuda ini adalah Pangeran Ceng Su Liat, seorang di antara pangeran-pangeran yang ada di kerajaan itu. Juga di dalam kamar besar ini terdapat sembilan orang pengawal yang selalu memegang tombak di tangan, siap untuk melindungi kaisar apabila terjadi sesuatu. Dayang-dayang cantik dan muda berkumpul di sudut, siap melakukan segala perintah kaisar.

Suasana dalam ruangan itu sunyi dan agaknya semua orang tidak berani bergerak karena kaisar sedang beristirahat. Akan tetapi kaisar tidak tidur karena ketika melihat masuknya Kim Hong Liu-nio dan Ceng Han Houw yang dikawal oleh Panglima Lee Siang, sri baginda kaisar mengangkat muka memandang.

Lee Siang lalu mengajak dua orang itu berlutut begitu memasuki pintu, kemudian menggeser kaki mendekat ke pembaringan. Akan tetapi sejak tadi, perhatian kaisar sudah tercurah kepada Han Houw yang beberapa kali mengangkat muka memandang, akan tetapi begitu bertemu dengan pandangan kaisar, dia segera menunduk kembali. Keadaan yang amat angker di dalam kamar itu membuat jantung berdebar tegang juga. Segala sesuatu di dalam kamar itu penuh wibawa yang menakutkan!

“Mohon beribu ampun dari paduka sri baginda kaisar atas kelancangan hamba mengawal masuk dua orang utusan dari Sri Baginda Sabutai yang mohon menghadap,” kata Panglima Lee Siang dengan suara halus agar tidak mengejutkan kaisar.

Akan tetapi kaisar yang sejak tadi memperhatikan Han Houw, menjadi tertarik sekali mendengar disebutnya nama Sabutai, dan kaisar segera miringkan tubuhnya menghadapi Han Houw yang masih berlutut.

“Utusan Sabutai...?”

Kim Hong Liu-nio cepat memberi hormat lalu mengeluarkan kotak itu, mengangkatnya tinggi di atas kepala sambil berkata dengan kepala menunduk.

“Hamba Kim Hong Liu-nio diutus oleh yang mulia Permasuri Khamila untuk menghaturkan isi kotak ini kepada paduka yang mulia sri baginda kaisar!”

“Kha... Khamila...?”

Kaisar terbelalak dan wajahnya berseri sejenak, kemudian dia mengangguk kepada panglima pengawal lain yang sudah berusia enam puluh tahun dan yang berlutut di dekat pembaringan.

Panglima ini adalah panglima pengawal Lee Cin yang setia. Panglima ini lalu menghampiri Kim Hong Liu-nio, menerima kotak itu dan membukanya untuk meneliti bahwa isinya tidak mengandung sesuatu yang membahayakan kaisar. Setelah melihat bahwa kalung dan sampul surat itu tidak mengandung sesuatu dan yang mencurigakan, dia lalu menyerahkan kotak yang sudah dibukanya kepada kaisar. Kaisar mengambil kalung dan sampul surat itu.

Sejenak Kaisar Ceng Tung yang dibantu oleh dua orang dayang duduk dan bersandar dengan bantal di punggung, memandang kalung itu. Wajahnya termenung karena memang kaisar ini terkenang akan Khamila, permaisuri Sabutai yang menjadi kekasihnya, wanita yang sesungguhnya berkenan merampas hatinya dan amat dicintanya.

Dia teringat bahwa dia telah memberikan kalung itu kepada Khamila ketika mereka harus saling berpisah. Dibelainya kalung itu di antara jari-jari tangannya, kalung yang dia percaya selama ini tentu telah tergantung di leher yang panjang, berkulit putih halus dan amat dikenalnya itu. Kemudian kaisar teringat bahwa dia tidak berada seorang diri di dalam kamar, maka kalung itupun digenggamnya erat-erat dan dia lalu membuka sampul surat dan dibacanya huruf-huruf tulisan Khamila!

Sri Baginda Kaisar Ceng Tung pujaan hamba!
Perkenankanlah hamba memperkenalkan anak Ceng Han Houw kepada paduka, dan sudilah paduka memberkahi anak yang haus akan doa restu dan kasih sayang ayahandanya itu.

Hamba yang rendah,

Khamila

Kaisar Ceng Tung memejamkan matanya dan surat itu terlepas dari jari-jari tangannya, melayang turun ke atas dadanya. Sejenak terbayanglah wajah yang cantik jelita dan lembut, terngiang-ngiang di telinganya suara yang merdu halus itu. Kemudian dia membuka mata dan menoleh, sepasang mata kaisar itu agak basah ketika dia memandang kepada Han Houw.

“Namamu Han Houw...?” tanyanya.

Ceng Han Houw terkejut, cepat dia memberi hormat sampai dahinya membentur lantai.

“Kauangkat mukamu dan pandang padaku!” kata kaisar dengan halus.

Han Houw mengangkat mukanya memandang dan dia melihat wajah seorang yang amat tampan dan pucat, yang memandang kepadanya dengan penuh perasaan haru.

“Majulah kesini!” perintah kaisar.

Ceng Han Houw merasa takut, akan tetapi dari belakangnya, sucinya berbisik,
“Majulah...!”

Dia lalu menggeser kakinya maju menghampiri pembaringan. Kaisar lalu menggerakkan tangannya, menyentuh kepala anak laki-laki yang usianya sudah hampir dewasa itu, kemudian dia mengambil kalung pusaka kerajaan itu dan mengalungkan ke leher Han Houw.

Semua orang terkejut melihat ini, karena kalung itu adalah benda yang biasanya hanya dipakai oleh para pangeran sebagai tanda bahwa dia adalah keturunan darah keluarga kaisar!

“Ketahuilah kalian semua yang hadir. Ini adalah Ceng Han Houw, Pangeran Ceng Han Houw, seorang puteraku! Ibunya adalah puteri yang mulia dari utara, hendaknya dia diperlakukan sebagai seorang pangeran, puteraku!”

Semua orang menyatakan setuju dan memberi hormat dengan berlutut. Pada saat itu, dari pintu muncul pula seorang pemuda dan ketika Kim Hong Liu-nio menoleh, dia terkejut bukan main. Pemuda yang baru muncul ini seperti pinang dibelah dua saja kalau dibandingkan dengan sutenya. Wajah mereka begitu mirip!

“Pangeran mahkota datang menghadap sri baginda!” seorang dayang memberitahukan dengan suara halus.

Kaisar mengangkat muka dan Panglima Lee Siang lalu menarik tangan Han Houw agar mundur dan bersama Kim Hong Liu-nio berlutut di pinggir untuk memberi jalan kepada pangeran mahkota yang baru tiba.

Pangeran muda ini bukan lain Pangeran Ceng Hwa, yaitu pangeran yang telah dipilih untuk menjadi pangeran mahkota, calon pengganti kaisar! Tentu saja semua orang menghormat calon kaisar ini dan Pangeran Ceng Hwa melangkah maju dengan tenang menghampiri pembaringan ayahnya setelah dia melempar kerling ke kanan kiri dan tersenyum kepada semua orang yang amat dikenalnya dengan baik sebagai orang-orang yang dekat dengan ayahnya itu.

Hanya dia agak heran melihat Han Houw dan Kim Hong Liu-nio, akan tetapi dia tidak menyatakan keheranannya dan langsung menghampiri pembaringan ayahnya dan duduk di tepi pembaringan.

“Semoga Thian memberkahi ayahanda kaisar dengan kebahagiaan dan usia panjang sampai selaksa tahun,” kata pangeran itu dengan ucapan yang sungguh-sungguh dan penuh hormat, ucapan yang menjadi kebiasaan atau kesopanan di dalam istana.

Kaisar tersenyum mendengar ini dan dengan tangannya dia menyentuh pundak puteranya yang disayangnya itu seolah-olah menjadi pengganti rasa terima kasihnya.

“Bagaimanakah keadaan paduka? Semoga sudah lebih baik,” kata sang pangeran.

“Aku gembira hari ini!” kata sang kaisar. “Lihat, dia itu adalah saudaramu! Dia adalah Ceng Han Houw, ibunya adalah puteri di utara!”

Ceng Hwa bangkit berdiri dan memandang. Pada saat itu, Han Houw juga mengangkat muka memandang sehingga kini semua orang dapat melihat betapa miripnya dua orang pangeran ini! Agaknya sri baginda sendiri melihat kemiripan ini, maka dia tersenyum lebar dan berseru dengan girang,

“Betapa miripnya kalian! Ahh... sungguh mirip seperti kembar...!”

Agaknya kegembiraan itu sedemikian besarnya sehingga tidak dapat tertahan oleh jantung yang sudah lemah itu. Sri baginda kaisar terguling dan dari keadaan duduk itu dia terguling.

Cepat Pangeran Mahkota Ceng Hwa merangkul ayahnya dan pada saat itu terjadilah hal-hal luar biasa yang mengejutkan semua orang. Pada saat kaisar terguling dan dipeluk oleh Pangeran Ceng Hwa itu, melompatlah seorang yang berpakaian panglima, berusia lima puluh tahun, dengan muka penuh brewok. Panglima itu berseru,

“Sekarang...!”

Dan dengan pedang yang sudah dicabutnya dia telah menubruk ke depan, menyerang Pangeran Mahkota Ceng Hwa dengan tusukan pedangnya dari belakang! Semua orang terperanjat dan saking kagetnya sampai tidak mampu berbuat sesuatu. Akan tetapi pada saat itu, Ceng Han Houw sudah berteriak nyaring dan tubuhnya mencelat ke depan, menerjang kepada panglima yang menyerang pangeran mahkota itu!

Dengan tangkisan nekat, Han Houw mengejutkan panglima tua itu sehingga pedangnya menyeleweng dan melukai lengan kiri Han Houw lalu terus meluncur dan melukai pundak kanan pangeran mahkota! Dan pada saat itu, Kim Hong Liu-nio telah bergerak dan nampak sinar merah meluncur dan menyerang panglima itu ketika dia menggerakkan sabuk merahnya!

Pada saat itu, tujuh diantara sembilan orang pengawal pribadi kaisar telah bergerak, tombak mereka berkelebatan dan mereka telah mulai menyerang ke arah pangeran mahkota dan kaisar yang masih berpelukan di atas pembaringan!

Akan tetapi Han Houw sudah menerjang dan menyambut mereka dengan pedangnya dan pemuda cilik ini mengamuk hebat, sedangkan di fihak lain Kim Hong Liu-nio sudah mendesak sang panglima pemberontak dengan sabuk merahnya.

Barulah para panglima dan pembesar yang berada di situ menjadi geger dan sadar bahwa telah terjadi pemberontakan. Kiranya pemberontakan yang didesas-desuskan itu, yang kemudian hendak dicegah dengan penjagaan ketat, tidak datang dari luar, melainkan dari dalam, bahkan komplotan pemberontak itu telah berkumpul di dalam kamar kaisar!

Panglima Lee Cin dan Lee Siang cepat bergerak pula membantu Han Houw menghadapi tujuh orang pengawal pemberontak. Dengan adanya Kim Hong Liu-nio di situ, bersama juga Han Houw yang biarpun lengan kirinya sudah terluka namun masih mengamuk dan sebentar saja dia telah merobohkan dua orang pengawal pemberontak, maka akhirnya pemberontak itu dapat dihancurkan sebelum menjalar keluar.

Dengan sabuk suteranya, Kim Hong Liu-nio berhasil menotok leher dan kedua lengan panglima pemberontak sehingga panglima itu roboh pingsan sedangkan Han Houw yang dibantu oleh dua orang Panglima Lee telah dapat menewaskan tujuh orang pengawal itu.

“Jangan bunuh panglima khianat itu!” kata Panglima Lee Siang kepada Kim Hong Liu-nio maka wanita inipun tidak bergerak untuk membunuhnya.

Dia tahu bahwa tentu panglima ini akan dipaksa mengaku siapa penggerak pemberontakan. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar jerit mengerikan dan orang muda yang sejak tadi telah berada di situ, yaitu Pangeran Ceng Su Kiat, telah roboh dengan dada tertusuk pedang pendek yang dipegang oleh tangan kanannya. Kiranya pangeran ini telah membunuh diri di situ setelah melihat betapa usaha pemberontakan itu gagal!

Semua mayat dan panglima yang tertawan itu telah dibawa keluar dengan cepat, dan tempat itu dibersihkan. Akan tetapi sri baginda kaisar minta pindah ke kamar lain mengajak pangeran mahkota yang sudah diobati pundaknya, Han Houw yang juga telah dibalut lengannya, dan ditemani pula oleh Kim Hong Liu-nio, Panglima Lee Siang dan para panglima lain.

Di dalam kamar ini sri baginda kaisar dan pangeran mahkota menyatakan kekaguman dan terima kasih mereka kepada Ceng Han Houw dan Kim Hong Liu-nio, karena harus diakui bahwa kalau tidak ada mereka, keadaan pangeran dan kaisar sungguh bisa terancam bahaya maut. Apalagi Pangeran Ceng Hwa, dia tahu betul bahwa serangan tiba-tiba dari panglima tadi tentu akan menewaskannya kalau tidak ada Han Houw yang cepat menangkis dengan mengorbankan lengannya sendiri terluka itu.

Panglima pemberontak yang tentu saja dijatuhi hukuman mati itu sebelum mati telah mengaku bahwa pemberontakan itu diatur oleh Pangeran Ceng Su Liat. Sesungguhnya bukanlah merupakan pemberontakan umum yang besar-besaran, melainkan hanya merupakan niat untuk membunuh pangeran mahkota agar Pangeran Ceng Su Liat memperoleh kesempatan untuk menggantikan pangeran mahkota kalau pangeran ini tewas.

Maka tadi ketika melihat sri baginda kaisar terguling karena serangan jantung, panglima pengkhianat itu mengira bahwa sri baginda telah meninggal dunia, maka dia melihat kesempatan baik sekali untuk turun tangan, sesuai dengan perintah Pangeran Ceng Su Liat yang menjanjikan pengampunan bahkan kedudukan tinggi apabila usaha itu berhasil!

Tentu saja Ceng Han Houw dan Kim Hong Liu-nio menjadi orang-orang yang berjasa besar di dalam istana kaisar! Mereka menjadi orang-orang terhormat yang dikagumi, dan karena Ceng Han Houw telah diumumkan oleh kaisar sendiri sebagai pangeran, maka tentu saja dia diterima di mana-mana dengan terhormat dan Kim Hong Liu-nio yang dikenal sebagai pengasuh atau pengawalnya, juga dikagumi orang karena selain cantik jelita dan bersikap agung pendiam, juga semua orang kagum bahwa wanita cantik ini berhasil menundukkan seorang yang demikian terkenal sebagai seorang panglima yang pandai ilmu silat seperti Panglima Boan yang membantu pemberontakan atau pengkhianatan Pangeran Ceng Su Liat itu.

Akan tetapi, peristiwa di dalam kamar kaisar itu membuat penyakit yang diderita kaisar menjadi makin berat. Perbuatan puteranya sendiri yang hampir saja membunuh pangeran mahkota dan dia sendiri, mendatangkan kedukaan hebat sehingga setelah menderita serangan jantung berkali-kali, akhirnya sebulan kemudiang Kaisar Ceng Tung meninggal dunia!

Seluruh istana berkabung, bahkan seluruh rakyat diharuskan untuk berkabung. Setelah ikut hadir dalam pemakaman kaisar dan ikut pula berkabung, Han Houw yang merasa kehilangan ayah kandungnya dan merasa bahwa tidak ada perlunya lagi baginya untuk lebih lama tinggal di istana Kerajaan Beng.

Juga sucinya membujuk kepadanya untuk segera berpamit dan kembali ke utara, karena sucinya merasa tidak enak hati selalu kalau teringat akan ancaman orang-orang kang-ouw kepadanya, seperti yang telah terjadi sebelum mereka memasuki istana, yaitu ketika mereka bertemu dengan tokoh-tokoh Hwa-i Kai-pang. Han Houw lalu menghadap Pangeran Ceng Hwa untuk mohon diri pulang ke utara.

Akan tetapi, Pangeran Ceng Hwa yang merasa suka sekali kepada Han Houw, yang biarpun hanya seorang pangeran kelahiran utara, di daerah setengah liar itu, namun ternyata tidak mengecewakan menjadi seorang Pangeran Beng, karena selain pandai ilmu silat, juga pangeran muda ini cukup luas pengetahuannya yang didapatnya dari kitab-kitab yang dipelajarinya di utara, menahannya. Pangeran Ceng Hwa menahan Han Houw agar suka tinggal di kota raja sampai hari penobatannya sebagai kaisar pengganti ayah mereka yang telah meninggal dunia.

“Sebaiknya Kim Hong Liu-nio biar kembali dulu ke utara memberi laporan dan menyampaikan undangan kami kepada Raja Sabutai untuk menghadiri hari penobatan kami sebagai kaisar.” demikian Pangeran Ceng Hwa berkata.

Akhirnya diputuskan bahwa Kim Hong Liu-nio akan kembali dulu ke utara dan Ceng Han Houw untuk sementara tinggal di istana. Kim Hong Liu-nio tidak merasa keberatan karena sutenya itu tentu saja akan terjamin keamanannya berada di dalam istana Kerajaan Beng. Maka berpamitlah dia dan berangkatlah wanita perkasa yang cantik jelita itu keluar dari istana, dimana dia hidup terhormat sampai lebih dari satu bulan lamanya.

**** 059 ****
Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: