***

***

Ads

Senin, 27 Februari 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 067

Akan tetapi dia tidak memperhatikan lagi kepada panglima itu karena seluruh perhatiannya dicurahkan untuk menangkap gerakan yang kini terdengar. Angin menyambar dan bagaikan seekor burung saja, berkelebatlah sesosok bayangan orang dan tahu-tahu di dalam ruangan itu telah berdiri seorang kakek.

Aneh sekali kakek ini, terutama pakaiannya karena dia memakai pakaian baru yang penuh tambal-tambalan belang-bonteng dan berkembang-kembang, menyolok sekali. Tangan kanannya memegang sebatang tongkat butut. Pakaiannya yang penuh tambalan itu masih baru, dan memang sengaja ditambal-tambal, juga sepatunya baru. Tubuhnya pendek kecil, rambutnya digelung ke atas dan mukanya seperti muka tikus karena selain kecil sempit juga agak meruncing ke depan, di bagian mulutnya merupakan ujungnya, dan sepasang matanya yang kecil itu tiada hentinya bergerak-gerak.

Berbeda dengan tokoh-tokoh Hwa-i Kai-pang lainnya yang menandai tingkat atau kedudukan mereka dalam perkumpulan itu dengan banyaknya buntalan di punggungnya, kakek ini sama sekali tidak menggendong buntalan. Justeru inilah tanda bahwa dia adalah tokoh nomor satu atau ketua dari Hwa-i Kai-pang! Dan seperti semua ketua Hwa-i Kai-pang, setelah menjadi ketua maka dia meninggalkan nama sendiri, dan hanya menggunakan nama Hwa-i Sin-kai (Pengemis Sakti Baju Kembang). Usia kakek ini sudah enam puluh tahun lebih.

Sepasang mata yang liar dan amat tajam sinarnya itu hanya menyapu saja dua orang laki-laki yang sudah berdiri di hadapannya, karena pandang mata itu mencari-cari di sekeliling ruangan itu, dan tanpa memperdulikan dua orang pria itu, bahkan seolah-olah menganggap mereka itu tidak ada, kakek ini berseru,

“Kim Hong Liu-nio, keluarlah untuk mengadu kepandaian!”

Sikap ini memang angkuh sekali, dan diam-diam Tio Sun merasa menyesal mengapa seorang ketua perkumpulan sebesar Hwa-i Kai-pang bersikap demikian congkak. Lee Siang melangkah maju dengan sikap marah.

“Lo-kai (pengemis tua), betapa kurang ajarnya engkau! Rumah ini adalah rumahku, dan kau sama sekali tidak memandang mata kepada tuan rumah!”

Mendengar itu, pengemis tua itu memandang kepada Lee Siang dan alisnya berkerut, sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat.

“Lee-ciangkun, kami tidak akan datang ke rumah ini kalau engkau tidak menyembunyikan Kim Hong Liu-nio di sini! Kami selamanya tidak pernah ada urusan dengan seorang Panglima Kim-i-wi, maka harap lekas kau suruh wanita iblis itu keluar, dan kami akan menganggap bahwa antara kami dan ciangkun tidak pernah ada urusan apa-apa!”

Lee Siang menjadi marah mendengar ucapan yang terus terang itu.
“Kalau aku melarang kalian pengemis-pengemis jahat Hwa-i Kai-pang mengganggu Kim Hong Liu-nio yang menjadi penyelamat kaisar, engkau mau apa?”

Pengemis yang bertubuh pendek kecil itu membusungkan dadanya dan berkata,
“Kami selamanya tidak pernah menentang kaisar dan pasukan Kim-i-wi, akan tetapi kalau ciangkun melindungi wanita itu, berarti ciangkun secara pribadi memusuhi kami dan tentu kami tidak akan memandang pangkat ciangkun lagi!”

“Jembel tua busuk, kau sungguh kurang ajar. Kau kira aku takut kepadamu?”






Setelah berkata demikian, Lee Siang sudah menerjang maju dengan pedangnya yang memang sudah dia persiapkan lebih dulu! Dengan dahsyat panglima yang bertubuh tinggi tegap ini menyerang dan memang tenaganya besar, sehingga pedangnya berdesing dan mengeluarkan sinar kilat.

“Ciangkun, jangan...!”

Tio Sun berseru kaget. Semua itu terjadi demikian cepatnya sehingga dia yang memang berwatak pendiam dan tidak pandai bicara, tidak sempat untuk melerai. Akan tetapi Lee Siang tidak memperdulikan atau tidak mendengar cegahannya itu karena panglima itu sudah menyerang dengan tusukan pedangnya ke arah pengemis tua itu!

“Lee-ciangkun, jangan mencampuri urusan kami!”

Pengemis itu membentak dan dengan mudah saja dia menghindarkan tusukan itu dengan miringkan tubuhnya. Akan tetapi Lee Siang sudah menggerakkan pedangnya yang luput menusuk tadi, disabetkan ke samping mengarah leher kakek itu! Dan pada saat itu juga kakinya juga bergerak menendang ke arah pusar lawan.

“Hemm, engkau terlalu sombong dan perlu diberi hajaran!” pengemis tua itu membentak, tongkatnya bergerak menangkis dan kakinya juga diangkat memapaki tendangan itu.

“Tranggg... dukk...!”

Tubuh Lee Siang terguling dan pedangnya terlepas dari pegangan. Dia mengaduh dan terpincang karena kakinya yang digares oleh kaki kecil pengemis itu terasa nyeri seperti dipukul dengan linggis besi saja! Akan tetapi, Lee Siang menjadi makin marah dan dia sudah menubruk ke depan, menyerang dengan kedua tangan kosong secara nekat!

Tio Sun maklum bahwa dia harus turun tangan, karena kalau tidak, panglima itu dapat terancam bahaya. Kakek pengemis itu lihai bukan main, dan juga ganas. Ketika Panglima Lee Siang menyerbu, kakek itu sudah menggerakkan tongkatnya, maksudnya hanya akan menotok roboh panglima itu. Akan tetapi Tio Sun mengira lain, menyangka bahwa kakek itu akan menurunkan tangan kejam, maka dia sudah menerjang ke depan dan menggunakan tangan untuk mencengkeram tongkat itu!

“Aihh...!”

Hwa-i Sin-kai terkejut menyaksikan gerakan Tio Sun, apalagi dari tangan pendekar ini menyambar hawa yang amat kuat. Kakek pengemis ini menyangka bahwa tentu orang ini adalah pengawal pribadi Lee-ciangkun, maka diapun makin marah. Kiranya panglima ini sudah bersiap untuk menghalanginya menantang Kim Hong Liu-nio dan menerimanya dengan serangan-serangan.

Dia sudah marah kepada Lee Siang ketika dilapori anak buahnya betapa Lee Siang telah menyelamatkan Kim Hong Liu-nio di luar pintu gerbang dan kini, melihat sendiri betapa panglima itu menyerangnya, bahkan dibantu oleh seorang pengawal lihai, kemarahannya memuncak dan tanpa bertanya lagi dia sudah menggerakkan tongkat yang akan dicengkeram itu, menariknya kembali dan tidak jadi menyerang Lee Siang melainkan menotok ke arah leher Tio Sun!

“Ahhh...!”

Tio Sun terkejut sekali dan juga marah. Totokan ke arah lehernya itu adalah serangan maut yang mengarah nyawa! Betapa ganas dan kejamnya kakek pengemis ini! Dan memang Hwa-i Sin-kai bermaksud membunuh “pengawal” itu sungguhpun dia masih berpikir dua kali untuk melukai Panglima Lee secara parah.

Hwa-i Sin-kai juga terkejut sekali ketika melihat betapa pengawal itu menangkis tongkatnya dengan tangan kosong dan telah membuat tongkatnya menyeleweng dan luput! Inilah hebat, pikirnya! Jarang ada orang dapat menangkis tongkatnya dengan tangan kosong saja!

Di lain fihak, Tio Sun juga terkejut karena tangkisannya tadi membuat dia terdorong dan lengannya terasa nyeri bukan main, tanda bahwa kakek itu memang amat lihai.

“Bagus! Pengawal busuk, kau anjing penjilat pembesar, harus mampus!” bentak kakek itu sambil menggerakkan tongkatnya.

“Nanti dulu, pangcu! Aku tidak bermaksud memusuhimu...”

Akan tetapi dari samping, Lee Siang sudah menerjang lagi dengan marah,
“Hantam dia, kakek jembel ini memang jahat!”

Melihat Lee Siang kembali terjungkal oleh tendangan kaki pengemis itu, Tio Sun menjadi marah.

“Tar-tar-tar!”

Bunyi ledakan ini adalah ujung senjata dari pendekar ini, yaitu sabuk yang digerakkan seperti sebatang pecut dan dimainkan seperti orang memainkan joan-pian, dan tahu-tahu ujung cambuk ini sudah menotok ke arah tengkuk kakek pengemis itu.

“Bagus!” kakek itu berseru kaget dan juga kagum.

Dia memang tahu bahwa di kota raja banyak pengawal pandai, akan tetapi tidak disangkanya dia akan bertemu dengan seorang pengawal sepandai ini di gedung Panglima Lee Siang. Tongkatnya cepat diputar menyambut dan dalam belasan jurus saja Tio Sun terdesak hebat!

Kiranya kakek yang menjadi ketua Hwa-i Kai-pang itu memang luar biasa lihainya. Ilmu tongkatnya yang disebut Ngo-lian Pang-hoat (Ilmu Tongkat Lima Teratai) sudah mencapai puncaknya sehingga tongkat itu lenyap bentuknya dan berubah menjadi lima gulungan sinar yang makin lama makin lebar, dan dari sinar gulungan itu kadang-kadang mencuat ujung tongkat yang menotok ke arah jalan darah yang berbahaya!

“Hebat...!” Tio Sun berseru kaget setelah baru saja dia terbebas dari totokan amat berbahaya. “Pangcu, tahan dulu...” Dia melompat ke belakang dan mencabut pedangnya. “Aku tidak bermaksud memusuhimu, aku hanya datang untuk menjadi orang penengah!”

“Pengawal busuk, keluarkan kepandaianmu kalau memang kau lihai!” kata kakek pengemis itu yang salah duga melihat Tio Sun mencabut pedang pula di samping sabuknya yang lihai padahal pendekar itu mencabut pedang hanya untuk menjaga diri setelah terdesak hebat oleh tongkat yang amat lihai itu.

Tio Sun menjadi marah juga dan menggerakkan pedang menusuk setelah sabuknya menangkis dan berusaha melibat ujung tongkat.

“Prakkkk!”

Tio Sun terkejut bukan main karena kakek itu menggunakan tangan kiri yang telanjang untuk menangkis pedangnya! Memang tadi kakek itu belum mengeluarkan ilmunya yang paling hebat, yaitu Ta-houw-sin-ciang-hoat (Tangan Sakti Pemukul Harimau), dan baru sekarang kakek itu menggunakan tangan saktinya untuk menangkis pedang dan terus memukul dan dari pukulannya itu menyambar angin dingin yang dahsyat.

Tio Sun mengeluarkan suara kaget, mengeluh dan terjengkang roboh dan tidak bergerak lagi! Kakek pengemis itu terkejut bukan main. Dia tadi sudah menduga bahwa Tio Sun tentu bukan pengawal, melainkan seorang sahabat dari panglima itu, maka dia ingin mencoba kepandaiannya dan merobohkan tanpa membunuhnya.

Akan tetapi mengapa orang gagah itu kini roboh terjengkang dan tidak berkutik lagi? Dia memandang wajah orang itu dan makin terkejut mendapat kenyataan bahwa benar-benar orang gagah itu telah tewas! Padahal dia tahu benar bahwa pukulannya Ta-houw-sin-ciang-hoat tadi belum mengenai tubuh lawannya, hanya menangkis pedang saja!

“Tangkap pembunuh! Tangkap penjahat!”

Tiba-tiba Lee Siang berteriak-teriak dan muncullah belasan orang pengawal dari segenap penjuru dan terutama sekali, secara tiba-tiba ada sinar merah panjang menyambar dan dalam sekali serangan saja ujung sinar merah itu telah melakukan totokan bertubi-tubi sampai tujuh kali ke arah jalan darah maut di sebelah depan tubuh Hwa-i Sin-kai!

Kakek itu terkejut bukan main dan dia terdesak mundur, terpaksa memutar tongkatnya dan setelah menangkis tujuh totokan bertubi-tubi yang amat hebat itu, bahkan yang membuat tangannya tergetar keras, dia memandang dan melihat seorang wanita cantik jelita telah berdiri di depannya sambil memegang sehelai sabuk sutera merah!

“Kau Kim Hong Liu-nio!” bentak kakek itu.

Wanita itu tersenyum, manis sekali.
“Dan engkau tua bangka tak tahu diri, datang mengantarkan nyawa!” bentaknya halus dan kembali dia menerjang, kini dengan kedua tangan kosong sambil mengalungkan sabuknya di lehernya, seperti seorang penari yang sedang beraksi melakukan tarian yang amat indah.

“Bedebah kau!” Hwa-i Sin-kai membentak dan tongkatnya menyambar.

“Cring-cring-cringgg...!”

Tiga kali tongkat itu bertemu dengan lengan halus yang memakai gelang, dan kakek pengemis itu makin terkejut merasa betapa tangkisan lengan halus itu membuat kedua tangannya sampai kesemutan, tanda bahwa wanita cantik ini benar-benar lihai sekali, cocok dengan laporan para anak buahnya. Pantas semua anak buahnya tidak ada yang sanggup menandingi wanita ini!

“Menyerahlah kau, pembunuh kejam!” Lee Siang membentak. “Engkau telah membunuh Tio Sun taihiap, putera dari mendiang Ban-kin-kwi Tio Hok Gwan. Tangkap dia!”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: