***

***

Ads

Rabu, 01 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 075

Kamar Na Ceng Han terbuka dan piauwsu itu dengan mata terbelalak berseru,
“Dimana kebakaran?”

Akan tetapi dia segera meloncat kembali ke dalam kamarnya ketika ada sinar senjata berkelebat. Ketika dia meloncat ke dalam dan memandang ternyata yang menyerangnya adalah Ciok Khun yang tadi begitu melihat munculnya musuh besar ini telah menerjang dengan golok peraknya.

“Ah, kiranya engkau, penjahat keji!” bentak Na Ceng Han sambil meloncat ke dekat pembaringan dan menyambar pedangnya.

Isterinya yang sudah tidur terkejut dan turun dari pembaringan, mukanya pucat ketika melihat ada dua orang asing di dalam kamarnya.

“Lu-twako, inilah dia orangnya!” kata Ciok Khun kepada laki-laki yang memegang toya.

Biasanya, ketika masih menjadi tokoh Hwa-i Kai-pang Lu Seng Ok tentu saja bersenjata sebatang tongkat seperti semua tokoh perkumpulan pengemis itu. Akan tetapi setelah dia dikeluarkan dari Hwa-i Kai-pang dan tidak lagi berpakaian pengemis, tentu saja diapun tidak mau mempergunakan tongkat dan sebagai gantinya dia lalu membeli sebatang toya baja yang kokoh kuat dan berat itu. Mendengar seruan Ciok Khun, Lu Seng Ok sudah menggerakkan toyanya dan berdesirlah angin yang kuat ketika toya itu menyambar ke arah kepala Na Ceng Han!

Na Ceng Han marah sekali. Tak pernah disangkanya bahwa Ciok Khun, kepala dari Gin-to-piauwkiok yang dia tahu adalah bekas perampok dan melakukan pemerasan kepada para pengirim barang itu, akan berani melakukan penyerbuan secara pengecut seperti perampok-perampok. Cepat dia menggerakkan pedangnya menangkis serangan toya dari orang tinggi kurus yang tidak dikenalnya itu.

“Tranggg...!”

Bunga api berpijar dan terkejutlah Na Ceng Han karena tangkisan itu membuat pedangnya terpental dan telapak tangannya terasa nyeri. Tahulah dia bahwa orang yang memegang toya ini lihai dan memiliki tenaga yang kuat bukan main.

“Siapakah kau? Mengapa engkau memusuhi aku?” bentaknya dengan heran sambil memandang tajam.

Lu Seng Ok tertawa mengejek.
“Orang she Na, siapa adanya aku tidak perlu kau ketahui, diberitahukan juga apa artinya karena engkau akan mampus!” toyanya menyambar lagi dengan amat dahsyat sehingga Na Ceng Han cepat meloncat ke belakang, kemudian menggerakkan pedangnya untuk membalas dengan tusukan kilat.

Akan tetapi, ternyata pemegang toya itu lihai sekali dan dengan mudah dapat pula mengelak. Terjadilah pertandingan yang amat seru dan hebat antara Na-piauwsu dan bekas tokoh Hwa-i Kai-pang itu. Ciok Khun juga tidak tinggal diam dan dia sudah menerjang maju membantu kawannya mengeroyok Na-piauwsu.

“Ihhh... tolooonggg...!”

Nyonya Na berteriak ketika melihat api dari pintu kamarnya dan melihat suaminya dikeroyok dua. Dia teringat kepada puteranya dan kepada Bi Cu maka saking khawatirnya, nyonya ini menjerit-jerit di atas pembaringannya untuk memanggil para pembantu suaminya yang berada di kamar.






Mendengar jeritan ini, Ciok Khun cepat meloncat dan goloknya digerakkan dengan cepat. Melihat ini, Na Ceng Han membentak keras,

“Orang she Ciok, jangan ganggu isteriku!”

Namun terlambat sudah. Golok itu sudah membacok.
“Crokkk...!”

Dada dan leher nyonya itu terobek, darah menyembur keluar dan tubuh nyonya itu roboh menelungkup, dari pinggang ke bawah masih berada di atas pembaringan, akan tetapi dari pinggang ke atas berada di bawah pembaringan, tergantung dan darah membasahi lantai di bawahnya.

“Jahanam keji...!”

Na Ceng Han terbelalak melihat isterinya terbunuh dan dia meloncat meninggalkan Lu Seng Ok, tidak memperdulikan lagi kepada lawan bertoya ini karena saking marahnya, dia hanya melihat Ciok Khun dan pedangnya menyambar. Akan tetapi kemarahannya yang meluap ini mencelakakan dia. Karena dia hanya memandang kepada Ciok Khun, dan tidak memperdulikan lawan yang lebih lihai itu, ketika dia meloncat, toya di tangan Lu Seng Ok menyambar dan menyodok punggungnya.

“Dukkk...!”

Tubuh Na Ceng Han yang sedang meloncat dan menyerang Ciok Khun itu terhuyung dan saat itu dipergunakan oleh Ciok Khun untuk membalik dan menggerakkan goloknya yang baru saja membunuh nyonya Na itu untuk membacok!

Na Ceng Han merasa punggungnya nyeri bukan main dan melihat bacokan golok, dia mencoba untuk miringkan tubuhnya, akan tetapi biarpun dia berhasil mengelak dari bacokan golok itu sebelum dia dapat mengatur keseimbangan tubuhnya, dari belakangnya kembali toya yang berat itu menyambar, kini membabat ke arah kedua kakinya.

Na Ceng Han masih sempat meloncat ke atas, membalikkan tubuh dan pedangnya meluncur untuk membalas serangan musuh. Akan tetapi pada saat itu, golok Ciok Khun membacok dari belakang, sedangkan toya di tangan Lu Seng Ok menyambar dari depan.

Na-piauwsu sudah terluka parah di sebelah dalam tubuhnya oleh hantaman toya pada punggungnya tadi, maka gerakannya menjadi kaku dan lambat. Dia dapat menangkis toya, akan tetapi golok Giok Khun mengenai bahu kirinya sampai hampir putus! Dia terguling roboh dan ketika terguling, tangan kanan yang memegang pedang bergerak. Pedang itu meluncur ke arah Lu Seng Ok di depannya.

Bekas tokoh Hwa-i Kai-pang ini terkejut dan menangkis dengan toyanya, akan tetapi demikian cepatnya luncuran pedang itu sehingga biarpun tertangkis, masih saja meleset dan mengenai pangkal pahanya, menyerempet merobek celana dan kulit sehingga pangkal paha itu berdarah. Akan tetapi, Ciok Khun sudah meloncat ke depan dan sekali goloknya berkelebat, leher Na-piauwsu terbacok hampir putus. Darah muncrat-muncrat membasahi lantai kamar dan tubuh Na Ceng Han tidak bergerak lagi, tewas seperti juga isterinya yang telah mendahuluinya.

“Keparat...!”

Lu Seng Ok mengomel sambil memeriksa luka di pangkal pahanya, akan tetapi hatinya lega karena luka itu tidak hebat.

“Mari kita bantu teman-teman di luar!” kata Ciok Khun dengan wajah berseri.

Hatinya lega sekali karena dia telah berhasil membunuh musuh besarnya itu bersama isterinya. Mereka berdua cepat berloncatan keluar.

Ternyata lima orang piauwsu dari Gin-to-piauwkiok sedang bertempur melawan tiga orang anak yang dibantu oleh tujuh orang piauwsu dari Ui-eng-piauwkiok. Ketika para piauwsu dari Ui-eng-piauwkiok melihat munculnya Ciok Khun dan seorang pemegang toya yang lihai, yang dalam beberapa gebrakan saja telah merobohkan dua orang piauwsu Ui-eng-piauwkiok, maka mereka menjadi jerih dan segera melarikan diri! Hanya tiga orang anak itu yang masih terus melawan dengan gigih dan nekat.

Tiga orang anak kecil itu adalah Sin Liong, Na Tiong Pek, dan Bhe Bi Cu. Sin Liong mempergunakan senjata sebatang toya sedangkan Na Tiong Pek bersenjata pedang, juga Bhe Bi Cu memegang sebatang pedang.

Ketika tadi Sin Liong yang masih membaca kitab di dalam kamar Tiong Pek mendengar ribut-ribut, dia cepat berlari keluar dan dia melihat kebakaran-kebakaran itu. Cepat dia menyambar sebatang toya dan membantu para pelayan untuk memadamkan api, memukuli barang-barang yang terbakar agar tidak menjalar naik.

Sedangkan Tiong Pek yang juga terkejut karena baru saja akan pulas, cepat berlari ke luar dan dia melihat beberapa orang asing yang berada di halaman belakang. Maka dia lalu menggerakkan pedangnya menyerang. Tak lama kemudian muncul Bi Cu yang segera membantu suhengnya. Akan tetapi, dua orang di antara para piauwsu Gin-to-piauwkiok tentu saja memandang rendah kepada dua orang anak itu dan mereka ini hanya menghadapi mereka dengan tangan kosong sambil mentertawakan. Melihat ini, Bi Cu lalu menjerit minta tolong, maksudnya minta tolong kepada paman Na dan para piauwsu lainnya.

Yang pertama kali muncul adalah Sin Liong! Anak ini mendengar jerit Bi Cu cepat berlari ke ruangan belakang dan segera dia membantu dan menyerang seorang musuh dengan toyanya. Akan tetapi, lima orang pembantu Ciok Khun adalah orang-orang pilihan yang memiliki kepandaian, maka tentu saja Sin Liong bukanlah lawan seorang diantara mereka yang bertubuh tinggi besar. Dengan mudah saja Sin Liong ditampar dan ditendang sampai berkali-kali roboh.

Akan tetapi anak ini tidak pernah mengenal takut. Dia bangun kembali dan biarpun bajunya sudah robek-robek, dia tetap menyerang terus. Demikian pula dengan Tiong Pek dan Bi Cu yang terus memutar pedang mereka dengan nekat. Akhirnya muncullah tujuh orang piauwsu Ui-eng-piauwkiok dan terjadilah pertempuran kecil yang hebat itu. Sayangnya, para piauwsu ini menjadi jerih melihat munculnya Ciok Khun dan Lu Seng Ok, dan mereka segera melarikan diri untuk minta bantuan dan melaporkan kepada para penjaga keamanan kota.

Tinggal Sin Liong, Tiong Pek, dan Bi Cu yang tidak pernah mau menyerah, apalagi melarikan diri!

Ciok Khun yang sudah berhasil membunuh musuh besarnya, segera berkata,
“Mari kita pergi, jangan layani anak-anak!”

Dia bersama Lu Seng Ok sudah mendahului meloncat keluar, dan lima orang pembantunya sudah berlarian keluar pula.

“Penjahat-penjahat busuk, kalian hendak lari ke mana?”

Sin Liong membentak dan anak ini cepat mengejar, diikuti pula oleh Tiong Pek dan Bi Cu.

Setelah tiba di depan rumah, kembali Sin liong, Tiong Pek, dan Bi Cu menyerang tiga orang diantara mereka yang menjadi marah.

“Kalian ini anak-anak setan, sudah bosan hidupkah?” bentak seorang diantara mereka yang cepat memukul ke arah kepala Sin Liong.

Akan tetapi Sin Liong mengelak dan menggerakkan toyanya untuk balas menyerang. Tiong Pek juga meloncat seperti seekor burung garuda, pedangnya digerakkan menusuk seorang di antara mereka pula. Demikian pula Bi Cu juga menyerang seorang musuh.

“Cepat robohkan mereka, jangan main-main. Kita harus lekas pergi!”

Ciok Khun berseru karena dia tidak ingin orang-orang melihat bahwa dialah yang menyerbu rumah Na-piauwsu.

“Baik!” kata tiga orang pembantunya yang menghadapi tiga orang anak itu dan kini mereka memperlihatkan kepandaian.

Terdengar teriakan bergantian, tiga kali berturut-turut dari tiga orang itu roboh dengan tubuh berkelojotan, lalu diam dan tewas! Ciok Khun dan Lu Seng Ok terkejut setengah mati. Juga tiga orang anak itu terkejut karena mereka sendiri tidak tahu mengapa tiga orang lawan mereka itu tiba-tiba saja roboh dan berkelojotan lalu mati!

Bahkan Bi Cu menjadi ngeri melihat bekas lawannya berkelojotan itu, dia melempar pedang dan menutupi kedua mata dengan tangan mengira bahwa pedangnyalah yang membunuh orang itu.

Akan tetapi Lu Seng Ok tadi melihat menyambarnya sinar merah dan tahulah dia bahwa ada orang yang datang membantu fihak tuan rumah. Cepat dia membalik dan benar saja dugaannya. Di situ telah berdiri seorang wanita yang luar biasa cantiknya, seorang wanita yang berdiri tegak sambil tersenyum, sinar lampu di depan rumah yang muram itu hanya menggambarkan garis muka yang manis, yang memiliki sepasang mata jeli dan tajam, dan tangan wanita itu mempermainkan sehelai sabuk merah yang sebagian masih mengikat pinggangnya yang kecil ramping!

Dia tidak mengenal wanita itu, akan tetapi maklum bahwa wanita itu adalah seorang pandai, maka tanpa banyak cakap lagi dia lalu memutar toya bajanya dan menyerang dengan dahsyat. Pada saat itu, Ciok Khun yang melihat betapa dua orang pembantunya tewas, menjadi marah sekali dan diapun segera memutar goloknya menyerang dan mengeroyok.

Akan tetapi, wanita cantik itu dengan tenang-tenang saja menyambut serangan mereka berdua sambil tersenyum dan membentak dengan suara halus,

“Kalian dua orang jahat tak tahu malu yang suka menyerang anak-anak kecil layak mampus!”

Sambil berkata demikian, tangannya bergerak, sabuk merah berubah menjadi sinar merah menyambar-nyambar dan terdengar pekik mengerikan ketika dua orang penyerang itupun roboh dan tewas!

Semua piauwsu dari Gin-to-piauwkiok menjadi terkejut bukan main. Kepala mereka dan pembantu mereka yang lihai itu dalam segebrakan saja roboh dan tewas! Tentu saja nyali mereka terbang dan mereka berusaha untuk melarikan diri, akan tetapi para piauwsu dari Ui-eng-piauwkiok tentu saja tidak membiarkan mereka lari dan sisa tiga orang piauwsu dari Gin-to-piawkiok itu akhirnya roboh dan tewas semua oleh pengeroyokan para anak buah Ui-eng-piauwkiok.

Ketika semua orang mencari-cari wanita cantik yang menolong mereka tadi mereka melongo karena wanita itu telah lenyap dan bersama dia lenyap pula Sin Liong!

Tiong Pek dan Bi Cu memanggil-manggil Sin Liong, akan tetapi pada waktu mereka berdua masih mencari-cari, terdengarlah jerit-jerit dan tangis di sebelah dalam rumah. Mereka dan para piauwsu yang sudah merasa terheran-heran mengapa Na-piauwsu tidak muncul dalam keributan itu, cepat lari masuk dan dapat dibayangkan betapa kaget dan ngeri hati mereka ketika melihat bahwa Na-piauwsu dan isterinya ternyata telah tewas dalam keadaan yang amat mengerikan! Tiong Pek dan Bi Cu menubruk mayat-mayat itu sambil menjerit-jerit menangis, dan gegerlah di dalam rumah keluarga Na itu.

**** 075 ****
Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: