***

***

Ads

Rabu, 01 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 076

Siapakah adanya wanita cantik yang lihai sekali dan yang telah menyelamatkan tiga orang anak dari ancaman maut di tangan para piauwsu Gin-to-piauwkiok itu? Dia bukan lain adalah Kim Hong Liu-nio. Seperti kita ketahui, dengan bantuan Panglima Lee Siang, wanita ini berhasil membunuh Tio Sun, seorang di antara musuh-musuh besar gurunya yang harus dibunuhnya dengan jalan meminjam nama Hwa-i Kai-pangcu.

Pada waktu keluarga Tio bertangis-tangisan dan berkabung, Kim Hong Liu-nio dan Panglima Lee Siang merayakan kemenangan dari hasil siasat mereka itu dengan pesta dalam kamar di mana mereka berdua saling mencurahkan rasa kasih sayang antara mereka.

Akan tetapi tetap saja Kim Hong Liu-nio masih bertahan dan tidak mau menyerahkan diri sebelum semua musuhnya terbasmi habis, yaitu tinggal dua orang lagi, Cia Bun Houw dan Yap In Hong. Panglima Lee Siang tidak berani memaksa karena hal itu membahayakan keselamatan wanita yang dicintanya, maka diapun berjanji akan membantu dan menyebar mata-mata untuk menyelidiki dimana adanya dua orang musuh besar itu.

Setelah mencurahkan kasih sayang mereka dengan mesra namun terbatas, dan saling berjanji untuk bersetia sampai kelak terbuka kesempatan bagi mereka untuk menjadi suami isteri, pergilah Kim Hong Liu-nio ke utara untuk melapor kepada Raja Sabutai tentang segala yang dialaminya dan tentang keadaan Pangeran Oguthai atau Ceng Han Houw kepada raja dan permaisuri yang mendengarkan dengan hati gembira.

Akan tetapi, Raja Sabutai masih merasa sangsi dan curiga untuk berkunjung ke selatan. Di dalam istana kaisar, satu-satunya orang yang dipercayanya hanyalah Kaisar Ceng Tung seorang, dan kini kaisar itu telah meninggal dunia, maka dia merasa sangsi dan mengkhawatirkan keselamatannya. Juga para menteri pembantunya menasihatkan agar raja ini jangan lengah dan membiarkan dirinya terancam bahaya jika mengunjungi selatan.

Oleh karena itu, Raja Sabutai tidak datang menghadiri hari penobatan kaisar baru, yaitu Kaisar Ceng Hwa dan mengutus Kim Hong Liu-nio untuk kembali ke selatan, membawa barang sumbangannya kepada kaisar dan mewakilkan kehadirannya kepada puteranya, pangeran Oguthai.

Sebelum berangkat, Kim Hong Liu-nio menghadap subonya, Hek-hiat Mo-li, menceritakan tentang hasilnya membunuh seorang di antara musuh-musuh itu, yaitu Tio Sun. Nenek tua renta itu terkekeh senang, dia berkata,

“Bagus, muridku. Hanya sayang bahwa yang kau bunuh itu adalah orang yang paling lemah di antara musuh-musuhku. Kau harus cepat mencari yang dua orang lagi itu. Dan aku sendiri akan ikut pergi ke selatan, muridku, karena aku sangsi apakah engkau akan mampu menanggulangi mereka.

Giranglah hati Kim Hong Liu-nio karena dengan bantuan subonya, dia merasa yakin akan dapat dengan cepat membunuh dua orang musuh besar yang lain itu sehingga dia akan dapat segera bebas untuk melangsungkan pernikahannya dengan Panglima Lee yang telah menjatuhkan hatinya itu.

Maka berangkatlah guru dan murid itu meninggalkan utara. Raja Sabutai ketika mendengar bahwa Hek-hiat Mo-li hendak merantau ke selatan untuk mencari musuh-musuh besarnya, merasa tidak tega karena gurunya itu sudah tua sekali, maka dia lalu mengutus seorang panglima membawa sepasukan pilihan yang mengawal nenek itu secara diam-diam, dengan menyamar. Jumlah pasukan yang membantu nenek ini ada selosin orang-orang pilihan yang rata-rata memiliki kepandaian tinggi.

Setelah menghadiri perayaan di istana Ketika Kaisar Ceng Hwa dinobatkan sebagai kaisar baru, Kim Hong Liu-nio lalu mulai dengan penyelidikannya mencari musuh-musuh besar gurunya. Subonya sendiri yang sudah tua itu tentu saja tidak ikut mencari hanya menanti di dalam sebuah gedung di kota raja, menanti sampai muridnya berhasil menemukan musuh-musuh besar itu.






Dalam usaha mencari jejak musuh-musuhnya ini, Kim Hong Liu-nio dibantu oleh kekasihnya, Panglima Lee Siang yang menyebar kaki tangannya untuk menyelidiki di mana adanya pendekar Cia Bun Houw dan pendekar wanita Yap In Hong.

Demikianlah, pada hari itu, secara kebetulan Kim Hong Liu-nio lewat di kota Kun-ting, di sebelah selatan kota raja dalam penyelidikannya dan dia melihat keributan yang terjadi di dalam rumah keluarga Na-piauwsu. Wanita ini pada hakekatnya bukanlah orang jahat, bahkan dia condong untuk bersikap sebagai pendekar wanita yang tidak suka menyaksikan penindasan.

Dia dapat bersikap kejam hanya terhadap musuh-musuhnya, atau musuh-musuh gurunya yang harus dibasminya, sesuai dengan sumpahnya. Maka begitu melihat tiga orang anak kecil diserang oleh orang-orang dari Gin-to-piauwkiok, dia menjadi marah dan segera turun tangan menghajar, bahkan membunuh Ciok Khun, Lu Seng Ok, dan tiga orang anak buah mereka itu.

Kemudian, dalam keributan itu, Kim Hong Liu-nio yang sudah berhasil membunuh Ciok Khun dan Lu Seng Ok, melihat Sin Liong dan wanita ini terkejut bukan main! Anak setan itu masih hidup! Padahal dia telah memasukkan racun Hui-tok-san ke tubuh anak itu. Dan anak itu dahulu telah ditawan oleh ketua Jeng-hwa-pang yang kejam, maka dia menyangka bahwa anak itu tentu telah tewas.

Akan tetapi, sekarang dia melihat bocah itu masih segar bugar! Dan anak ini menurut pengakuannya adalah putera Cia Bun Houw, tokoh utama yang menjadi musuh besar subonya. Tentu saja hati wanita itu meniadi girang sekali. Tak disangkanya dia akan bertemu dengan bocah ini yang tentu akan dapat menunjukkan jalan ke tempat musuh besarnya she Cia itu!

Maka, dia tidak lagi memperdulikan segala keributan di tempat itu dan sekali tubuhnya bergerak, dia telah menangkap Sin Liong dan menotok bocah itu sebelum Sin Liong mampu berteriak atau bergerak, kemudian sekali berkelebat lenyaplah wanita itu bersama Sin Liong dari situ!

Begitu tubuhnya ditangkap dan dibawa lari seperti terbang, Sin Liong memandang dan tahulah dia bahwa dia terjatuh ke dalam tangan musuh lamanya! Tadi ketika Kim Hong Liu-nio membunuh tiga orang penyerbu rumah keluarga Na, diapun sudah mengenal wanita itu dan saking heran dan terkejutnya dia sampai tidak mampu berkata apa-apa.

Kini, melihat dirinya ditawan, dia tidak berusaha meronta karena diapun tahu bahwa dia telah tertotok dan tidak akan mampu membebaskan diri dari cengkeraman wanita yang amat lihai ini. Akan tetapi, sekali ini Sin Liong tidak menjadi marah, bahkan diam-diam dia berterima kasih kepada wanita ini. Dia tahu bahwa tanpa adanya wanita aneh ini, tentu Tiong Pek dan Bi Cu telah tewas, juga dia sendiri. Wanita aneh ini telah menyelamatkan nyawa mereka bertiga, maka kalau sekarang menawannya dan hendak membunuhnya sekalipun, dia tidak akan merasa penasaran!

Cepat bukan main larinya Kim Hong Liu-nio dan dia membawa Sin Liong ke puncak pegunungan yang tandus dan kering, sunyi seperti kuburan. Setelah tiba di atas puncak yang amat sunyi dan panas, Kim Hong Liu-nio melemparkan tubuh Sin Liong ke atas tanah.

Sin Liong rebah terlentang tanpa mampu bergerak dan ketika wanita itu menotoknya dan membebaskan dirinya, dia bangkit duduk dan memandang kepada wanita itu dengan mulut tersenyum dan mata berseri lalu dia mengelus-elus bagian tubuhnya yang terasa nyeri karena luka-luka bekas pukulan lawan dalam perkelahian tadi.

Melihat anak itu tersenyum kepadanya, Kim Hong Liu-nio mengerutkan alisnya. Senyum anak itu demikian terbuka dan sekiranya dia tidak begitu benci kepada anak ini sebagai putera musuh besarnya, tentu dia tidak ingin mencelakai seorang anak laki-laki seperti ini. Dan sepasang matanya demikian tajam.

“Uhh...!”

Kim Hong Liu-nio mengusap peluh di dahinya dan diam-diam dia memaki dirinya sendiri mengapa tiba-tiba saja dia merasa begitu lemah. Dia tidak tahu bahwa setelah dia menjadi korban asmara, setelah dia jatuh cinta terjadi perubahan dalam dirinya dan dia sebenarnya mendambakan kehidupan yang damai dan tenteram, jauh dari kekerasan dan penuh dengan cinta kasih dan kebahagiaan. Ada sesuatu yang mendorongnya untuk hidup akur dan damai dengan siapapun juga, mengajak senyum dan bergembira kepada siapapun juga.

“Kenapa kau pringas-pringis seperti itu?” bentaknya marah.

Senyum di bibir Sin Liong melebar.
“Bibi yang baik, engkau telah menyelamatkan nyawa Tiong Pek dan terutama Bi Cu, maka aku merasa girang sekali dan berterima kasih kepadamu. Ternyata engkau bukanlah iblis betina seperti yang selama ini kukira, melainkan orang yang gagah perkasa dan baik, yang kadang-kadang berpura-pura jahat dan kejam.”

“Hemm, apa maksudmu? Siapa itu Tiong Pek dan Bi Cu?” bentak Kim Hong Liu-nio.

“Tiong Pek dan Bi Cu adalah dua orang anak yang telah kau selamatkan nyawanya tadi, bibi yang baik...”

“Aku bukan bibimu!” bentak wanita itu marah.

“Tentu saja bukan, akan tetapi... ah, agaknya kau tidak suka kusebut bibi? Baiklah, kusebut kau enci juga boleh!”

“Huh, kau anak ceriwis!” bentaknya lagi dan Sin Liong ini diam saja.

Sampai lama mereka berdua tidak berkata-kata, dan wanita itu duduk di atas batu besar, matanya memandang jauh seperti orang melamun. Sin Liong juga memandang ke sana-sini. Keadaan amat sunyi dan tiba-tiba Sin Liong melihat betapa tempat itu penuh dengan burung-burung gagak. Ada yang beterbangan di atas dan ada pula yang hinggap di atas pohon, di atas batu-batu. Bulu mereka yang hitam itu mengkilap tertimpa sinar matahari pagi. Hari itu masih belum siang benar, akan tetapi panas matahari telah menyengat. Dan ternyata telah dilarikan selama semalam suntuk oleh wanita itu, wanita yang luar biasa.

“Luar biasa...!” tanpa disadarinya, kata-kata ini keluar dari mulutnya.

Ucapan itu agaknya menyadarkan Kim Hong Liu-nio dari lamunannya. Dia sendiri tidak tahu mengapa akhir-akhir ini dia banyak melamun. Dia terkejut dan menoleh.

“Apa katamu?” bentaknya.

Sin Liong juga terkejut karena dia sendiri tidak sadar bahwa jalan pikirannya keluar dari mulutnya.

“Eh, apa...? Ok, aku hanya ingin tahu apakah yang akan kau lakukan kepadaku, enci? Mengapa kau mengajak aku ke tempat yang sunyi ini?”

Tiba-tiba terdengar bunyi burung gagak. Seekor berbunyi, yang lain lalu menjawab dan mereka berkaok-kaok saling bersahutan. Sin Liong merasa serem. Bunyi burung gagak selalu menimbulkan serem di dalam hatinya, mengingatkan dia akan kematian. Kematian? Ibunya telah mati! Ibu kandungnya telah mati dibunuh oleh wanita ini! Dan tiba-tiba saja Sin Liong meloncat dengan penuh kemarahan, langsung saja dia menyerang Kim Hong Liu-nio dengan jurus ilmu silat yang selama ini dipelajarinya dari Na Ceng Han!

Ketika Sin Liong menyerangnya wanita itu masih duduk di atas batu dan dia hanya memandang saja ketika Sin Liong menyerangnya. Setelah anak itu tiba dekat, kaki Kim Hong Liu-nio bergerak.

“Bukkk!”

Tubuh Sin Liong terlempar dan terbanting dengan keras sekali, Sin Liong memang sudah menderita luka-luka, dan tubuhnya masih lelah dan sakit-sakit, maka bantingan itu membuat dia seketika merasa pening. Akan tetapi dia sudah bangkit lagi, dan dengan hati terbakar kemarahan karena mengingat betapa wanita ini telah membunuh ibu kandungnya yang tercinta, dia menerjang lagi dengan nekat.

“Iblis betina, kau telah membunuh ibuku!” bentaknya.

Sekali ini, Kim Hong Liu-nio menggerakkan tangannya menotok.
“Brukkk!” untuk kedua kalinya tubuh Sin Liong roboh dan sekali ini dia tidak mampu bergerak lagi.

“Aku memang telah membunuh ibumu, dan aku akan segera membunuh ayahmu juga!”

Kim Hong Liu-nio menghardik, kini kebenciannya timbul karena diapun seperti Sin Liong sudah teringat bahwa anak ini adalah putera dari musuh besarnya.

Biarpun tubuhnya sudah lumpuh tak mampu bergerak, namun Sin Liong masih dapat bicara. Dengan suara mengejek dia berkata,

“Huh, manusia macam engkau ini beraninya hanya menghina yang lemah. Kalau kau bertemu dengan ayah kandungku, dalam sepuluh jurus saja engkau tentu akan mampus!”

Sin Liong memang sengaja mengeluarkan ucapan ini untuk mengejek dan menghina, satu-satunya hal yang mampu dilakukannya untuk melampiaskan kemarahan dan sakit hatinya. Akan tetapi ucapan itu diterima girang oleh Kim Hong Liu-nio.

“Ah, jadi ayahmu berada di sini? Lekas katakan, dimana dia? Kalau kau memberi tahu dimana adanya Cia Bun How, aku akan mengampuni nyawamu!”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: