***

***

Ads

Senin, 06 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 096

Pertama adalah Tiat-thouw Tong Siok, wakil ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang yang menjadi tuan rumah. Calon ke dua adalah Lam-thian Kai-ong yang mewakili golongan pengemis dan gelandangan. Ke tiga adalah seorang tosu tua bermuka putih yang bermata tajam dan bersikap angkuh. Tosu ini bernama Kim Lok Cin-jin, wakil ketua Pek-lian-kauw bersama belasan orang tokoh perkumpulan itu. Calon ke empat adalah seorang guru silat yang terkenal sekali dari kota Amoi, berkepandaian tinggi dan menerima murid-murid dengan bayaran mahal. Guru silat ini dipilih oleh golongan tukang pukul, guru silat, dan para piauwsu. Dia bernama Ouw Bian, dikenal dengan sebutan Ouw-kauwsu, berusia lima puluh tahun, tubuhnya tinggi besar dan matanya lebar.

Adapun calon ke lima yang dicalonkan oleh para maling tunggal dan dunia pelacuran, adalah seorang maling tunggal yang amat terkenal di dunia selatan. Dia seorang pria berusia empat puluh lima tahun, berwajah tampan, tubuhnya sedang saja akan tetapi pakaiannya selalu indah seperti pakaian seorang hartawan. Namanya adalah Bouw Song Khi dan orang ini selain terkenal sebagai seorang maling tunggal yang lihai dan ditakuti, juga dia terkenal sebagai seorang hidung belang yang biasa keluyuran di tempat-tempat pelacuran dan selain itu juga dia dikenal sebagai seorang yang suka mengganggu wanita, seorang jai-hwat-cat (penjahat pemerkosa wanita) yang cabul, sungguhpun dia tidak pernah mau melakukan kejahatan-kejahatan itu di daerahnya sendiri, melainkan memilih daerah di luar kekuasaannya sehingga namanya disegani dan dihormati. Itulah sebabnya mengapa dia sampai dapat terpilih menjadi seorang calon bengcu.

Lima calon ini saja sudah terhitung banyak, karena andaikata pada saat itu muncul orang-orang seperti Lam-hai Sam-lo, kiranya beberapa orang di antara mereka akan mundur lagi! Para gerombolan yang termasuk golongan bajak sudah merasa tidak puas dan heran mengapa datuk-datuk mereka itu tidak muncul.

Melihat tidak ada orang lagi yang maju sebagai calon, Sin-ciang Gu Kok Ban sebagai ketua penyelenggara pemilihan bengcu lalu berseru nyaring kepada semua yang hadir.

“Apakah tidak ada lagi saudara-saudara yang mengajukan calon bengcu kecuali lima orang ini saja?”

Memang pemilihan kali ini agak sepi. Pilihan bengcu pada beberapa tahun yang lalu diikuti oleh belasan orang calon! Hal ini adalah karena yang maju adalah orang-orang yang amat terkenal sehingga para calon yang merasa tidak mungkin dapat menandingi calon-calon yang terkenal ini sudah lebih dulu mundur untuk menghindarkan diri mendapat malu, kalah dalam perebutan itu. Lima orang yang tinggal ini adalah tokoh-tokoh yang biarpun sudah saling mengenal namun belum pernah menguji kepandaian masing-masing, maka mereka berani untuk maju.

Tiba-tiba semua orang dikejutkan oleh suara yang nyaring.
“Aku maju sebagai seorang calon!”

Yang membuat semua orang terkejut dan memandang heran adalah karena mereka melihat bahwa yang berseru nyaring itu adalah seorang pemuda remaja yang tadi mengaku sebagai utusan atau wakil dari Cin-ling-pai!

Kini semua mata memandang kepada Kwee Siang Lee dengan penuh perhatian. Pemuda itu memang gagah dan tampan, sepasang matanya yang lebar dan bukan seperti kebanyakan orang itu amat tajam, menentang semua orang dengan penuh keberanian.






Memang pemuda ini memiliki mata seperti mata ibunya, wanita Tibet itu. Memang pemuda ini mengesankan sekali. Usianya baru delapan belas tahun, wajahnya bersih tampan dengan rambut hitam lebat disisir rapi dan digelung ke atas dibungkus dengan kain berwarna merah. Bajunya berwarna biru, diikat dengan sabuk sutera kuning, dan celananya berwarna putih bersih. Biarpun pakaiannya tidak dapat disebut mewah, bahkan terbuat dari bahan sederhana, namun karena bersih dan yang memakainya seorang pemuda remaja yang tampan, maka kelihatan pantas dan rapi. Tubuhnya sedang saja, namun padat dan membayangkan tenaga muda yang kuat.

Semua orang yang hadir merasa terkejut dan heran karena mereka semua mendengar bahwa Cin-ling-pai adalah sebuah partai yang besar dan termasuk partai dari golongan pendekar, partai bersih yang biasanya menjadi lawan dari golongan sesat atau golongan hitam. Kalau Cin-ling-pai hanya mengirim utusan sebagai peninjau saja, seperti partai-partai lain yang juga mengirim utusan seperti partai-partai Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai dan lain-lain itu, maka hal ini tidak mengherankan. Akan tetapi bagaimana Cin-ling-pai mengirim seorang wakil yang mencalonkan diri menjadi bengcu? Akan tetapi karena pemuda yang mengaku sebagai wakil Cin-ling-pai itu sudah mengajukan diri sebagai calon bengcu, maka ketua Sin-ciang Toat-thouw-pang menjadi bingung juga. Dia tentu saja tidak berani menolak, apalagi ketika para wakil golongan bersih yang lain bertepuk tangan dan mengangguk-angguk tanda setuju. Tentu saja mereka ini merasa suka kalau bengcu terjatuh ke tangan seorang Cin-ling-pai yang terkenal menjadi pusat para pendekar.

Sejak tadi, Sin Liong memang sudah memperhatikan Kwee Siang Lee yang mengaku sebagai wakil Cin-ling-pai. Kini, melihat pemuda tampan itu bahkan mengajukan diri sebagai wakil yang mencalonkan diri sebagai bengcu, tentu saja Sin Liong makin terheran-heran. Kehadirannya di tempat itu hanyalah karena dorongan suhengnya Ouwyang Bu Sek menyuruh dia menghadiri pemilihan bengcu hanya untuk meninjau dan mencari pengalaman saja.

Kini, mendengar pemuda tampan itu mewakili Cin-ling-pai mengajukan diri sebagai calon bengcu, tentu saja dia amat tertarik karena dia menjunjung tinggi nama Cin-ling-pai sebagai partai dari kong-kongnya (kakeknya).

Selagi ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang itu meragu dan tidak berani menolak, akan tetapi juga belum menerima Kwee Siang Lee sebagai calon bengcu yang ke enam, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring,

“Tidak pantas...!”

Dan nampak bayangan orang meloncat ke atas panggung, langsung berdiri menghadapi Sin-ciang Gu Kok Ban ketua perkumpulan tuan rumah.

Semua orang memandang. Kiranya yang meloncat ke atas panggung itu adalah Kim Lok Cinjin, wakil ketua Pek-lian-kauw yang tadi sudah diangkat menjadi seorang di antara calon-calon bengcu. Kim Lok Cinjin ini adalah sute dari Kim Hwa Cinjin, ketua Pek-lian-kauw di selatan. Dan sejak dahulu, Pek-lian-kauw memang membenci Cin-ling-pai yang dianggap menjadi musuh mereka. Oleh karena itu, Kim Lok Cinjin juga membenci Cin-ling-pai sehingga begitu melihat Cin-ling-pai diwakili seorang pemuda remaja yang mengajukan diri sebagai calon bengcu, hatinya sudah terasa panas dan dia cepat meloncat ke atas panggung sambil mencela.

Melihat tosu ini, Sin-ciang Gu Kok Ban menjura dan bertanya,
“Apakah yang dimaksudkan oleh totiang?”

“Pangcu, kami menolak kalau bocah itu menjadi calon bengcu mewakili Cin-ling-pai!” bentaknya dengan nada keras dan menghina. “Semua calon bengcu yang berada disini adalah orang-orang terhormat, yang menjadi calon karena diangkat oleh golongan masing-masing sebagai orang pilihan. Akan tetapi, siapakah yang mengangkat wakil Cin-ling-pai ini? Huh, siapakah yang tidak mendengar Cin-ling-pai itu perkumpulan macam apa? Mana mungkin ada kerja sama antara Cin-ling-pai dengan kita? Lihat saja buktinya. Cin-ling-pai mengirim wakilnya yang hanya seorang, itupun masih seorang bocah ingusan pula, dan kini bocah itu malah mengajukan diri sebagai calon bengcu! Bocah ingusan seperti itu menjadi bengcu? Ha-ha, bisa ditertawakan oleh cucu-cucu kita! Coba cu-wi (anda sekalian) pikir baik-baik, bukankah perbuatan Cin-ling-pai itu berarti memandang rendah dan menghina jagoan-jagoan selatan? Apa Cin-ling-pai mengira bahwa pemilihan bengcu diantara kita ini hanya permainan kanak-kanak belaka yang boleh dimasuki oleh bocah ingusan itu?”

“Tosu sombong...!” terdengar teriakan nyaring dan semua orang melihat pemuda Cin-ling-pai yang tampan itu tiba-tiba meloncat tinggi sekali dan tubuhnya lalu membuat poksai (salto) berjungkir balik tiga kali dengan gaya yang indah sekali, baru dia turun ke atas panggung tanpa menimbulkan suara tanda bahwa pemuda ini memiliki gin-kang yang sudah lumayan tingkatnya. Ketika Kwee Siang Lee meloncat, banyak orang bertepuk tangan memuji.

Sin Liong mengerutkan alisnya. Dia mengerti pula bahwa loncatan dengan gaya jungkir balik seperti itu membutuhkan latihan dan juga membutuhkan tenaga gin-kang yang lumayan, akan tetapi dengan memamerkan kepandaian seperti itu di hadapan demikian banyaknya orang pandai sungguh merupakan suatu kebodohan dan menandakan bahwa pemuda Cin-ling-pai itu sungguh-sungguh berwatak angkuh, sombong dan tolol! Akan tetapi dia hanya melihat saja dan mencurahkan penuh perhatian untuk melihat perkembangannya.

Kwee Siang Lee sudah berdiri di depan tosu Pek-lian-kauw yang memandangnya dengan mulut bercibir, sedangkan ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang sudah turun dari atas panggung. Ketua perkumpulan ini memang cerdik juga. Dia tahu siapa adanya tosu itu dan tosu itu tentu saja akan merupakan saingan berat bagi sutenya yang dia calonkan menjadi bengcu. Kalau sekarang tokoh Pek-lian-kauw ini ribut dengan wakil Cin-ling-pai yang ternyata memiliki gin-kang yang boleh juga itu, hal ini merupakan suatu keuntungan baginya.

Dua orang calon bengcu yang datang dari perkumpulan besar sudah hendak ribut dan bermusuhan sebelum pemilihan dilakukan, hal itu baik sekali bagi fihaknya, setidaknya akan mengurangi seorang saingan, fihak yang kalah. Maka diapun diam saja bahkan lalu menyingkir untuk memberi “kesempatan” kepada kedua fihak agar keributan itu makin berkobar.

Dan semua orang yang hadir disitu adalah kaum sesat yang paling suka menyaksikan perkelahian dan pertumpahan darah, maka kini terdengar suara-suara yang memihak keduanya, seperti para penonton adu ayam yang hendak bertaruhan!

“Tosu bau, siapakah tidak mengenal nama Pek-lian-kauw dimana engkau tadi diperkenalkan sebagai wakil ketuanya? Pek-lian-kauw adalah perkumpulan yang biasa menipu rakyat, memeras, membohongi dengan agama palsu, dan memikat perempuan-perempuan untuk diperkosa! Dan kau masih berani menghina Cin-ling-pai? Jangan kira bahwa aku, biarpun hanya seorang anggauta muda Cin-ling-pai, takut menghadapimu!”

Ucapan yang dilakukan dengan sikap gagah dan dengan suara lantang itu disambut tepuk tangan dari mereka yang memihak pemuda ini.

Kim Lok Cinjin tertawa mengejek.
“Heh-heh, bocah ingusan! Baru memiliki kepandaian gin-kang macam itu saja sombongnya sudah demikian hebat sampai memuakkan perutku! Padahal gin-kang seperti itu hanya patut untuk dipamerkan dalam permainan komidi di pasar saja, untuk menarik perhatian orang agar menderma. Kami tadi bicara menurut aturan, bukan seperti engkau yang hanya pandai menyombongkan diri belaka. Kalau engkau ingin menjadi calon bengcu, siapakah yang mencalonkanmu? Kalau tidak ada, siapakah percaya bahwa engkau ini orang Cin-ling-pai? Jangan-jangan engkau ini bocah sinting hanya mengaku-aku saja wakil Cin-ling-pai! Hayo jawab, siapa yang mencalonkan engkau sebagai wakil Cin-ling-pai?”

Tiba-tiba terdengar suara melengking,
“Aku yang mencalonkan dia!”

Tentu saja semua orang menengok ke bawah panggung, ke arah penonton dan melihat seorang anak laki-laki berusia enam belas tahun mengacungkan jari telunjuknya. Bahkan wakil ketua Pek-lian-kauw dan Kwee Siang Lee yang berada di atas panggung juga menoleh dan memandang kepada Sin Liong. Siang Lee memandang dengan terheran-heran karena dia sama sekali tidak mengenal pemuda remaja yang berpakaian sederhana itu.

“Aku mencalonkan dia sebagai wakil Cin-ling-pai menjadi calon bengcu! Cin-ling-pai adalah sebuah perkumpulan yang maha besar, maka cukuplah dengan mengutus anggauta mudanya. Karena dia sudah ada yang mengangkatnya sebagai calon, maka sudah memenuhi syarat dan dia harus diterima menjadi seorang calon bengcu!” kata Sin Liong dan karena memang anak ini memiliki hawa sin-kang yang luar biasa kuatnya di dalam pusarnya, ketika dia berteriak suaranya melengking nyaring sekali.

Mereka yang berfihak kepada Kwee Siang Lee menyambut dengan sorakan gembira. Akan tetapi Kim Lok Cinjin mengangkat kedua tangan ke atas dan suaranya terdengar melengking tinggi mengatasi sorakan itu,

“Kesaksian itu lebih tidak pantas lagi! Lihat siapa yang mengangkat bocah ini sebagai calon bengcu? Benar-benar kita semua dihina orang! Yang diajukan adalah bocah ingusan, akan tetapi yang mengajukan malah bocah yang masih menetek!” Mereka yang pro kakek ini tertawa dan bersorak mengejek.

“Pendeknya, bocah ingusan ini harus lebih dulu membuktikan bahwa dia adalah benar-benar wakil Cin-ling-pai dan buktinya hanyalah apabila dia memperlihatkan ilmu-ilmu aseli dari Cin-ling-pai. Melihat usianya, andaikata benar dia murid Cin-ling-pai, tentu kepandaiannya masih rendah dan mentah, maka biarlah kami akan mengajukan jago tingkat empat saja untuk mengujinya. Kita semua dapat melihat apakah benar-benar dia memiliki ilmu Cin-ling-pai dan mampu mengalahkan jago tingkat ke empat dari Pek-lian-pai!”

Mendengar ini, Siang Lee menjadi marah bukan main. Wajahnya yang tampan menjadi merah sekali dan sudah ingin menerjang kakek Pek-lian-pai itu. Akan tetapi pada saat itu, Kim Lok Cinjin sudah melompat turun dan sebagai gantinya dari tempat kehormatan tadi melompatlah seorang kakek yang berpakaian sebagai petani, kakek yang usianya sudah enam puluh tahun, namun gerakannya masih gesit, sepasang matanya liar.

Memang Pek-lian-kauw merupakan perkumpulan yang anggautanya terdiri dari banyak macam orang, terutama sekali para petani dan penduduk dusun. Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih) adalah perkumpulan yang selain menyebarluaskan agama campuran dari Buddha dan Tao dicampur dengan mistik dan sihir, juga mengandung cita-cita untuk menguasai kerajaan demi berkembangnya agama mereka. Untuk maksud itu, Pek-lian-kauw selalu menyusup ke dusun-dusun dan mempengaruhi rakyat kecil. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau tokoh ke empat ini berpakaian sebagai seorang petani.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: