***

***

Ads

Rabu, 08 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 105

Tujuh orang itu berteriak-teriak bising dan mereka menjadi makin ribut dan mencari-cari orang yang dikepungnya karena tiba-tiba saja pangeran itu sudah lenyap dan kudanya meloncat sambil meringkik keras, menyepak-nyepak dan menjauhi mereka, akan tetapi pangeran itu tidak berada lagi di tempat itu, padahal tadi mereka telah mengepung dan mulai menyerang.

Dari tempat agak jauh, Sin Liong memandang sambil tersenyum mengejek. Dia kagum menyaksikan gin-kang yang indah dari Han Houw yang tadi mempergunakan ketika kudanya meringkik-ringkik itu telah meloncat ke atas dan tentu saja lenyap karena dia telah menyusup ke dalam pohon yang tinggi di atas mereka!

Sin Liong tak dapat menahan tawanya ketika dia melihat betapa tujuh orang itu celingukan ke sana-sini mencari-cari, dan tiba-tiba Han Houw tertawa berkata,

“Hei, kalian ini orang-orang Pek-lian-kauw, lekas bersembahyang lebih dulu untuk menyembahyangi arwah kalian sendiri yang sebentar lagi akan melayang!”

Kiu-bwee-houw dan teman-temannya terkejut dan ketika mereka melihat bahwa orang yang mereka cari-cari itu berada di atas pohon, mereka marah dan siap untuk meloncat naik pohon.

Akan tetapi pada saat itu, Han Houw telah melayang turun dengan gaya yang indah dan pemuda bangsawan ini telah berdiri di atas tanah sambil menghadapi mereka dengan senyum mengejek.

“Hayo kalian cepat berlumba, siapa yang lebih dulu dapat merobohkan aku!”

Dia mengejek dan tujuh orang itu yang merasa penasaran kini menerjang dengan cepat, seperti sungguh-sungguh berlumba untuk merobohkan sang pangeran.

Sin Liong menonton dengan penuh kagum. Dia melihat betapa kedua kaki pangeran itu bergerak seperti menari-nari, melangkah ke sana-sini dengan ringan dan indahnya namun sedemikian cepat, teratur dan tepat sehingga tubuhnya dapat menyelinap ke sana-sini diantara terjangan tujuh orang pengeroyok itu dan semua serangan tidak ada yang pernah menyentuh tubuhnya.

Sin Liong mengerti bahwa pangeran itu mempergunakan langkah-langkah sakti yang amat lihai dan memang dugaannya benar, Ceng Han Houw telan mempergunakan Ilmu Langkah Pat-kwa-po dan dengan langkah-langkah ini, jangankan baru dikeroyok tujuh orang anggauta Pek-lian-kauw, biarpun dikeroyok oleh lebih banyak lawan yang tingkat kepandaiannya lebih tinggipun jangan harap akan dapat menangkap atau menyerang pemuda bangsawan itu dengan mudah!

“Ha-ha, Sin Liong, kau lihat lalat-lalat busuk ini, betapa menjemukan!” kata pangeran itu dan tiba-tiba dia merubah gerakannya kalau tadi dia hanya melangkah ke sana-sini seperti orang menari-nari, kini kedua tangannya bergerak menampar ke kanan kiri dan terdengarlah jerita-jeritan mengerikan disusul robohnya tujuh orang berturut-turut.

Tujuh orang Pek-lian-kauw itu roboh dan tak dapat bergerak kembali karena mereka telah tewas oleh tamparan-tamparan Ceng Han Houw yang amat lihai! Ngeri juga rasa hati Sin Liong menyaksikan betapa pangeran itu membunuh mereka demikian mudahnya dan alisnya berkerut. Betapa kejamnya pemuda bangsawan itu!






“Salah kalian sendiri kalau tadi tidak bersembahyang untuk arwah kalian sehingga kini arwah kalian menjadi setan-setan berkeliaran!” kata Ceng Han Houw sambil menghampiri kudanya dan dengan tenang saja dia meloncat ke atas kudanya, lalu menghampiri Sin Liong seolah-olah tidak pernah ada terjadi apapun.

Wajah Sin Liong masih membayangkan kengerian dan alisnya masih berkerut. Dia menyambut kedatangan pangeran itu dengan kata-kata yang mengandung teguran.

“Kau... kau membunuh mereka?”

Mendengar suara yang mengandung teguran itu Han Houw memandang dan tersenyum.

“Mengapa tidak? Apa kau lebih menghendaki kalau mereka itu berhasil membunuh aku?”

Wajah Sin Liong berubah agak merah dan dia cemberut.
“Tentu saja tidak. Akan tetapi perlukah mereka semua itu dibunuh begitu saja?”

Pangeran itu tertawa dan memegang tangan Sin Liong sebentar lalu melepaskannya lagi.

“Engkau berwatak lembut sekali, Sin Liong, sungguh tidak sesuai dengan kegagahanmu. Hidup memang demikianlah, bergelimang dengan kekerasan, apalagi hidup seperti aku ini, seorang pangeran yang selalu diincar musuh yang akan suka sekali kalau berhasil membunuhku. Soalnya hanyalah mereka atau aku, Sin Liong, dan dalam hal kematian, tentu saja aku memilih mereka yang mati daripada aku. Apa artinya tujuh orang pemberontak itu? Ha-ha, kalau engkau melihat betapa aku pernah sekaligus membunuh dua ratus orang lebih anggauta pemberontak yang merencanakan pembunuhan terhadap kaisar. Aku kurung mereka di dalam kuil dan kubakar kuil itu. Tidak ada seorangpun yang lolos!”

“Betapa kejam!”

Pangeran itu tertawa.
“Engkau belum mengerti benar apa itu yang kaunamakan kejam. Kalau saja sri baginda terjatuh ke tangan mereka, atau kalau aku tadi tidak mampu melawan dan aku terjatuh ke tangan mereka, tentu engkau akan turun tangan menolongku, tentu engkau akan mengatakan mereka yang kejam. Sin Liong, aku bernama Han Houw, dan aku seperti seekor harimau yang dikeroyok oleh tujuh ekor anjing serigala. Anjing-anjing itu mati olehku, engkau menganggap sang harimau kejam, akan tetapi andaikata sang harimau yang habis dikeroyok dan digerogoti dagingnya oleh serigala-serigala itu, tentu engkau akan menganggap anjing-anjing itu yang kejam. Ha-ha, engkau sungguh masih bodoh dan kurang pengalaman!”

Sin Liong tidak mampu menjawab. Dia membayangkan betapa pangeran ini seorang yang lemah dan tadi diancam oleh tujuh orang Pek-lian-kauw itu. Apakah dia akan turun tangan menolong? Tentu saja! Dia memang kagum dan tertarik kepada pangeran yang tampan dan memang gagah dan pemberani ini, mungkin saja ada rasa suka di hatinya, rasa suka yang terbendung karena mengingat bahwa pangeran ini adalah sute dari Kim Hong Liu-nio yang selalu memusuhinya.

“Mereka memang jahat dan menyerangmu, akan tetapi perlukah dibunuh? Mengalahkan mereka tanpa membunuh bukan merupakan hal yang sukar bagimu.” dia mencoba untuk membantah.

“Ha-ha-ha, melepaskan mereka agar mereka mengumpulkan teman-teman yang lebih banyak dan menghadangku pula di tempat lain? Itu bodoh sekali Sin Liong! Sudahlah, mari kita lanjutkan perjalanan kita yang menggembirakan, apa perlunya bicara tentang pemberontak-pemberontak itu? Pek-lian-kauw memang merupakan segerombolan pemberontak, dan karena itu pula maka aku mengadakan perjalanan ke selatan dan mendukung Lam-hai Sam-lo menjadi bengcu di selatan.”

Mereka menjalankan kuda mereka perlahan-lahan meninggalkan hutan itu. Sin Liong agak heran mendengarkan pengakuan itu.

“Ah, kiranya Lam-hai Sam-lo adalah orang-orangnya pemerintah?”

Han Houw tertawa.
“Bukan sekasar itu, Sin Liong. Mereka tetap merupakan tokoh kang-ouw, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang tidak menentang pemerintah. Tentu saja pemerintah menghendaki agar bengcu dipegang oleh orang yang tidak menentang pemerintah seperti Pek-lian-kauw. Dan untuk keperluan itu maka sri baginda mengutus aku pergi ke selatan.”

“Ah... jadi engkau adalah utusan sri baginda kaisar?”

Han Houw tersenyum dan mengangguk.
“Tidak resmi benar. Aku sekalian ingin pesiar. Setelah mendengar bahwa hanya Lam-hai Sam-lo yang boleh dipercaya, aku menghubungi mereka dan akulah yang menjagoi mereka agar memasuki pemilihan bengcu itu. Sengaja datang belakangan untuk melihat keadaan.”

Sin Liong mengangguk-angguk.
“Dan kau sudah siap di belakang bersama pasukan itu?”

“Ha-ha-ha, kau cerdik!”

Han Houw menepuk pundak temannya karena pemuda remaja itu menyenangkan hatinya dan sudah dianggap sebagai seorang sahabatnya.

“Aku jemu dengan semua itu, Sin Liong. Ke manapun aku pergi, orang menyembah-nyembahku sebagai pangeran dan sebagai utusan kaisar. Maka ketika aku bertemu dengan engkau yang menyebut namaku begitu saja, yang tidak berlutut kepadaku, barulah aku gembira, merasa hidup wajar kembali. Dan kepandaianmu sekarang hebat! Benarkah seperti yang kudengar bahwa engkau mewakili tokoh yang bernama Ouwyang Bu Sek dan yang menjadi musuh Lam-hai Sam-lo? Apakah engkau berambisi menjadi bengcu?”

“Karena Cia Keng Hong itu telah banyak memusuhi ayah, dan juga karena subo sendiri telah menjadi musuh besarnya. Ayah merasa marah karena subo telah berkali-kali kalah oleh Cia Keng Hong, bahkan beberapa tahun yang lalu ini, sebelum Cia Keng Hong meninggal dunia, subo Hek-hiat Mo-li yang dibantu oleh Kim Hong Liu-nio juga tidak mampu mengalahkannya. Hebat memang pendekar itu. Aku merasa kagum sekali mendengar betapa subo dan suci masih kalah dan karena kagum inilah maka aku ingin sekali memenuhi keinginan ayah. Suatu waktu aku harus mampu mengalahkan putera Cia Keng Hong yang bernama Cia Bun Houw itu, dan untuk itu, tahun depan ayah mengumpulkan semua orang pandai untuk dipilih dan diangkat menjadi guruku.”

Sin Liong termenung. Pangeran ini memusuhi kakeknya yang sudah meninggal dunia, dan memusuhi ayah kandungnya! Kalau saja dia tahu bahwa cucu musuh besarnya berada di depannya! Akan tetapi Sin Liong mengusir perasaan tidak enak di hatinya. Dia tidak memperdulikan lagi ayah kandungnya. Ayah kandungnya bukan manusia baik-baik. Buktinya telah membikin sengsara kehidupan ibu kandungnya dan ingin sekali mengunjungi kuburan ibu kandungnya.

“Baik, aku ikut bersamamu ke Lembah Naga!” Tiba-tiba dia berkata.

“Bagus, dengan begitu baru engkau seorang sababatku yang baik!”

“Maaf, aku hanya menjadi teman seperjalananmu, bukan berarti menjadi sahabatmu, pangeran,” jawab Sin Liong dengan suara dingin.

“Eh? Mengapa tiba-tiba menyebut pangeran? Aihh, apakah engkaupun akan ketularan penyakit umum dan bersikap hormat kepadaku? Akan memuakkan sekali kalau begitu, Sin Liong. Engkau lebih muda dariku, maka selanjutnya cukup kalau kau menyebutku twako saja, dan aku menyebutmu Liong-te. Kita patut menjadi kakak beradik, bukan, walaupun hanya kakak beradik angkat saja.”

Melihat sikap yang amat ramah dan mesra itu, mau tidak mau Sin Liong harus mengakui bahwa pangeran ini baik sekali kepadanya dan menarik hatinya, membuat dia merasa sukar untuk bersikap dingin. Dia menarik napas panjang dan berkata,

“Baiklah, Houw-ko.”

Wajah yang tampan itu berseri gembira dan diam-diam Sin Liong harus mengaku betapa gagah dan tampannya pangeran ini. Sepasang mata itu demikian jernih dan tajam, dan raut muka itu demikian gagahnya. Sayang bahwa seorang pria segagah dan setampan ini dapat memiliki watak yang kejam, membunuh orang seperti membunuh semut saja.

“Liong-te, mari kita cepat menuju ke benteng di depan itu!” katanya sambil menuding ke arah tembok yang agak jauh akan tetapi sudah nampak dari situ.

“Ke benteng? Mau apa pergi ke benteng?” tanyanya heran.

Han Houw tertawa.
“Kita perlu dengan busur dan anak panah. Di dalam pegunungan di sebelah sana benteng terdapat hutan yang banyak dihuni oleh ayam hutan dan binatang-binatang lain. Senang sekali berburu ke sana, Liong-te. Kita berburu di sana beberapa hari, setelah kenyang makan panggang ayam hutan, daging kijang dan mungkin mendapatkan kulit harimau, baru kita melanjutkan perjalanan ke utara. Senang, bukan?”

Sin Liong tersenyum dan bangkit kegembiraannya. Hidup di samping pangeran ini agaknya selalu dikelilingi dengan kesenangan dan kegembiraan. Dia mengangguk.

“Baiklah.”

Keduanya lalu membalapkan kuda menuju ke benteng. Mula-mula para penjaga dengan penuh curiga menghadang dua orang pemuda itu dan muncullah komandan jaga.

Akan tetapi ketika Ceng Han Houw mengeluarkan kim-pai, yaitu lencana terbuat daripada emas yang menjadi tanda kuasa atau tanda utusan kaisar, komandan itu menjatuhkan diri berlutut dan semua pasukan cepat memberi hormat. Akan tetapi Han Houw yang tidak suka atau sudah bosan dengan segala macam penghormatan itu, dengan singkat menyatakan bahwa dia hanya ingin minta dua batang busur yang baik berikut anak-anak panah yang baik.

Tentu saja permintaan ini cepat dipenuhi dan tak lama kemudian, setelah memperoleh apa yang dikehendakinya, Han Houw dan Sin Liong cepat membalapkan kuda meninggalkan pintu gerbang benteng, diikuti pandang mata para anak buah pasukan yang masih merasa terheran-heran seperti dalam mimpi karena tidak menyangka sama sekali bahwa hari itu ada seorang pangeran yang datang berkunjung!

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: