***

***

Ads

Sabtu, 11 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 118

Betapa kaget rasa hati Bun Houw ketika dia merasakan sesuatu yang lembut menindihnya, dua lengan yang mulus merangkulnya dan wajah yang terengah-engah menempel di wajahnya, sebuah mulut yang lembut menciuminya!

Syaraf-syarafnya yang terlatih segera menanggapi dan hampir saja dia menggerakkan tangan menyerang, akan tetapi dia segera melihat bahwa wajah yang terengah-engah itu, yang kemerahan dan penuh dicengkeram nafsu berahi, adalah wajah cantik manis dari Sun Eng! Kekagetan berganti keheranan luar biasa.

“Suhu... ah, suhu... aku cinta padamu...”

Bisikan di antara napas terengah-engah ini, ciuman pada pipinya, bibirnya, membuat Bun Houw yang tadinya terheran-heran menjadi marah bukan main. Dia sudah menggerakkan tangan, akan tetapi kesadarannya masih membuat dia dapat merubah pukulan itu menjadi dorongan sehingga tubuh dara itu terlempar dari atas tubuhnya, bahkan terus terbanting ke bawah pembaringan. Bun Houw sudah bangkit duduk.

Akan tetapi, Sun Eng tidak menjadi takut, bahkan kini dara itu cepat membuka pakaiannya, memperlihatkan dadanya yang muda dan mempesonakan.

“Suhu... suhu... lihatlah aku cinta padamu, suhu... aku hendak mempersembahkan tubuh ini kepadamu...”

Dan dara itu lalu merangkul lagi, mendekap kepala gurunya yang masih muda itu ke dadanya, kemudian mengangkat muka itu, menciumnya penuh nafsu berahi. Bun Houw memejamkan matanya dan seperti orang kehilangan dirinya sendiri, dia tenggelam dan terseret, kedua lengannya memeluk pinggang ramping itu, jari-jari tangannya bertemu dengan bukit-bukit pinggul dan diapun balas mencium bibir yang menantang itu.

Akan tetapi, tiba-tiba seperti sinar terang yang berkilat menerangi kegelapan, kewaspadaannya membuat Bun Houw melihat betapa gilanya dia menyambut bujukan iblis yang berupa pikirannya sendiri yang ingin mereguk kepuasan dengan melayani muridnya itu, biarpun peristiwa yang amat kotor. Tiba-tiba dia mendorong tubuh Sun Eng, sedemikian kuatnya sehingga tubuh dara itu terlempar menabrak pintu kamarnya!

Bun Houw sudah bangkit berdiri, matanya berkilat-kilat, dan pada saat itu terdengar suara In Hong dari luar,

“Houwko, ada apakah?”

Secepat kilat Sun Eng sudah membereskan bajunya dan meloncat keluar dari jendela. Ketika In Hong memasuki kamar, dia cepat berkata dari luar jendela itu,

“Subo, teecu tadi seperti mendengar suara mencurigakan, teecu mengira maling maka teecu hendak memberitahukan suhu, celakanya, dalam kagetnya suhu malah mengira teecu malingnya!”

Cia Bun Houw menekan perasaannya yang tidak karuan, jantungnya berdebar penuh ketegangan dan dia tahu bahwa kalau dia banyak bicara dalam saat itu, tentu In Hong akan menjadi curiga.

“Ah, aku hanya melihat bayangan di luar jendela, maka aku segera menyerang. Untung Eng-ji dapat mengelak,” katanya.






“Sun Eng, hati-hatilah kau kalau mendekati kamar gurumu. Engkau tentu tahu bahwa seorang ahli silat yang sudah matang ilmunya dan sudah mendarah daging ilmu silat dalam dirinya, syaraf-syarafnya selalu siap untuk menjaga diri dan dalam keadaan terkejut terbangun dari tidurnya dapat menyerang dengan tiba-tiba.”

“Maaf, subo... teecu khawatir mendengar bunyi itu, mungkin saja hanya kucing...”

“Hemm, betapapun, harus kuselidiki sendiri,” kata In Hong yang cepat melayang naik ke atas genteng dan setelah merasa yakin bahwa tidak ada orang lain dia lalu turun kembali dan memasuki kamarnya.

Sedikitpun dia tidak menaruh curiga atas terjadinya peritiwa itu. Akan tetapi tentu saja Bun Houw tak dapat tidur memikirkan keanehan dari muridnya itu. Dia melihat bahaya yang amat besar mengancam dirinya dan dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

Akan tetapi, melihat betapa suhunya tidak membuka rahasianya terhadap subonya, hal ini diterima salah oleh Sun Eng yang mengira bahwa suhunya “melindungi” dan bahwa diam-diam suhunya itu menanggapi pencurahan cintanya, maka dia bukannya mundur malah sikapnya menjadi makin mendesak.

Sikapnya bukan hanya makin berani, bahkan di depan subonya, dia tidak dapat menyembunyikan kerling matanya yang penuh daya pikat dan penuh kasih mesra terhadap suhunya. Tentu saja Bun Houw merasakan ini dan dia menjadi semakin gelisah dan tidak enak, apalagi setelah dia mengerti bahwa isterinya mulai memandang kepadanya dengan sinar mata aneh penuh kecurigaan yang makin lama menjadi kecurigaan yang mengandung cemburu!

Cemburu adalah suatu di antara perasaan-perasaan manusia yang amat aneh dan amat kuatnya mencengkeram batin manusia. Banyak orang mengira, bahkan berpendapat bahwa cemburu adalah tanda cinta, bahkan cemburu tidak terpisahkan dari cinta! Benarkah perkiraan atau pendapat demikian itu?

Kalau kita tanggapi dengan perkiraan atau pendapat yang lain, maka akan terjadi pertentangan pendapat yang ribuan macam banyaknya dan tiada habisnya, pula tidak ada gunanya. Sebaliknya kalau kita masing-masing menghadapi perasaan cemburu itu sendiri apabila ia timbul, mengamatinya dengan penuh kewaspadaan sehingga kita dapat menyelidikinya, mempelajarinya dan mengerti dengan sepenuhnya akan susunan cemburu, bagaimana munculnya, apa sebabnya dan apa pula akibatnya.

Karena hanya pengertian yang mendalam, yang timbul dari pengamatan waspada ini sajalah yang akan menciptakan perubahan sehingga kita tidak lagi disentuh oleh racun cemburu. Dengan memandang kepada diri sendiri, kita bersama dapat melakukan penyelidikan apakah sebenarnya cemburu itu sehingga bukan hanya menjadi semacam pengetahuan teoritis yang hampa. Pengetahuan seperti itu tidak akan melenyapkan cemburu.

Kita semua, tentu saja yang sudah pernah mengalaminya, tahu belaka apakah akibat dari perasaan cemburu ini. Cemburu menimbulkan derita batin, merasa sengsara, nelangsa, kecewa, berduka, kesepian, murung dan banyak pula yang menjadi marah dan dicengkeram kebencian sehingga menimbulkan tindakan-tindakan kekerasan. Oleh karena itu, kita semua tahu betapa buruknya akibat dari cemburu, dan tentu saja sebaiknya kalau kita tidak pernah lagi disentuh oleh racun cemburu ini.

Dari manakah timbulnya cemburu? Hendaknya jangan tergesa-gesa menjawab dari cinta! Cemburu mendatangkan penderitaan dan kekerasan, oleh karena itu amatlah tidak tepat kalau menghubungkan cemburu dengan cinta kasih! Bukanlah cinta kasih kalau mendatangkan kedukaan dan kebencian!

Cemburu muncul KARENA KITA TAKUT KEHILANGAN APA YANG MENDATANGKAN KESENANGAN KEPADA KITA! Cemburu baru timbul kalau kita merasa adanya bahaya bahwa sesuatu yang kita anggap milik kita yang kita pergi, baik itu merupakan benda, sahabat atau pacar atau suami atau isteri, akan terpisah dari kita dan menjadi milik orang lain.

Jadi cemburu datang karena kita ingin mempertahankan sesuatu atau sesuatu yang mendatangkan kesenangan kepada kita itu dan yang ingin kita monopoli atau miliki sendiri saja itu. Cemburu adalah kekecewaan dan kemarahan yang timbul karena PUNYAKU diganggu, karena milikKU diambil orang lain, atau, lebih tepat karena takut atau khawatir milikKU diambil orang lain. Jadi cemburu bersumber dari si aku yang ingin senang sendiri, dan barang atau orang yang kita “cinta” itu menjadi sumber atau alat dari mana kita memperoleh kesenangan, maka kalau sumber atau alat itu diambil orang lain, kita menjadi sedih, marah atau cemburu namanya.

Cinta kasih tidak ada sangkut-pautnya dengan cemburu. Cinta kasih bukan berarti aku ingin senang, aku ingin mengusai, justeru aku ingin senang dan aku ingin menguasai ini meniadakan cinta kasih! Cinta kasih tidak dapat dipaksakan, cinta kasih tidak mungkin dapat diikat. Kalau kita sayang kepada sebuah benda, tentu kita akan merawatnya baik-baik, menjaganya dengan hati-hati agar tidak rusak atau pecah, bukan? Dan kita melakukan semua itu karena benda tadi mendatangkan rasa senang kepada kita.

Demikian pula kepada seorang pacar. Rasa senang itulah yang membuat kita menjaganya, agar dia tidak sampai dipisahkan dari kita, karena hal itu berarti bahwa kita kehilangan itu! Padahal, kalau bisa dinamakan keinginan, kiranya satu-satunya keinginan dari seorang yang mencinta adalah ingin melihat orang yang kita cinta itu berbahagia! Akan tetapi pengejaran kesenangan membuat kita berpendapat bahwa orang yang kita cinta itu HANYA BISA BERBAHAGIA kalau menjadi milik kita! Betapa picik pendapat seperti ini, bukan?

Demikianlah, Yap In Hong mulai dicengkeram perasaan cemburu, ketika dia melihat sikap muridnya yang terlalu manis terhadap Bun Houw. Sebagai seorang wanita yang keras hati, In Hong tidak pernah dapat menyimpan rasa penasaran, setiap ganjalan hati tentu akan dikeluarkan melalui perbuatan dan kata-kata.

Oleh karena itu, setelah melihat jelas sikap muridnya yang ditangkapnya dengan ketajaman naluri kewanitaannya, pada suatu malam setelah beberapa hari lewat semenjak peristiwa malam itu, In Hong menemui Bun Houw dan dengan suara dingin dan sikap tegas dia berkata,

“Houw-ko, sekarang ceritakanlah apa artinya sikap Sun Eng yang demikian manis dan memikat kepadamu!”

Bukan main kagetnya hati Bun Houw mendengar ini, saking kagetnya karena hal yang mengganjal hatinya selama beberapa hari ini secara tiba-tiba disentuh oleh kekasihnya, dia menjawab dengan gagap.

“Apa... apa yang kau maksudkan, Hong-moi...?”

“Houw-ko, bukankah sudah tidak ada rahasia lagi di antara kita? Engkaupun tahu akan sikap aneh dari Sun Eng kepadamu, sikap manis memikat yang tidak wajar. Apa artinya itu?”

Kini Bun Houw sudah dapat menenangkan hatinya lagi, maka dia sudah siap dan setelah menarik napas panjang dia lalu berkata,

“Aahhh, hal ini menggangguku dalam beberapa hari ini, Hong-moi, membuatku sukar tidur nyenyak dan merasa gelisah karena aku selalu meragu apakah hal ini akan kuceritakan kepadamu secara terus terang atau tidak. Aku tadinya khawatir kalau-kalau engkau akan marah besar dan melakukan hal-hal yang mencelakakan kalau aku berterus terang. Akan tetapi melihat sikap anak itu yang makin menjadi, yang tentu menimbulkan kecurigaanmu, sebaiknya aku berterus terang saja. Hanya sebelumnya, harap engkau bersabar hati, Hong-moi, dan jangan bertindak keras, karena kasihan anak itu yang selain menjadi murid, juga seperti adik kita sendiri.”

Biarpun alisnya berkerut tanda kemarahan, In Hong mengangguk karena dia sudah dapat menduga bahwa tentu murid itu jatuh cinta kepada kekasihnya ini. Maka dia dapat mendengarkan dengan sabar ketika Bun Houw menceritakan semua yang terjadi pada beberapa malam yang lalu, ketika Sun Eng memasuki kamarnya dan memperlihatkan sikap yang amat tidak patut, merayunya.

Tentu saja dia tidak menyebut-nyebut tentang betapa dia hampir terseret oleh rayuan Sun Eng, betapa dia bahkan sudah membalas pelukan dan ciuman dara remaja itu. Memang, pekerjaan yang paling sukar di dunia ini bagi manusia adalah membuka rahasia kekotoran dirinya sendiri! Semua manusia ingin dan berdaya upaya sekuat tenaga untuk menutupi kekotoran dirinya, akan tetapi di samping itupun, berdaya upaya sekuat tenaga untuk membuka dan mengungkap rahasia kekotoran orang lain! Hanya dengan pengamatan waspada saja maka akan timbul kesadaran dan pengertian akan kepalsuan yang menyesatkan ini.

Wajah In Hong menjadi merah, sinar matanya berkilat penuh api kemarahan ketika dia mendengarkan penuturan kekasihnya sampai selesai.

“Hemm, bocah itu sungguh tak tahu diri dan tak tahu malu!” gumamnya.

“Memang dia telah melakukan hal yang tidak sopan sama sekali, Hong-moi. Akan tetapi kasihanilah dia, dia masih kanak-kanak dan perlu bimbingan dan nasihat kita. Kukira sebaiknya kalau dia mengerti bahwa engkau sudah tahu akan perbuatannya itu agar dia menjadi takut. Bagaimana kalau kita panggil dia dan kita bersama menasihatinya dan memarahinya agar dia sadar kembali dari kesesatannya itu?”

In Hong menarik napas panjang untuk menekan kepanasan hatinya, lalu dia mengangguk.

“Kurasa sebaiknya demikian. Kalau dipikir mendalam, memang kitapun bersalah, koko. Kita bertanggung jawab. Ketika dia kita bawa, dia adalah seorang anak perempuan yang belum tahu apa-apa dan masih bersih. Kalau dia sekarang ternoda oleh pikiran penuh gejolak nafsu itu, adalah karena dia terlalu banyak bergaul dengan orang-orang luar yang menghambakan diri kepada nafsu. Dan ini tentu saja tidak terlepas dari tanggung jawab kita yang agaknya kurang keras terhadap Sun Eng.”

Bun Houw mengangguk.
“Engkau benar, Hong-moi. Mudah-mudahan saja kita belum terlambat untuk mendidiknya kembali ke jalan benar agar kelak aku tidak usah merasa malu terhadap Kiam-mo Sun Bian Ek di alam baka.”

Maka dipanggillah Sun Eng. Ketika dara itu melihat wajah suhu dan subonya, wajahnya menjadi agak pucat. Dari sinar mata kedua orang gurunya yang seperti pengganti orang tuanya sendiri itu, tahulah dia bahwa ada hal yang amat panting terjadi dan dia dapat meraba apa adanya hal penting itu. Maka setelah memberi hormat, dia lalu duduk dan menundukkan mukanya.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: