***

***

Ads

Senin, 13 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 129

Makin lama makin penasaran rasa hati Bouw Song Khi karena semua serangannya tak pernah berhasil, juga mulai dia merasa ngeri karena dia dapat menduga bahwa pangeran ini benar-benar amat lihai.

Tiba-tiba terdengar suara ketawa mengejek dari pangeran itu dan dia telah menggerakkan tangan kirinya menangkis rantai yang datang menyambar! Dengan tangan kosong dia berani menangkis rantai! Hal ini mengejutkan hati Sin Liong den menggirangkan hati Bouw Song Khi. Rantai itu terbuat daripada baja murni den digerakkan dengan pengerahan tenaga sin-kang. Batu karangpun akan hancur terkena hantaman ujung rantai, apalagi tangan yang terdiri dari kulit daging dan tulang, pasti akan hancur berantakan!

“Plakk!”

Tangan itu menangkis ujung rantai dan rantai itu membalik, hampir menghantam muka Bouw Song Khi sendiri! Dan tangan kiri pemuda bangsawan itu sama sekali tidak terluka, lecet sedikitpun tidak! Bouw Song Khi menjadi pucat. Tak disangkanya bahwa pemuda ini memiliki kekebalan yang sehebat itu.

Dan Sin Liong kagum bukan main. Dia sendiri tidak tahu bahwa kakak angkatnya itu telah mewarisi ilmu kekebalan yang hebat dari Hek-hiat Mo-li! Nenek iblis ini, bersama mendiang Pek-hiat Mo-ko, telah menciptakan ilmu kekebalan yang ajaib, yang membuat seluruh tubuh mereka kebal terhadap senjata yang bagaimana ampuhnya, bahkan kedua tangan mereka mampu menangkis senjata-senjata pusaka.

Dalam cerita Dewi Maut, para pendekarpun sampai kewalahan menghadapi kekebalan Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li, sampai kemudian sepasang pendekar Cia Bun Houw dan Yap In Hong mengetahui rahasia kelemahan mereka yang dibuka oleh Khamila, ratu dari Raja Sabutai, yaitu kelemahan kakek dan nenek iblis itu berada pada telapak kaki mereka dan akhirnya sepasang pendekar itu berhasil menewaskan Pek-hiat Mo-ko dan melukai Hek-hiat Mo-li. Kini, ternyata ilmu yang luar biasa itu telah diturunkan pula kepada Ceng Han Houw dan hanya pangeran ini sendiri yang tahu rahasia kelemahannya sendiri!

Setelah menguji kekebalannya sendiri, Han Houw tertawa dan kini seenaknya saja dia menghadapi serangan rantai itu, bahkan kadang-kadang dia menerima gebukan rantai itu dengan tubuhnya!

Makin pucat wajah Bouw Song Khi dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak. Uap hitam menyambar ke arah muka Han Houw dan itu adalah bubuk beracun yang mengandung obat bius, yang biasa dipergunakan oleh jai-hwa-cat ini untuk membius wanita yang diculiknya.

Akan tetapi, perbuatannya inilah yang mendatangkan malapetaka baginya. Kalau tadinya Han Houw masih ragu-ragu untuk membunuh orang yang dianggap tidak ada sangkut-pautnya dengan Jeng-hwa-pang, kini melihat orang itu mempergunakan racun, pangeran muda ini menjadi marah.

Dia meloncat untuk menghindari dan tiba-tiba dari mulutnya menyambar sinar putih sedemikian cepat dan tidak terduga sehingga biarpun Bouw Song Khi berusaha menghindar, tetap saja mata kirinya menerima sambaran pek-ciam (jarum putih) yang tersebar dari mulut pangeran itu. Bouw Song Khi menjerit keras, rantainya terlepas dan kedua tangannya mendekap matanya karena terasa kenyerian yang sampai menyusup ke dalam jantungnya.

Han Houw menggerakkan pedangnya yang sejak tadi hanya dipakai menangkis saja. Pedang itu menembus dada dan ketika dicabutnya, darah muncrat dari tubuh lawan yang terjengkang dan tewaslah Bouw Song Khi.






Melihat ini, Gak Song Kam menjadi kaget bukan main, juga amat marah. Dia berteriak mengeluarkan aba-aba bagi semua anak buahnya untuk maju mengeroyok, sedangkan dia sendiri lalu mengerakkan pedangnya yang ampuh, pedang yang mengandung racun amat jahat, menerjang ke depan, disambut oleh Sin Liong! Han Houw mengeluarkan suara tertawa mengejek dan pangeran ini lalu menggerakkan pedangnya mengamuk, dikeroyok oleh puluhan orang anak buah Jeng-hwa-pang.

“Ha-ha-ha, kalian orang-orang Jeng-hwa-pang sungguh tak tahu diri dan sudah selayaknya mampus! Kami adalah sepasang pendekar Lembah Naga! Kami adalah Harimau Sakti dan Naga Sakti dari Lembah Naga, dan hari ini Jeng-hwa-pang akan terbasmi habis oleh kami!”

Diam-diam Sin Liong terkejut mendengar suara yang amat congkak ini, dan dia merasa ngeri melihat betapa Han Houw mengamuk dengan pedangnya, merobohkan para anggauta Jeng-hwa-pang seperti orang membabat rumput saja. Tentu saja para anggauta Jeng-hwa-pang itu bukan lawan pangeran yang lihai itu. Sambil tertawa-tawa Han Houw merobohkan mereka seorang demi seorang. Darah muncrat-muncrat membasahi bumi dan teriakan-teriakan mengerikan terdengar susul-menyusul.

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan ini, Gak Song Kam merasa khawatir sekali. Apalagi ketika dia mendapat kenyataan betapa semua gerakan pedangnya yang ditujukan untuk menyerang pemuda remaja itu tak pernah berhasil mengenai sasaran, dia makin gelisah dan maklum bahwa keadaannya amat berhahaya.

Ketua Jeng-hwa-pang ini memang seorang pengecut. Dahulupun ketika Jeng-hwa-pang diserbu oleh Kim Hong Liu-nio dan dia tahu bahwa baginya tidak ada harapan untuk menang, diam-diam dia lalu melarikan diri sambil membawa pergi Sin Liong. Kini, ternyata dua orang pemuda remaja itu tidak kalah lihainya dibandingkan dengan wanita iblis itu, bahkan sutenya telah tewas dan anak buahnya banyak yang tewas dan kini sedang dihajar habis-habisan oleh pemuda yang berpakaian indah dan memakai sorban berhiaskan batu permata itu!

“Heiiiiikkkkk!”

Tiba-tiba ketua Jeng-hwa-pang itu mengeluarkan teriakan nyaring dan begitu kedua tangannya bergerak, dari tangan kirinya meluncur paku-paku hitam dan dari pangkal pedang dekat gagang juga meluncur jarum-jarum hitam. Baik paku-paku dan jarum-jarum itu semua mengandung racun yang amat ampuh dan menyambar dengan cepat sekali ke arah Sin Liong!

Untung bahwa pemuda remaja ini pernah digembleng oleh orang-orang sakti seperti Cia Keng Hong dan Ouwyang Bu Sek, sehingga dia telah memiliki kematangan dan ketenangan batin yang luar biasa. Penyerangan jarum-jarum dan paku-paku itu amat tiba-tiba dan sama sekali tidak tersangka-sangka, juga dilakukan dari jarak dekat. Kalau dia gugup dan menangkis, sedikit lecet saja pada lengannya akan cukup membahayakan karena senjata-senjata rahasia itu direndam racun yang amat jahat.

Namun Sin Liong sudah tahu bahwa ketua Jeng-hwa-pang itu adalah ahli racun, maka diapun secara otomatis melempar tubuhnya ke belakang, berjungkir balik dan terhindar dari sambaran senjata-senjata gelap yang beracun ini. Akan tetapi, kesempatan itu dipergunakan oleh Gak Song Kam untuk melempar-lemparkan alat peledak yang mengeluarkan asap hitam tebal. Sambil tersenyum lega dia lalu meloncat melalui asap hitam yang beracun itu dan yang tidak mengganggu dirinya untuk melarikan diri seperti yang telah dilakukannya ketika Kim Hong Liu-nio menyerbu Jeng-hwa-pang dahulu.

Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu pemuda remaja yang menjadi lawannya tadi sudah berdiri di depannya, menghalanginya sambil tersenyum mengejek dan tidak kurang suatu apa. Dia tidak tahu bahwa Sin Liong masih ingat akan lihainya alat-alat peledak itu, maka melihat lawannya tadi melontar-lontarkan benda-benda itu, Sin Liong mempergunakan gin-kangnya untuk menghindar jauh ke tempat gelap, kemudian dia berkelebat menghadang ketika melihat ketua Jeng-hwa-pang itu hendak melarikan diri.

“Jangan harap akan dapat lari lagi seperti dulu, pangcu!”

Sin Liong berkata dan dia merasa muak akan kecurangan ketua yang pengecut ini, yang selalu hendak meninggalkan anak buahnya dan menyelamatkan diri sendiri secara curang apabila keadaan berbahaya baginya, sama sekali tidak patut dilakukan oleh seorang ketua yang tidak memperdulikan keadaan anak buahnya.

Akan tetapi melihat pemuda yang luar biasa itu sudah menghadangnya, Gak Song Kam yang semakin panik itu menubruk dengan pedangnya, mengirim serangan maut dan nekat karena dia maklum bahwa kalau dia tidak dapat segera melarikan diri dan pangeran yang sedang mengamuk itu turun tangan pula, tak mungkin lagi dia menyelamatkan diri.

Melihat serangan yang dilakukan dengan nekat ini, Sin Liong lalu merendahkan tubuhnya dan dari samping lengannya mengibas. Serangkum hawa yang luar biasa kuatnya menyambar dan langsung menyerbu dada ketua Jeng-hwa-pang itu.

Gak Song Kam mengeluh, pedangnya terlepas dan dia terpelanting, roboh pingsan! Kiranya Sin Liong telah menggunakan lagi sebuah jurus Cap-sha-ciang yang ampuh itu, dan akibatnya, baru terkena angin pukulannya saja lawan telah terpelanting dan roboh pingsan. Memang sama sekali tidak terkandung niat di hati Sin Liong untuk membunuh orang, maka diapun tidak melanjutkan serangan dan hanya memandang kepada tubuh lawan yang tak bergerak itu.

“Ha-ha, bagus. Liong-te, engkau telah berhasil merobohkannya!”

Terdengar suara Han Houw bersorak dan Sin Liong melihat tubuh kakak angkatnya itu berkelebat, lalu sinar pedang menyambar ke arah leher ketua Jeng-hwa-pang yang masih pingsan.

“Houw-ko, jangan...!” teriaknya, akan tetapi dia memejamkan mata melihat darah muncrat-muncrat dan kakak angkatnya itu telah memegang kepala yang buntung itu pada rambutnya, mengangkatnya tinggi-tinggi sambil tertawa-tawa!

Semenjak tadi, para anak buah Jeng-hwa-pang memang sudah gentar dan panik. Melihat betapa pasukan obor roboh semua oleh Sin Liong, disusul robohnya sute dari ketua mereka oleh Han Houw yang kemudian mengamuk dan merobohkan banyak kawan mereka, para anak buah Jeng-hwa-pang itu sudah menjadi ketakutan. Hanya karena ketua mereka masih melawan Sin Liong mati-matian sajalah mereka masih mempunyai harapan untuk mengalahkan dua orang muda perkasa itu.

Akan tetapi, begitu Gak Song Kam roboh dan tewas, kepalanya dijambak dan diangkat oleh pangeran itu, nyali mereka terbang dan dengan ketakutan sisa anak buah Jeng-hwa-pang itu lalu melarikan diri dari tempat itu!

Han Houw tertawa bergelak dan menyambitkan kepala yang buntung lehernya itu ke arah anak buah yang melarikan diri.

“Trakkkk!”

Dengan tepat kepala dari Gak Song Kam itu menimpa kepala anak buah yang sedang lari, maka robohlah orang itu dengan kepala retak!

Ceng Han Houw lalu mengambil obor yang banyak dilempar di atas tanah oleh para anak buah Jeng-hwa-pang, kemudian dia membakari rumah-rumah yang berada di situ. Dalam waktu singkat saja, sarang Jeng-hwa-pang menjadi lautan api! Para wanita yang tadinya bersembunyi di dalam, kini berlari-larian keluar dalam keadaan panik, ditertawakan oleh Han Houw yang menganggap keributan itu sebagai tontonan yang lucu.

“Tolooooonggg...! Ayah... ibu... tolonggg...!”

Suara jerit wanita yang keluar dari sebuah diantara bangunan itu menarik perhatian Sin Liong dan dia cepat mendekati rumah terbakar dari mana terdengar jerit wanita itu. Akan tetapi tiba-tiba ada bayangan orang berkelebat dan kiranya dia telah didahului oleh Han Houw yang sudah menerjang daun pintu rumah itu dan melompat ke sebelah dalam.

Hati Sin Liong merasa kagum dan girang. Betapapun garang dan ganasnya sikap pangeran itu terhadap musuh-musuhnya, namum di dalam dadanya terdapat watak pendekar juga yang siap menolong orang yang patut ditolong, seperti wanita yang menjerit-jerit itu.

Tak lama kemudian, di antara berkobarnya api yang mulai memakan daun pintu rumah itu, nampak Han Houw meloncat keluar sambil memondong tubuh seorang wanita muda yang manis dan kelihatan ketakutan.

Sambil tersenyum Han Houw berhenti di depan Sin Liong, menggunakan jari tangan kiri mencolek dagu gadis manis itu sambil berkata,

“Dia ini perawan dusun yang diculik Bouw Song Khi dan belum sempat diganggu! Liong-te, tugas kita sudah selesai dan aku mau bersenang-senang. Banyak wanita cantik berlarian di sana, kau boleh pilih sesukamu. Aku cukup dengan perawan dusun ini, ha-ha!” Pangeran itu lalu lari sambil memondong gadis itu.

Sin Liong berdiri dengan alis berkerut. Dilihatnya gadis itu meronta-ronta, menangis dalam pondongan Han Houw, namun tentu saja tidak berdaya dalam pondongan lengan pangeran yang kuat itu.

“Houw-ko..., lepaskan dia...!”

Tiba-tiba Sin Liong berseru dan berlari mengejar. Dia tidak ingin melihat kakak angkatnya melakukan hal yang amat jahat itu! Kalau gadis itu mau melayani kakak angkatnya, dia tidak perduli, seperti yang dilihatnya ketika kakak angkatnya dilayani oleh wanita-wanita cantik dalam rumah-rumah pembesar yang mereka lewati dahulu. Akan tetapi, gadis dusun itu meronta dan menangis, dan dia tidak ingin melihat kakak angkatnya itu menjadi seorang penjahat yang memaksa wanita.

Akan tetapi, hanya terdengar suara ketawa dan pangeran itu berlari terus memasuki hutan di mana mereka meninggalkan kuda mereka. Sin Liong mengejar terus, dan ketika dia melihat pangeran itu melanjutkan larinya dengan naik kuda sambil memeluk tubuh perawan dusun yang ditelungkupkan melintang di atas punggung kuda, diapun lalu meloncat ke atas punggung kudanya dan mengejar. Terjadilah kejar-kejaran di malam hari itu dan Han Houw tertawa-tawa sambil membalapkan kudanya, terus dikejar oleh Sin Liong.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: