***

***

Ads

Selasa, 21 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 133

Tiba-tiba muncullah Han Houw dan dia lalu berbisik-bisik dengan mereka, seperti orang yang mengatur siasat dan disambut oleh empat orang pelayan itu dengan tertawa geli.

Sementara itu, Sin Liong melarikan diri ke dalam taman dengan jantung berdebar tegang. Tubuhnya penuh keringat karena pengalaman tadi membuat dia menjadi tegang sekali, Dia sudah mengenal taman ini siang tadi dan tahu bahwa di situ terdapat sebuah telaga buatan kecil yang airnya jernih. Taman itu sunyi, dan di bagian telaga kecil itu amat indahnya. Bulan malam itu bersinar terang dan cahayanya membuat permukaan air telaga kuning keemasan. Air sedemikian heningnya sehingga bulan seperti tenggelam di dasarnya, tersenyum kepadanya.

Ketika Sin Liong berdiri di tepi telaga memandang, bulan yang bundar itu membentuk wajah. Wajah yang berubah-ubah, wajah keempat orang pelayan wanita tadi yang kini tersenyum memikat kepadanya. Dia bergidik, biarpun tubuhnya terasa gerah. Sin Liong mengusir semua bayangan itu dengan duduk di tepi telaga yang sunyi dan menujukan pikirannya kepada pelajaran ilmu yang pernah dilatihnya di bawah bimbingan dan petunjuk Ouwyang Bu Sek.

Di antara ilmu yang didapatinya di dalam kitab pemberian guru mereka yang pernah dilihatnya, yaitu Bu Beng Hud-couw, terdapat ilmu samadhi untuk menghimpun tenaga Im-kang dan waktunya tepat sekali pada saat itu. Ilmu itu harus dilakukan dengan cara merendam diri dalam air, di bawah sinar bulan purnama. Dan saat itu bulan purnama, dan di depannya terdapat air telaga yang bening dan jernih. Dia akan dapat melakukan ilmu “menyedot dan menghimpun hawa Im” dengan sebaiknya. Apalagi dia memang sedang merasa panas, dan latihan itu dapat mengusir gangguan bayangan empat orang wanita tadi yang telah mengejarnya!

Karena taman itu sunyi dan tidak kelihatan ada seorangpun kecuali dirinya, Sin Liong tidak ragu-ragu lagi lalu menanggalkan semua pakaiannya, dan dengan hati-hati dia lalu turun ke dalam air telaga. Air yang sejuk sekali menyambutnya dan dia merasa segar sekali. Dia terus melangkah ke tengah telaga di mana airnya mencapai perutnya dan ketika dia duduk bersila, air merendam tubuhnya sampai ke leher.

Mulailah Sin Liong bersamadhi dan mengatur napas menurut pelajaran dalam kitab ciptaan Bu Beng Hud-couw dan mulailah dia menghimpun tenaga dari hawa Im yang berlimpahan bersama dengan sinar bulan purnama memenuhi telaga itu! Dia segera merasa betapa hawa yang amat dingin itu meresap ke dalam tubuhnya, bergerak-gerak di dalam pusar karena hawa di dalam tubuhnya siap menolak hawa Im yang amat kuat itu.

Namun dengan menurutkan petunjuk pelajaran itu dia tidak menolak, melainkan menghimpun dan menerima. Mula-mula memang tubuhnya menggigil, akan tetapi makin lama hawa dingin itu makin berkurang dan dia mulai merasa nyaman sehingga kalau dia tidak waspada, dia dapat tertidur dan akibatnya tentu akan berbahaya sekali baginya.

Tiba-tiba terdengar suara ketawa cekikikan yang amat mengejutkan hati Sin Liong dan dia terbelalak memandang ke tepi telaga di mana empat orang pelayan cantik tadi telah berdiri sambil tertawa-tawa dan mereka itu mulai menanggalkan pakaian mereka dengan cepat! Kini bukan hanya pakaian luar yang mereka tanggalkan, melainkan berikut pula pakaian dalam sehingga mereka itu semua berbugil!

“Aihhh, kongcu mandi mengapa tidak mengajak kami?”

“Mari kugosokkan punggungmu, kongcu.”

“Kongcu, kau ajari aku renang, hi-hik!”






Tiga orang sudah terjun dan sambil tertawa-tawa, menghampiri dan mengurung Sin Liong, bersiram-siraman air dengan tangan mereka sambil tertawa-tawa. Orang ke empat sudah tergesa-gesa menanggalkan pakaian untuk terjun pula.

Empat orang wanita itu makin geli tertawa ketika melihat keadaan Sin Liong. Memang lucu sekali keadaan pemuda ini. Dia bengong dan tetap mendekam dalam air, tidak berani bergerak sama sekali! Dia bertelanjang bulat, bagaimana dia berani bergerak? Kalau dia melarikan diri, tentu ketelanjangannya akan terlihat orang! Akan tetapi berdiam saja di situ juga tidak mungkin. Empat orang wanita itu telah mendekatinya, bahkan mulai meraba-raba sambil tertawa-tawa.

“Jangan... pergilah kalian... pergilah...”

Dia berkata gagap, akan tetapi empat orang itu makin geli tertawa-tawa, memperlihatkan dada mereka yang terbuka dan melakukan gerakan-gerakan memikat di depan Sin Liong sehingga pemuda ini memejamkan mata agar tidak melihat semua pemandangan itu.

“Aihh, kongcu, mengapa malu-malu?”

“Malu-malu kucing, hi-hik...”

“Kongcu, berilah cium padaku...”

Sin Liong tidak dapat bertahan lagi. Dia membuka kedua matanya dan tiba-tiba kedua tangannya bergerak. Air terpercik ke sekelilingnya.

“Aduhhh...!”

“Ah, mataku...”

Empat orang wanita itu menjerit dan menggunakan kedua tangan menutupi muka dan mereka memejamkan mata karena percikan air itu seperti jarum-jarum saja menusuki muka mereka! Mereka hanya merasakan air bergerak kuat kemudian sunyi. Ketika akhirnya mereka berani membuka mata, ternyata pemuda yang tadi merendam diri bertelanjang di antara mereka itu telah lenyap. Demikian pula tumpukan pakaian pemuda itu di tepi telaga telah lenyap pula!

Dengan kecewa dan juga terheran-heran empat orang gadis cantik itu keluar dari dalam telaga. Muncullah Han Houw dan dengan kecewa pula dia berkata,

“Ah, kalian sungguh bodoh! Mengapa kalian tidak memeganginya dan tidak berhasil menundukkannya? Tolol!”

Dan dengan gemas pangeran inipun pergi dari situ, kembali ke dalam kamarnya. Dia merasa amat penasaran karena belum juga dapat berhasil menggoda adik angkatnya itu. Selama adik angkatnya itu dapat bertahan dan tinggal menjadi seorang perjaka, dia akan selalu merasa “kalah” dan hal ini amat tidak enak baginya. Dia tidak mau kalah, dalam hal apapun juga. Dan kalau dia sudah berhasil menemukan guru adik angkatnya itu, diapun tidak akan mau kalah dalam hal ilmu silat. Akan tetapi sekarang, dia tidak saja kalah dalam ilmu silat, bahkan kalah pula dalam keteguhan hati mempertahankan kemurnian dirinya. Dia hanya menang dalam kedudukan dan pangeran ini mulai merasa menyesal dan kecewa.

Sementara itu, ketika tadi dia menggunakan akal membuat empat orang wanita itu terpaksa menutupi muka mereka, Sin Liong berhasil melarikan diri tanpa mereka lihat dan pada saat dia melarikan diri, dia melihat Han Houw mengintai dari balik sebatang pohon, tidak jauh dari telaga buatan itu!

Hatinya merasa penasaran sekali karena dia dapat menduga bahwa kembali kakak angkatnya itulah yang berusaha untuk menyeret dan menjatuhkannya dalam pelukan wanita-wanita itu! Mulailah Sin Liong merasa betapa berbahayanya kalau dia melanjutkan perjalanan bersama kakak angkatnya itu. Ada ketidakcocokan dalam banyak hal di antara mereka, biarpun harus diakuinya bahwa dia merasa suka kepada Han Houw dan mengagumi pangeran itu.

Karena dia merasa marah oleh perbuatan Han Houw yang jelas hendak menyeretnya jatuh ke dalam permainan cinta kotor dengan wanita-wanita itu. Sin Liong tidak kembali ke dalam kamarnya, melainkan terus melarikan diri pergi dari kota Ceng-lun. Bahkan kuda tunggangnya tidak diambilnya dan dia melanjutkan perjalanan seorang diri, menggunakan ilmunya berlari cepat melintasi padang pasir dan menyeberangi tembok besar, memasuki daerah selatan. Dia meninggalkan Han Houw begitu saja!

Sin Liong melakukan perjalanan jauh yang susah payah menuju ke selatan. Alangkah jauh bedanya dengan ketika dia melakukan perjalanan bersama Han Houw. Ketika dia melakukan perjalanan bersama pangeran dari selatan, jauh sekali dari selatan, dia dan Han Houw menunggang kuda dan selalu berhenti di kota-kota besar, disambut dengan penuh kehormatan oleh para pembesar, dijamu dengan hidangan-hidangan lezat, dilayani dan diberi tempat penginapan di kamar istimewa yang bersih dan mewah.

Kini, setelah dia meninggalkan Han Houw di Ceng-lun dan melakukan perjalanan dengan jalan kaki ke selatan, dia melakukan perjalanan seorang diri yang melelahkan, bahkan sering kali kurang makan dan terpaksa dia makan seadanya, malah pernah dia terpaksa minta makan pada keluarga petani yang miskin!

Akhirnya dia tiba di kota raja, tempat yang memang ditujunya. Dia ingin mencari Kim Hong Liu-nio, wanita yang bukan saja telah membunuh ibu kandungnya, akan tetapi juga yang menyebabkan kematian kakeknya. Akan tetapi, setelah dia tiba di kota raja, kota yang besar dan ramai itu, mulailah dia merasa bingung. Ke mana dia harus mencari Kim Hong Liu-nio di tempat ramai dan besar ini? Dan mulai pula dia bingung karena tidak tahu bagaimana dia harus mencari makan! Kalau dia berada di dalam hutan, mudah baginya untuk menangkap binatang hutan atau tetumbuhan untuk dimakan, akan tetapi di kota besar seperti kota raja ini, bagaimana dia bisa mendapatkan makan? Mengemis? Dia tidak sampai hati untuk mengemis makanan. Jalan satu-satunya hanyalah bekerja. Akan tetapi bekerja apakah?

Sin Liong merasa bingung sekali. Sudah dua hari dia tidak makan dan pagi hari itu, dia berdiri di depan sebuah restoran yang baru saja membuka pintu pintunya. Dia berdiri di situ karena asap dan uap masakan yang keluar dari rumah makan itu sungguh amat sedap tercium hidungnya, membuat perutnya terasa makin lapar, hampir tak tertahankan lagi.

Sin Liong adalah seorang pemuda yang berwajah tampan. Pakaiannyapun adalah pakaian yang tadinya amat indah dan mahal, pemberian dari pembesar-pembesar yang menyambut Han Houw. Biarpun sudah beberapa lama pakaian itu tidak dicuci atau diganti, sudah nampak kotor, namun masih mudah dikenal bahwa pakaian itu tadinya merupakan pakaian mahal.

Oleh karena itu, melihat pemuda ini berdiri bengong di depan rumah makan, majikan rumah makan itu menjadi tertarik. Dia memandang penuh perhatian dan keheranan. Kalau pemuda itu seorang kongcu, tentu sudah masuk restoran dan pesan makanan untuk sarapan pagi, akan tetapi kalau seorang tuan muda, biar pakaian dan sepatunya menunjukkan demikian, pakaian itu sudah terlalu kotor. Sebaliknya, kalau pengemis, tidak pantas pula. Wajah dan pakaian pemuda itu, juga sikapnya, sama sekali tidak memberi tanda bahwa pemuda itu seorang pengemis.

“Engkau... ada apakah berdiri di situ, orang muda?” Akhirnya majikan rumah makan itu berdiri di depan pintunya dan bertanya.

Ditegur orang, Sin Liong gelagapan dan dia menelan ludahnya,
“Ah, aku... lapar sekali...”

Hemm, bukan pengemis, pikir majikan rumah makan itu. Kalau pengemis tentu sudah minta-minta.

“Kalau lapar, boleh membeli makanan,” pancingnya.

Sin Liong makin gelisah.
“Aku... aku tidak punya uang...”

Majikan rumah makan itu mengerutkan alisnya dan memandang dengan teliti dari atas sampai ke bawah.

“Lalu dengan apa engkau akan membayar makanan kalau tidak punya uang?”

Pertanyaan ini seolah-olah membuka kesempatan bagi Sin Liong.
“Lopek, kalau engkau sudi memberi makanan kepadaku, aku dapat membayarnya dengan tenagaku. Aku mau bekerja apa saja untukmu!”

Majikan rumah makan itu mengelus jenggotnya yang jarang dan pendek. Hemm, orang muda ini tidak kelihatan jahat, sikapnya halus dan tubuhnya kelihatan kuat.

“Kau mau menjadi pelayan?”

“Aku mau!”

“Apakah engkau bisa?”

“Aku dapat mempelajarinya.”

“Siapa narnamu, orang muda?”

“Namaku... panggil saja A-sin!”

“Di mana rumahmu?”

“Lopek, harap percaya kepadaku, aku bukan orang jahat. Akan tetapi aku tidak punya rumah, dan akupun tidak mau mengemis. Aku ingin bekerja untuk mendapatkan makan.”

Sikap tegas dan gagah ini menarik hati majikan rumah makan itu.
“Sudah berapa hari engkau tidak makan?”

“Sudah dua hari dua malam, dan aku telah melakukan perjalanan jauh sekali.”

“Masuklah!”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: