***

***

Ads

Selasa, 21 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 138

“Hik-hik, aku hanya main-main. Kau mengapa begini pemalu? Eh, A-sin, sungguh tidak kusangka bahwa engkau ternyata bukan sembarang orang, melainkan seorang penting yang menyembunyikan diri dan menyamar sebagai pelayan! Hebat! Semuda ini engkau sudah dijadikan buruan pemerintah. Wah, engkau pasti orang penting yang menyamar. Siapakah sebenarnya engkau dan mengapa engkau dikejar-kejar perajurit kerajaan?”

Sin Liong tidak ingin diketahui sebabnya dia dikejar-kejar para perajurit. Dia dikejar perajurit karena hasutan Kim Hong Liu-nio bahwa dia adalah putera pemberontak Cia Bun Houw dan dia sama sekali tidak suka mengaku sebagai putera pendekar itu. Akan tetapi, para pengemis muda pembantu gadis itu pergi menyelidiki ke kota raja. Mereka itu tentu akan mendengar pula bahwa dia menjadi buronan karena putera pendekar Cia Bun Houw. Setelah berpikir sejenak dia menemukan akal.

“Ahh, aku adalah orang biasa dan bekerja sebagai pelayan untuk mencari sesuap nasi. Akan tetapi sungguh sial, mungkin karena persamaan wajah, aku dituduh sebagai anak pemberontak dan dikejar-kejar. Kalau tidak ada engkau yang menolongku, tentu aku telah ditangkap dan dihukum mati.”

Gadis itu bangkit berdiri, menghadapi Sin Liong dan sepasang matanya yang jeli itu dengan penuh selidik mengamati Sin Liong, dari rambut sampai ke kaki, kemudian dia cemberut, menggeleng kepalanya.

“Tidak, engkau bukan seorang pelayan restoran biasa! Engkau tidak setolol yang ingin kau perlihatkan. Aku lebih percaya kalau engkau benar-benar seorang penting yang menyamar pelayan daripada seorang pelayan tulen dari dusun yang buta huruf dan tolol. Dan... wajahmu ini tidak asing bagiku! Benar, aku pasti sudah pernah melihatmu. Hayo kau mengaku sajalah!”

Sin Liong terkejut dan dia kembali memandang. Mereka berpandangan dan makin terasa oleh mereka bahwa mereka memang pernah saling jumpa, dan betapa wajah itu tidak asing sama sekali. Kini, setelah tidak berada dalam keadaan tegang, mereka dapat memperhatikan wajah masing-masing. Akan tetapi tetap saja Sin Liong tidak ingat pernah berkenalan dengan seorang gadis pemimpin pengemis, sebaliknya gadis itu agaknya juga tidak ingat pernah bertemu dengan seorang pelayan atau buronan pemberontak.

“Nona, siapakah namamu?” akhirnya Sin Liong bertanya karena dia yakin kalau dia mengetahui nama gadis ini tentu dia akan teringat.

Kembali sinar mata gadis itu memperlihatkan perasaan tidak senang dan curiga.
“Mau apa kau tanya-tanya nama orang!” bentaknya curiga, menduga bahwa pemuda ini, seperti pemuda-pemuda lain berwatak ceriwis.

Galak benar bocah ini, pikir Sin Liong. Akan tetapi karena gadis ini telah menolongnya, dia tetap bersikap sabar.

“Terus terang saja, nona, akupun merasa seperti pernah bertemu denganmu. Kalau aku mengetahui namamu, mungkin saja aku akan teringat lagi dan kenal padamu.”

“Hemm, engkau sudah mendengar bahwa namaku dikenal sebagai Kim-gan Yan-cu!” kata nona itu dan mendengar nama julukan ini, mau tidak mau Sin Liong memperhatikan mata gadis itu dan memang pantaslah kalau gadis itu dijuluki Kim-gan (Si Walet Emas) karena sepasang mata itu memang amat indahnya!

“Aku tidak mengenal julukan itu.”






“Hemm, kalau tidak mengenal sudah saja!”

Gadis itu mendengus marah karena hatinya merasa tidak senang mendengar ada orang yang tidak mengenal “nama besarnya”. Ketika mendengus marah, dia menggerakkan kepalanya sehingga rambut yang dikucir menjadi dua itu pindah ke depan pundak dan gerakan itu membuat lehemya tersibak.

Nampak kulit tengkuk leher yang amat mulus, akan tetapi bukan kemulusan kulit itu yang membuat Sin Liong terbelalak, melainkan setitik tahi lalat di kulit tengkuk yang putih mulus itu. Tahi lalat itu! Kini dia teringat dan matanya terbelalak memandang kepada gadis itu. Tahi lalat itu membuat sepasang mata yang tajam dan jeli, hidung kecil mancung dan mulut dengan sepasang bibir mungil itu menjadi sama sekali tidak asing lagi baginya.

“Bi Cu...!” suara ini hanya terdengar sebagai bisikan saja keluar dari mulut Sin Liong yang masih menatap wajah itu tanpa berkedip.

Kini gadis itu yang kelihatan kaget bukan main. Selama ini tidak ada orang yang mengenal namanya, dan dia hanya memperkenalkan nama dengan julukannya itu.

“Eh, bagaimana kau bisa mengenal namaku? Kau... kau siapa...?” bentaknya, heran, kaget dan curiga.

Mendengar ini, yakinlah hati Sin Liong dan tiba-tiba dia merasa sekali, teringat akan malapetaka yang menimpa keluarga Na yang amat baik kepadanya itu.

“Bi Cu, lupakah engkau kepadaku? Aku Sin Liong...!”

Sepasang mata itu terbelalak lebar, amat indahnya.
“Sin Liong...? Ah, tentu saja...! Akan tetapi siapa sangka engkau menjadi pelayan restoran dan seorang buronan pasukan pemerintah pula?” Gadis itu juga teringat akan masa lalu, maka menjadi terharu dan juga gembira sekali. “Sin Liong...!”

Mereka saling berpegang tangan, lalu keduanya berloncatan menari-nari dengan gembira seperti dua orang anak kecil bermain-main. Kegembiraan meluap di dalam hati mereka karena mereka berdua sama sekali tidak pernah mengira akan dapat saling berjumpa setelah malapetaka itu menimpa mereka dalam rumah keluarga Na Ceng Han atau Na-piauwsu.

Akhirnya keduanya ingat bahwa mereka telah bersikap seperti anak kecil. Dengan muka berubah merah Bi Cu melepaskan pegangan tangannya, lalu terengah-engah duduk di atas bangku batu tadi. Wajahnya berseri dan merah sekali, akan tetapi matanya basah air mata.

“Aihh... siapa kira dapat bertemu denganmu lagi, Sin Liong,” Katanya dan dia terhenti karena lehernya seperti tercekik oleh rasa haru.

Sin Liong tersenyum. Bukan main gembira rasa hatinya, Bi Cu yang dulu seorang anak perempuan pendiam itu kini telah menjadi seorang gadis remaja yang lincah, cantik dan cerdik. Teringat akan waktu dulu, dia tertawa dan menudingkan telunjuk kirinya ke arah gadis itu.

“Dan siapa sangka akan dapat bertemu engkau yang kini telah menjadi ratu pengemis? Engkau dahulu begitu pendiam dan pemalu dan sekarang...”

Kegembiraan Sin Liong menular kepada Bi Cu yang kini memang berwatak lincah itu. Dia membuat gerakan lucu dan bersungut-sungut, tangan kirinya terbentang.

“Dan sekarang kau hendak mengatakan bahwa aku cerewet dan tak tahu malu?”

“Ihh, tentu saja tidak!” Sin Liong tersenyum. “Engkau menjadi seorang gadis lincah, cerdas dan berani, sungguh mengagumkan sekali, Bi Cu! Sungguh mati, mana mungkin aku dapat mengenalmu lagi?”

“Tapi toh engkau tadi mengenalku lebih dulu!”

“Atas bantuan tahi lalatmu.”

“Eh?” Bi Cu meloncat bangun dan berdiri menghadapi Sin Liong, menatap wajah pemuda itu dengan tajam. “Tahi lalat?”

“Ya, tahi lalat di tengkukmu. Tadi tampak ketika engkau memindahkan kuncirmu ke depan. Engkau mempunyai tahi lalat kecil di tengkuk, apakah engkau tak dapat melihatnya?”

“Hik-hik, tolol engkau. Apa kau kira aku sudah menjadi siluman yang mempunyai mata di belakang kepala? Mana bisa melihat tahi lalat di tengkuk sendiri!”

Sin Liong juga tertawa.
“Akan tetapi, sejak dahulu engkau sudah mempunyai tahi lalat itu, apakah kau lupa betapa tahi lalatmu itu dijadikan bahan godaan oleh... Tiong Pek?”

“Ohhh...!”

Mendengar disebutnya nama ini, berubah wajah Bi Cu dan dia duduk kembali di atas bangku, termenung!

Tanpa ragu-ragu Sin Liong juga duduk di atas bangku itu setelah Bi Cu menggeser ke pinggir. Mereka duduk berdampingan, seperti dulu di waktu mereka baru berusia dua belas tahun. Sin Liong maklum bahwa tentu gadis ini mengalami banyak sekali hal luar biasa, maka dia sampai menjadi seorang pemimpin kaum jembel di pasar kota raja itu.

“Bi Cu, bagaimana engkau dapat berada di sini dan menjadi pemimpin para pengemis muda itu? Bukankah dahulu engkau masih bersama Tiong Pek dan tinggal di Kun-ting?”

Bi Cu bertopang dagu, mukanya masih muram dan bibirnya cemberut, seolah-olah saat itu dia terkenang akan hal-hal yang tidak menyenangkan hatinya, kemudian dia melirik ke arah muka Sin Liong dan bertanya,

“Engkau sendiri, setelah dulu dibawa pergi oleh wanita itu, bagaimana tahu-tahu muncul di kota raja sebagai pelayan restoran yang kemudian dikejar-kejar oleh pasukan pemerintah?”

Sin Liong tersenyum dan memandang kagum.
“Ah, engkau benar-benar telah berubah banyak sekali, Bi Cu. Engkau dulu pemalu dan pendiam, kini engkau demikian lincah dan pandai bicara. Belum menjawab pertanyaan orang, engkau sudah menyerang kembali dengan pertanyaanmu.”

“Sudah sepatutnya dan selayaknya seorang pria mengalah terhadap wanita, bukan? Nah, kau ceritakan pengalamanmu.”

“Seperti engkau ketahui, ketika keluarga paman Na diserbu penjahat dan engkau bersama aku dan Tiong Pek melawan para penjahat, muncul wanita iblis itu dan aku lalu dibawanya pergi...”

“Manusia iblis? Kau maksudkan wanita cantik gagah perkasa yang telah berhasil membunuh semua penjahat keji yang telah menewaskan suhu sekeluarganya itu? Mengapa kau menyebut wanita gagah itu iblis?”

“Engkau tidak tahu, Bi Cu. Memang dia, entah mengapa, telah membunuh penjahat-penjahat yang membasmi keluarga paman Na, dan memang agaknya ada kegagahan tersembunyi dalam dirinya, akan tetapi wanita itu adalah seorang manusia iblis yang amat kejam sekali. Namanya Kim Hong Liu-nio, ah, engkau tidak tahu betapa kejamnya. Aku nyaris tewas disiksa olehnya, untung aku dapat... eh, membebaskan diri, ditolong oleh seorang kakek.”

Sin Liong tidak ingin menceritakan tentang kakek Cia Keng Hong yang sesungguhnya adalah kakeknya sendiri itu. Juga dia tidak ingin menceritakan bahwa dia telah mempelajari ilmu-ilmu yang tinggi, dia ingin dikenal oleh Bi Cu sebagai Sin Liong yang dahulu ketika mereka bersama-sama belajar di bawah bimbingan Na-piauwsu yang baik hati.

“Nona... nona Kim-gan Yan-cu...!”

Sin Liong dan Bi Cu cepat menengok dan mereka melihat dua orang pengemis muda yang tadi membantu datang dengan muka pucat dan penuh keringat, napas mereka terengah-engah. Semua pengemis muda yang menjadi anak buah Bi Cu memang diharuskan menyebut nona oleh gadis itu. Melihat keadaan dua orang pembantunya yang dia tahu tidak mudah ketakutan itu, Bi Cu maklum bahwa tentu terjadi hal-hal yang hebat.

“Hem, A-sam dan A-khun, ada apakah?” tanyanya dengan alis berkerut sambil bangkit berdiri. Sin Liong sudah berdiri, memandang penuh perhatian.

A-khun memandang kepada Sin Liong dengan terbelalak, sedangkan A-sam setelah menoleh ke arah Sin Liong berkata,

“Nona, kita telah tertipu... dia... dia ini benar-benar orang yang menyamar..., kabarnya dia... dia ini seorang yang berkedudukan tinggi, masih saudara dengan seorang pangeran, akan tetapi juga kabarnya dia dicari karena dia keluarga pemberontak... wah, celaka, nona, sekarang ada pasukan kerajaan sedang menuju ke sini untuk menangkap dia, dan juga untuk menangkap nona sendiri...!”

“Biar mereka menangkap aku!” Sin Liong berkata penasaran. “Akan tetapi mengapa mereka hendak menangkap Kim-gan Yan-cu?”

“Ya, mengapa mereka hendak menangkap aku, A-sam?”

“Karena nona diketahui telah menolong dia melarikan diri. Cepat, nona, itu, sudah terdengar bunyi derap kuda mereka!”

Benar saja dari jauh terdengar derap kaki kuda memasuki hutan. Sin Liong tidak merasa gentar, akan tetapi dia mengkhawatirkan keselamatan Bi Cu, sementara itu, A-sam dan A-khun sudah menyelinap dan melarikan diri di antara semak-semak belukar.

“Bi Cu, cepat mari ikut aku pergi!”

Dia menggandeng tangan gadis itu dan mengajak lari. Bi Cu yang biasanya menjadi pemimpin, kini menurut saja karena dia masih terlampau kaget dan bingung. Dikejar pasukan pemerintah bukan merupakan hal yang remeh, pikirnya.

“Kemana kita akan pergi, Sin Liong?”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: