***

***

Ads

Sabtu, 25 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 158

“Ilmu kepandaian silat dari Pangeran Ceng Han Houw amat tinggi, lihiap,” kata Tong Siok, bukan untuk menjilat melainkan berkata dengan sejujurnya karena diapun sudah tahu bahwa pangeran ini memiliki kepandaian yang amat lihai.

Mendengar ini, makin kagumlah hati Ciauw Si. Hebat pemuda bangsawan ini, pikirnya. Begitu tampan dan ganteng, gagah perkasa, berkedudukan tinggi, manis budi bahasanya pandai bergaul dan tidak sombong, dapat menguasai orang-orang kang-ouw yang gagah dan lihai, dan ternyata malah memiliki kepandaian yang tinggi pula! Jarang menjumpai seorang pria seperti ini memang!

Agaknya Han Houw dapat menyelami isi pikiran gadis itu melalui sinar mata mereka yang saling bertemu. Kini Ciauw Si lebih berani menentang pandang mata pangeran itu, dan beberapa kali dia merasa betapa pandang mata yang bersinar tajam itu penuh arti ketika bertemu dengan pandang matanya.

Juga sang pangeran merasa betapa gadis itu tidak mengelak lagi kini, bahkan berusaha untuk menyatakan perasaan melalui sinar mata dan senyum bibirnya yang indah itu. Maka bangkitlah Han Houw, menjura ke arah Ciauw Si dan berkatalah pangeran ini dengan suaranya yang halus dan kata-katanya yang teratur seperti layaknya seorang pangeran yang berpendidikan tinggi.

“Lie-slocia, sudah semenjak jaman dahulu para pendekar selalu mengutamakan perkenalan melalui ilmu silat yang menjadi kebanggaannya dan yang dilatihnya semenjak kecil. Kini, biarpun kita telah saling berkenalan, namun rasanya masih belum puas hati ini kalau aku belum mengenal ilmu kepandaian nona secara langsung. Maka, berilah kehormatan dan kebahagiaan kepadaku untuk mengenal ilmu silatmu, nona!”

Ini merupakan tantangan untuk adu ilmu, tantangan yang amat halus dan sopan. Wajah Ciauw Si kembali menjadi kemerahan. Dia cepat membalas penghormatan pangeran itu, berdiri dengan sikap lemah gemulai.

“Ah, mana aku berani, pangeran? Kepandaianku biasa saja, sebaliknya pangeran tentu memiliki kepandaian yang amat hebat, karena dengan kedudukan pangeran yang begitu tinggi, apa sukarnya mencari guru yang amat pandai! Pula, ilmu pukulan adalah permainan berbahaya, maka aku khawatir kalau-kalau tangan kita yang tidak bermata akan mendatangkan malapetaka.”

Ini bukan penolakan mutlak, bukan pula tanda takut, bahkan mengandung kekhawatiran kalau sampai mencelakakan pangeran itu. Han Houw tersenyum,

“Nona, jangan mengira aku tidak tahu bahwa nona sudah mencapai tingkat yang sedemikian tingginya sehingga di setiap ujung jari nona seakan-akan telah bermata, mana mungkin melukai orang kalau tidak dikehendaki oleh nona sendiri? Marilah, harap nona tidak sungkan karena sungguh aku ingin sekali menyaksikan kelihaian nona.”

“Kamipun berharap agar lihiap sudi membuka mata kami dengan ilmu lihiap yang tinggi dan agar pertemuan ini makin menggembirakan,” kata pula Sin-ciang Gu Kok Ban memuji.

Diam-diam ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang inipun ingin sekali menyaksikan sendiri kelihaian sang pangeran yang hanya pernah didengarnya saja.

Karena memang pada dasarnya Ciauw Si ingin menguji kepandaian silat dari pangeran yang amat menarik hatinya ini, akhirnya setelah semua orang, kecuali Sin Liong, membujuknya, dia lalu berkata,






“Baiklah, pangeran, akan tetapi kuharap pangeran suka menaruh kasihan dan jangan menurunkan tangan besi.”

“Ha-ha-ha, nona bisa saja merendah. Akulah yang mohon kemurahan nona agar jangan sampai aku roboh mengukur tanah dalam beberapa jurus saja. Nah, silakan, nona.”

Han Houw sudah menjauhkan diri dari meja kursi, berdiri di tengah ruangan yang lebar itu menanti Ciauw Si. Dua orang ketua itu memandang penuh perhatian, sedangkan Sin Liong yang tidak merasa tertarik karena dia sudah mengenal betul watak pangeran yang mata keranjang dan pandai merayu wanita itu merasa jemu dan juga tidak senang, melanjutkan makan minum dan nampaknya tidak mengacuhkan pertandingan adu ilmu itu.

“Mulailah, pangeran,”

Ciauw Si berkata setelah berhadapan dengan pangeran itu, memasang kuda-kuda dengan gagahnya dan tersenyum manis, matanya menyambarkan kerling maut yang membuat jantung Han Houw makin terguncang. Sungguh mengherankan memang kekuasaan cinta asmara. Sekali Ciauw Si terpikat, secara otomatis muncullah sifat-sifat kewanitaan yang penuh pikatan dalam dirinya, terbawa oleh naluri kewanitaannya!

Padahal biasanya, gadis pendekar ini lebih dikenal sebagai seorang wanita yang keras dan agak dingin menghadapi kaum pria, bahkan mudah marah kalau mendengar mulut pria mengeluarkan kata-kata yang sifatnya menggoda, atau melihat pandang mata yang penuh kagum ditujukan kepadanya. Kini, dia memasang kuda-kuda dengan gerakan indah dan mempersilakan lawannya sambil tersenyum manis!

“Ah, engkau terlampau sungkan, Lie-siocia. Biarlah aku bergerak lebih dulu, maafkan,”

Tiba-tiba Han Houw lalu bergerak maju dan mengirim serangan yang cukup cepat dan dia menggunakan tenaga sin-kangnya yang kuat. Memang pangeran ini ingin sekali menguji sendiri kepandaian dara yang telah menjatuhkan hatinya ini.

“Hiaattt...!”

Dia menyusulkan serangan sehingga secara bertubi-tubi pangeran ini telah mengirim empat kali pukulan yang susul menyusul, amat cepat dan angin pukulan sampai terasa oleh mereka yang duduk di depan meja. Dua orang ketua itu terkejut bukan main karena serangan pertama ini saja sudah membuktikan bahwa nama besar pangeran muda ini bukanlah nama kosong belaka.

“Haaaiiitttt...!”

Ciauw Si bergerak dengan amat indah, langkah-langkahnya teratur dan tubuhnya seperti menari-nari ketika dia mengelak secara beruntun dengan amat mudahnya, seolah-olah serangan yang amat cepat dan bertenaga itu bukan apa-apa baginya, dan dia masih sempat melempar kerling dan senyum.

Akan tetapi pada saat itu, Sin Liong tertegun di atas kursinya. Dia mengenal ilmu sliat yang dimainkan oleh gadis itu! Itulah langkah-langkah Thai-kek-sin-kun! Tidak salah lagi! Thai-kek-sin-kun yang dimainkan dengan amat baiknya oleh gadis itu. Mudah diduga bahwa tentu gadis itu menerima pelajaran Thai-kek-sin-kun dari tangan pertama! Ada hubungan apakah antara gadis ini dengan mendiang kakeknya, atau dengan ayah kandungnya? Mulailah Sin Liong tertarik sekali dan kini diapun mengikuti jalannya pertandingan itu dengan penuh perhatian.

Diam-diam Ceng Han Houw juga girang dan kagum sekali. Tepat dugaannya. Nona ini bukanlah seorang gadis kang-ouw biasa, bukan seorang ahli silat biasa. Jelas bahwa ilmu silatnya bersumber dari ilmu silat yang tinggi sekali! Makin hebatlah dia melancarkan serangannya.

Akan tetapi semua serangan Han Houw dapat dielakkan atau ditangkis dengan baiknya oleh gadis itu! Bahkan ketika pangeran itu sengaja mengerahkan tenaga dan mengadu lengan untuk menguji tenaga lawan, dia merasakan lengannya tergetar, tanda bahwa tenaga sin-kang pula! Makin kagumlah hati tertarik pula dia. Benar-benar seorang dara yang jarang terdapat, seorang gadis pilihan!

Di lain fihak, Ciauw Si juga terkejut dan kagum bukan main. Biarpun dia mengenal ilmu silat pangeran ini sebagai ilmu silat tingkat tinggi yang bersumber dari ilmu silat golongan sesat, namun harus diakuinya bahwa ilmu silat yang dimiliki pangeran itu amat hebat, dan tenaga sin-kangnya juga amat kuat! Kiranya pangeran ini benar-benar seorang yang lihai! Karena ingin memamerkan kepandaiannya, gadis itu tiba-tiba mengubah gerakannya dan tiba-tiba tubuhnya berputaran seperti gasing dan dengan gerakan ini dia menyerang lawan!

“Ehhh...!”

Pangeran Ceng Han Houw terkejut dan terpaksa dia main mundur dan bersikap waspada, dan karena tubuh gadis itu berpusing sedemikian cepatnya sambil keempat kaki tangannya kadang-kadang menyerang secara tiba-tiba, Han Houw tidak dapat mengandalkan kelincahan tubuh mengelak, melainkan menjaga diri dengan tangkisan-tangkisan cepat.

Kembali Sin Liong menahan napas. Itulah In-keng-hong-wi (Awan Mencipta Angin dan Hujan), jurus ke delapan dari San-in Kun-hoat! Jelaslah bahwa gadis ini memang ada hubungannya dengan Cin-ling-pai, tidak salah lagi! Dengan jurus yang hebat ini, Pangeran Han Houw terdesak dan pangeran ini cepat menggunakan langkah-langkah Pat-kwa-po dan barulah dia berhasil menghindarkan diri dari serangan dahsyat itu.

“Hebat...!” serunya kagum ketika nona itu menghentikan serangannya dengan jurus luar biasa itu dan tiba-tiba Ceng Han Houw melakukan dorongan kedua tangannya ke depan.

Melihat betapa dahsyatnya serangan ini, dan terutama karena ingin menguji tenaga lawan, juga ada dorongan dari hatinya untuk mengadu telapak tangan dengan pangeran yang makin menarik hatinya itu, Ciauw Si cepat mendorongkan kedua tangannya pula.

“Plakk!”

Dua pasang telapak tangan saling bertemu dan untuk beberapa detik lamanya mereka saling dorong. Ciauw Si merasa betapa kuatnya lawan dan dia hampir tidak dapat menahan ketika tiba-tiba pangeran itu mengurangi tenaganya sehingga kekuatan mereka berimbang.

Tentu saja Ciauw Si merasakan hal ini dan kini mereka merasakan betapa ada getaran-getaran halus menjalar melalui kedua telapak tangan mereka yang saling melekat, getaran yang aneh dan terus menjalar sampai ke jantung dan membuat pipi mereka berwarna merah sekali dan kedua mata mereka saling pandang seperti tidak mau berpisah lagi.

Pandang mata yang mengandung kemesraan, dan getaran dari sentuhan telapak tangan itu berubah hangat dan nikmat, mendatangkan rasa malu kepada Ciauw Si yang cepat menarik kedua tangannya sambil berseru,

“Aku mengaku kalah...”

Ceng Han Houw tertawa.
“Ha-ha-ha, sungguh nona terlalu merendah! Selama hidupku belum pernah aku Pangeran Ceng Han Houw bertemu dengan seorang yang demikian lihai seperti nona. Sungguh aku merasa takluk dan kagum sekali, Lie-siocia!”

“Pangeran terlalu memuji...”

Ciauw Si tersipu malu, akan tetapi hatinya hanya dia yang tahu, girang dan bangga bukan main!

Mereka melanjutkan makan minum dan Sin Liong hanya mendengarkan saja ketika Han Houw dan dua orang ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang memuji-muji Ciauw Si. Akan tetapi kini diapun mulai memperhatikan nona itu karena dia amat tertarik melihat ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai dimainkan secara demikian baiknya oleh nona ini.

Dia teringat akan cucu perempuan yang meninggalkan Cin-ling-pai untuk mencari Cia Bun Houw, ayahnya! Gadis inilah cucu kakeknya itu, keponakan dari ayah kandungnya? Agaknya, melihat ilmu silatnya, tidak akan salah lagi kalau gadis ini menerima semua ilmu yang dimainkannya tadi dari kakeknya secara langsung, melihat betapa sempurna dan baiknya dia memainkannya. Sayang bahwa dia dulu tidak begitu memperhatikan sehingga sama sekali lupa akan nama cucu kakeknya atau saudara misannya itu ketika kakeknya menyebutkan nama itu secara sambil lalu.

Benarkah nona Lie Ciauw Si ini keponakan ayah kandungnya? Akan tetapi, karena dia sendiri hendak menyembunyikan hubungan keluarga dengan fihak Cin-ling-pai, maka diapun diam saja, hanya dia berkeputusan untuk memperhatikan gadis ini dan melindunginya dari marabahaya!

“Eh, Liong-te, kenapa sejak tadi kau diam saja? Apakah engkau tidak kagum melihat ilmu kepandaian Lie-siocia yang demikian hebatnya?”

Sin Liong terkejut dan mukanya berubah merah ketika semua orang, juga nona cantik itu memandang kepadanya.

“Lie-siocia, engkau tidak tahu bahwa adik angkatku ini memiliki ilmu silat yang amat tinggi, jauh lebih tinggi daripada tingkatku sendiri!” kata pula sang pangeran sambil tertawa kepada Ciauw Si.

Mendengar ini, terkejutlah Ciauw Si. Dia tadi sudah melihat pemuda remaja yang tampan dan pendiam itu, dan sama sekali tidak memperhatikannya. Akan tetapi sekarang pangeran itu menyatakan bahwa adik angkat pangeran ini memiliki kepandaian lebih tinggi lagi! Padahal pangeran itu sendiri sudah memiliki kepandaian hebat! Maka gadis ini memandang dengan kaget dan penuh keheranan kepada Sin Liong, kemudian dia berkata,

“Ah, pengertianku dalam ilmu silat masih amat dangkal...”

Mendengar ini, Sin Liong merasa kasihan kepada nona ini. Seorang nona yang gagah perkasa, namun di balik pandang mata yang membayangkan kekerasan hati itu terkandung keramahan dan agaknya nona ini telah terdidik baik untuk merendahkan diri, maka dia cepat bangkit berdiri dan menjura.

“Ilmu silat Lie-lihiap sungguh amat tinggi sekali! Sungguh aku merasa kagum.”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: