***

***

Ads

Sabtu, 25 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 159

Ciauw Si balas menjura dan mengucapkan terima kasih atas pujian itu. Kemudian atas bujukan fihak tuan rumah yang diperkuat oleh Pangeran Ceng Han Houw, akhirnya Ciauw Si merasa sungkan untuk menolak ketika dia dipersilakan untuk tinggal selama beberapa hari di situ.

Selain fihak tuan rumah amat ramah dan baik kepadanya, juga adanya pangeran itu di situ merupakan daya tarik yang amat kuat karena diam-diam gadis ini ingin berkenalan lebih akrab dengan Han Houw. Sementara itu, diam-diam Sin Liong selalu mengamati dan menjaga agar dara itu jangan sampai diganggu siapapun juga

“Nona Lie Ciauw Si, aku tidak perlu menyembunyikan perasaanku kepadamu lagi, aku jatuh cinta kepadamu, nona.”

Hening sekali dalam taman itu mengikuti ucapan Han Houw ini. Mereka duduk berdampingan di atas bangku panjang dalam taman di belakang rumah ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang. Semenjak tadi mereka duduk dalam taman bercakap-cakap dan setelah tinggal dua hari di situ, Ciauw Si sudah menjadi sahabat baik Han Houw. Mereka makin saling tertarik dan akhirnya, pada senja itu, ketika mereka duduk bercakap-cakap dalam taman, Han Houw dengan terus terang menyatakan cintanya!

Mendengar ucapan itu, Ciauw Si mengangkat muka memandang wajah pangeran itu dengan sinar mata tajam penuh selidik. Dia kini telah dapat menguasai rasa malu dan sungkan terhadap pangeran yang selalu ramah dan manis budi kepadanya itu, dan mendengar pengakuan hati ini, dia ingin sekali meyakinkan dirinya bahwa pangeran itu bicara dari lubuk hatinya.

“Jangan kau ragu-ragu, nona, aku sungguh telah jatuh cinta kepadamu semenjak pertama kali bertemu, aku kagum melihat kepandaian, kagum melihat kegagahanmu, dan kagum melihat kecantikanmu. Aku cinta padamu dan aku ingin dapat hidup bersamamu sebagai suami isteri.”

Biarpun usianya baru sembilan belas tahun, namun Han Houw telah memiliki banyak pengalaman dengan wanita, maka mengaku cinta secara terang-terangan seperti itu bukan merupakan hal yang aneh baginya dan dapat dilakukannya dengan tenang-tenang saja! Tidak demikian dengan Ciauw Si. Walaupun usianya sudah dua puluh empat tahun, namun pengalaman ini merupakan yang pertama kali dalam hidupnya!

“Pangeran, sesungguhnyakah apa yang kau ucapkan itu?” akhirnya terdengar Ciauw Si bertanya, suaranya halus tergetar karena hatinya merasa terharu.

Pangeran itu memegang tangan Ciauw Si dan kembali dari pertemuan antara kedua tangan itu terdapat getaran halus yang langsung keluar dari perasaan hati mereka.

“Ciauw Si, apakah engkau tidak percaya kepadaku? Pandanglah mataku dan engkau tentu dapat menjenguk hatiku melalui mataku. Sungguh mati, selama hidupku baru sekali ini aku jatuh cinta, sungguhpun telah banyak wanita diberikan kepadaku sebagai selir. Belum pernah aku jatuh cinta kepada wanita seperti sekali ini, Ciauw Si. Aku cinta padamu, perlukah aku bersumpah?”

“Mungkinkah itu? Engkau adalah seorang pangeran yang berkedudukan tinggi sekali, sedangkan aku... aku hanyalah seorang gadis...”

“Yang cantik manis, yang gagah perkasa, yang budiman, dan aku percaya dan yakin bahwa engkau adalah keturunan keluarga yang amat gagah perkasa!” sambung pangeran itu dan dengan penuh perasaan dia menggenggam tangan yang kecil hangat itu.

Namun Ciauw Si dengan lembut menarik tangannya dari genggaman sang pangeran, kemudian menunduk dan alisnya berkerut.






“Tapi, pangeran... hendaknya kau ingat baik-baik bahwa aku tentu jauh lebih... tua dari padamu! Ingat, usiaku sekarang telah dua puluh empat tahun dan engkau tentu paling banyak dua puluh... dan...”

Akan tetapi Han Houw sudah merangkulnya dan membiarkan Ciauw Si terisak menangis di pundaknya. Dia mengelus rambut yang halus itu, mulutnya berbisik mesra dekat telinga Ciauw Si.

“Ciauw Si... mengapa engkau meragukan semua itu? Cinta kasih tidak mengenal usia, tidak mengenal kedudukan, bukan? Aku cinta padamu, berikut keadaanmu, kedudukanmu, usiamu. Aku mencinta engkau, karena engkau adalah engkau! Nah, masih ragukah engkau, Ciauw Si? Aku akan mengawinimu, bukan hanya menjadi selirku, aku akan mengambilmu sebagai isteri!”

“Tapi... tapi...”

Tiba-tiba Han Houw memegang kedua pundak gadis itu, mendorongnya halus ke belakang sehingga mereka kini saling berhadapan, beradu pandang.

“Dengar baik-baik, Ciauw Si! Aku cinta kepadamu, dan tidak ada hal-hal yang akan dapat menahan cintaku kepadamu, kecuali satu, yaitu kalau engkau tidak dapat menerimanya! Akan tetapi, dari sikapmu, dari pandang matamu, dari suaramu, aku yakin bahwa engkaupun cinta kepadaku, bukankah benar dugaanku, Ciauw Si?”

Sejenak mereka saling memandang dan perlahan-lahan ada dua butir air mata mengalir turun di atas kedua pipi yang agak pucat itu. Ciauw Si mengangguk, dan bibirnya berbisik lirih,

“Aku... aku cinta padamu, pangeran...”

Gadis itu tidak melanjutkan kata-katanya, tidak dapat karena dengan cepat dan dibarengi seruan tertahan saking gembiranya Han Houw sudah menarik tubuh gadis itu dalam dekapannya, kemudian dia mencium bibir gadis itu dengan sepenuh hatinya!

Ciauw Si tersentak kaget. Selamanya baru sekarang dia mengalami ini dan kekagetan membuat tubuhnya menegang kaku, akan tetapi ketika dia merasakan ciuman mesra dari pria yang telah menjatuhkan hatinya itu, dia menjadi terharu dan diapun balas merangkul dan membiarkan dirinya hanyut dalam kemesraan yang timbul karena ciuman mesra itu.

Seperti dalam keadaan mimpi atau setengah sadar, Ciauw Si menyerah saja dipeluk, dibelai, diciumi seluruh mukanya dan dia tenggelam ke dalam kemesraan yang membuatnya seperti mabuk. Setelah gelombang kegairahan yang menggelora itu agak mereda, Ciauw Si merebahkan kepala di atas dada pangeran itu dalam keadaan lemas seperti kehabisan tenaga. Dia mendengarkan suara jantung pangeran itu berdentaman keras di dekat telinganya dan dia merasa berbahagia sekali, perasaan yang selama hidupnya baru sekarang dirasakannya. Jari-jari tangan yang membelai rambutnya itu amat mesra, membuatnya memejamkan mata dengan hati merasa tenteram dan damai.

“Yakinkah engkau kini akan cinta kasih antara kita berdua, Ciauw Si? Lenyapkah sudah keraguanmu bahwa aku mencintamu dengan seluruh jiwaku, dan bahwa engkaupun mencintaku?”

“... aku yakin... demi Tuhan, aku yakin dan bahagia... aku tidak ragu-ragu lagi, pangeran...” bisik gadis itu dengan suara menggetar dan bibir tersenyum penuh kebahagiaan.

Ciuman-ciuman tadi masih membuatnya pening, namun kepeningan yang penuh nikmat, seperti orang mabuk arak yang baik.

“Kekasihku... calon isteriku yang baik, kalau begitu, marilah kau ikut bersamaku kekamarku, akan kubuktikan kepadamu cinta kasihku yang mendalam, Ciauw Si...”

Akan tetapi, begitu mendengar kata-kata ini, secepat kilat Ciauw Si menarik tubuhnya dari pelukan pangeran itu, meloncat ke belakang dan memandang dengan mata berkilat kepada pangeran itu.

“Kau... kau...”

Pangeran Ceng Han Houw terkejut bukan main melihat perubahan pada diri kekasihnya ini.

“Ciauw Si, mengapa kau? Kau kelihatan marah, kenapa?”

“Pangeran, seperti itukah cintamu?”

“Eh...? Kenapa? Apa salahku kepadamu, Ciauw Si?”

Wajah itu menjadi merah dan suaranya terdengar kaku dan dingin,
“Hemm, engkau masih bertanya lagi? Engkau... mengajakku ke kamarmu! Patutkah itu? Begitu kotor dan rendah cintamu?”

Kini pangeran itu yang terbelalak.
“Ahhh? Bagaimana ini? Apa salahnya bagi kita yang saling mencinta untuk menumpahkan dan membuktikan cinta kasih antara kita di dalam kamar? Apa kotornya dan apa rendahnya hal itu, Ciauw Si? Sungguh aku tidak mengerti...”

“Hemm, jangan pura-pura tidak mengerti, pangeran! Kau kira aku semacam perempuan yang mudah saja kau rayu kemudian kau bujuk untuk menyerahkan kehormatanku? Aku bukan perempuan murah seperti itu!”

“Eh, eh... nanti dulu, Ciauw Si, mengapa engkau berpandangan demikian? Aku cinta padamu... dan kalau aku mengajakmu ke kamarku, itu adalah karena cintaku kepadamu, sama sekali bukan dengan maksud tidak baik. Apa salahnya kalau kita mengadakan hubungan, setelah kita saling mencinta?”

Kini Ciauw Si yang menjadi bingung. Benar-benarkah pangeran itu tidak menganggap hal seperti itu kotor, rendah dan menghina wanita?

“Pangeran, seorang wanita yang sopan dan bersih sampai mati tidak akan mau menyerahkan kehormatannya kepada pria manapun, kecuali kepada suaminya yang telah resmi menjadi suaminya!”

“Ahhh...!” Kini wajah pangeran itu berseri. “Ah, maafkan aku, Ciauw Si! Engkau benar, sungguh aku sampai lupa diri. Hal ini adalah karena setiap kali orang menyerahkan wanita untuk menjadi selirku, tidak pernah ada upacara apa-apa. Maka akupun menjadi terbiasa dan bebas! Aku girang, aku bangga bahwa engkau berbeda dengan mereka! Tentu saja! Dan aku bersumpah tidak akan menjamahmu lagi sebelum kita menjadi pengantin! Kau maafkanlah aku, Ciauw Si, bukan maksudku untuk menghinamu, sungguh mati, bukan...”

Perlahan-lahan muka yang merah padam itu mulai menjadi normal kembali dan kemarahannya mereda, akhirnya wanita itu lalu duduk lagi di samping pangeran dan memegang tangannya.

“Kaulah yang harus memaafkan aku, pangeran. Aku tadi terkejut sekali maka aku menjadi marah ah, engkau memang mengejutkan aku dengan ajakan itu. Syukur engkau tidak berniat buruk, engkau tidak sengaja... percayalah, setelah kita resmi menjadi suami isteri, aku bersedia menyerahkan segala-galanya kepadamu dengan tulus ikhlas dan rela, pangeran.”

Sang pangeran merangkul dan kembali Ciauw Si merebahkan kepalanya di atas dada pangeran itu. Perasaannya nyaman sekali, makin besar kebahagiaannya bahwa pangeran ini sungguh-sungguh amat mencinta padanya, bukan sekedar hendak mempermainkannya!

Mereka berdua tidak tahu bahwa tidak jauh dari situ, sepasang mata selalu mengintai dan mata ini adalah mata Sin Liong! Pemuda inipun selalu mendengarkan percakapan mereka. Dia mengalami ketegangan tadi, namum akhirnya dia merasa lega dan dia merasa heran mengapa pangeran itu sekali ini benar-benar jatuh cinta dan tidak mempunyai niat buruk terhadap dara itu. Diapun tidak mengintai lebih jauh karena tahu bahwa gadis itu tidak memerlukan perlindungannya lagi. Maka pergilah dia dari tempat sembunyinya.

“Ciauw Si, sungguh sikapmu tadi juga amat mengejutkan dan mengkhawatirkan hatiku, akan tetapi akhirnya aku malah merasa bangga sekali! Engkau adalah gadis idamanku, cantik, gagah perkasa, budiman, dan juga bukan wanita murahan! Ah, sungguh aneh sekali. Kita saling mencinta seperti ini namun aku belum pernah mendengar riwayat dirimu! Ciauw Si, ceritakanlah tentang keluargamu agar aku tahu kepada siapa aku harus meminangmu kelak.”

Dengan hati terasa nyaman gadis itu lalu menceritakan keadaannya, bahwa ibunya telah menjadi janda dan bahwa ibunya adalah puteri ketua Cin-ling-pai dan dia sendiri dididik ilmu silat oleh ketua Cin-ling-pai yaitu kakeknya. Bahwa dia pergi meninggalkan Cin-ling-pai untuk mencari pamannya, yaitu Cia Bun Houw yang amat dirindukan kakeknya.

Dapat dibayangkan betapa kaget hati Pangeran Ceng Han Houw mendengar bahwa gadis yang dicintanya itu adalah keponakan dari pendekar Cia Bun Houw, dan puteri dari pendekar wanita Cia Giok Keng yang pada saat itu sedang menjadi buronan! Akan tetapi hatinya terasa lega karena betapapun juga, secara pribadi dia sama sekali tidak mempunyai permusuhan apapun dengan para pendekar itu. Yang memusuhi para pendekar she Cia dan Yap adalah Hek-hiat Mo-li dan Kim Hong Liu-nio, gurunya dan kakak seperguruannya, akan tetapi dia sendiri secara pribadi sama sekali tidak pernah bermusuhan dengan mereka.

Apalagi, gadis ini biarpun masih keluarga dari pendekar itu, nyatanya she Lie, bukan she Yap atau she Cia atau Tio! Maka tenanglah hatinya, bahkan dia merangkul dan berkata dengan suara penuh kebanggaan.

“Aihh! Kiranya engkau adalah cucu ketua Cin-ling-pai, bahkan muridnya! Pantas saja ilmu kepandaianmu demikian hebat, kekasihku,” Dan dia mencium Ciauw Si yang merasa girang akan pujian itu.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: