***

***

Ads

Jumat, 31 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 174

Di depan guha besar sekali, kakek itu berhenti dan berkata,
“Di dalam guha inilah kusembunyikan kitab-kitab itu.”

“Biar aku yang mengambilnya, suheng!”

“Ihh, jangan! Berbahaya sekali. Kau tunggu disini, biar aku yang mengambilnya.”

Tanpa menanti jawaban, kakek itu menyelinap masuk ke dalam guha. Han Houw menanti di luar guha sambil menahan senyum. Perduli amat dia, malah kebetulan kalau kakek itu yang mengambilkan untuknya, pikirnya.

Tak lama kemudian nampak kakek itu berjalan keluar sambil membawa sebuah peti hitam. Akan tetapi ketika kakek itu dari tempat gelap memandang wajah sutenya dan melihat sinar mata sutenya, tiba-tiba dia berhenti melangkah dan nampak terkejut. Pada saat itu, terdengarlah suara orang dari jauh,

“Ouwyang locianpwe, kami datang memenuhi undangan!”

“Celaka, ada orang datang! Kita tunda dulu urusan kita ini!” kata kakek itu dan bagaikan setan dia sudah menghilang lagi ke dalam guha yang gelap.

Han Houw membalikkan tubuhnya dengan cepat memandang ke arah datangnya suara, akan tetapi belum nampak orang yang datang. Dia merasa ada angin menyambar dari dalam guha dan cepat dia menoleh. Kiranya suhengnya sudah berada di sampingnya.

“Dua orang ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang sudah datang, mari kita temui mereka lebih dulu!” kata Ouwyang Bu Sek.

Mendengar disebutnya dua orang ini, Han Houw terkejut dan wajahnya berseri karena dia teringat Lie Ciauw Si, wanita yang telah menjatuhkan hatinya itu, yang ditemuinya di rumah dua orang ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang itu sebelum dia pergi menemui suhengnya ini beberapa bulan yang telah lalu. Maka tanpa banyak cakap dia mengikuti suhengnya menuju kembali ke puncak, ke tempat pertapaan suhengnya, dimana banyak terdapat guha-guha itu.

Mereka tidak menanti lama karena kembali terdengar suara, kini lebih dekat lagi dari tempat itu,

“Ouwyang locianpwe, kami dua orang ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang telah menghadap!”

Ouwyang Bu Sek lalu membuka mulutnya yang lebar,
“Aku telah menanti disini, harap ji-wi pangcu naik saja dan jangan sungkan-sungkan!”

Dari bawah puncak nampaklah bayangan dua orang berlari naik, dan dari gerakan mereka saja mudah diketahui bahwa kedua orang itu memiliki kepandaian yang lumayan dan setelah dekat dengan Han Houw dapat mengenal dua orang itu.

Mereka adalah Sin-ciang Gu Kok Ban dan Tiat-thouw Tong Siok, dua pimpinan dari perkumpulan Sin-ciang Tiat-thouw-pang di kota Yen-ping. Ketika dua orang gagah itu melihat Han Houw berada disitu, berdiri di samping Ouwyang Bu Sek, mereka terkejut, heran akan tetapi juga girang. Cepat mereka itu memberi hormat kepada pangeran yang dikenalnya baik itu.






Akan tetapi kedua orang inipun merasa khawatir juga karena mereka teringat bahwa betapapun baiknya, pangeran ini adalah adik kaisar, dan mereka berdua ingat bahwa mereka telah melakukan kesalahan terhadap kerajaan dengan melindungi dan menyembunyikan empat orang pendekar Cin-ling-pai yang menjadi buronan.

Melihat dua orang ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang yang gagah perkasa itu berlutut di depannya, Han Houw tersenyum dan mengangguk-angguk. Kemudian, dia menoleh kepada Ouwyang Bu Sek sambil berkata,

“Kalau suheng ada urusan dengan mereka, silakan.”

Sejak tadi Ouwyang Bu Sek sudah melotot memandang kepada dua orang yang berlutut itu, kemudian dia membentak,

“Kalian berdua berdirilah!”

Dua orang ketua itu lalu bangkit berdiri dengan sikap hormat, kemudian Sin-ciang Gu Kok Ban berkata,

“Semalam locianpwe telah mengundang kami berdua untuk datang kesini, nah, kami telah datang menghadap, tidak tahu ada urusan apakah locianpwe memanggil kami?”

Suara Ouwyang Bu Sek terdengar bengis ketika dia membentak,
“Ji-wi pangcu adalah orang-orang gagah dan Sin-ciang Tiat-thouw-pang terkenal sejak dahulu sebagai perkumpulan orang gagah, maka harap suka bersikap jujur dan tidak membohong!”

Dua orang setengah tua yang gagah perkasa itu saling pandang, kemudian Tiat-thouw Tong Siok yang bertubuh tinggi besar, kepala botak dan muka bopeng, menggerakkan sebatang toya besinya yang berat itu sambil menegakkan kepalanya, menjawab dengan suaranya yang besar,

“Ouwyang locianpwe harap jangan memandang rendah kepada kami. Belum pernah kami membohong, apalagi bersikap tidak jujur!”

“Bagus, bagus! Nah, kalau begitu lekas katakan kemana larinya Yap Kun Liong dan Cia Bun Houw bersama isteri-isteri mereka?”

Seketika pucatlah wajah dua orang ketua itu. Mereka menatap wajah Ouwyang Bu Sek dan sejenak mereka tidak mampu menjawab.

“Kami... kami tidak tahu...” Akhirnya Sin-ciang Gu Kok Ban berkata.

“Ha-ha-ha, berbulan-bulan mereka tinggal di sarang Sin-ciang Tiat-thouw-pang, dan kini kalian menyatakan tidak tahu dimana adanya mereka. Aha, sejak kapankah Sin-ciang Tiat-thouw-pang menjadi pelindung para pemberontak buronan?” Kakek itu berkata mengejek.

Dua orang itu terkejut dan keduanya otomatis memandang kepada Pangeran Ceng Han Houw. Pangeran muda itupun memandang kepada mereka dengan sinar mata yang dimikian tajam mencorong sehingga amat menyeramkan. Maka kini jawaban yang keluar dari mulut Gu Kok Ban bukan ditujukan kepada Ouwyang Bu Sek, melainkan kepada sang pangeran itu.

“Tidak, mereka bukan pemberontak buronan. Bagi kami mereka adalah orang-orang gagah perkasa, pendekar-pendekar budiman dari Cin-ling-pai!”

“Hemm, dan sejak kapan kalian bersahabat dengan orang-orang Cin-ling-pai?” kakek itu mendesak dengan suara mengandung kemarahan.

Kini Tiat-thouw Tong Siok yang menjawab,
“Ouwyang locianpwe, kami bersahabat dengan orang-orang gagah di dunia kang-ouw, siapakah yang boleh mengatur dan menentukan? Apa salahnya kalau kami bersahabat dengan mereka?”

Mata yang lebar itu makin terbelalak.
“Hayo jawab, sejak kapan kalian bersahabat dengan orang-orang Cin-ling-pai?”

Ouwyang Bu Sek mengulang pertanyaannya, kini suaranya terdengar lambat-lambat penuh ancaman.

Sin-ciang Gu Kok Ban adalah seorang yang cerdik. Dalam saat terdesak itu dia telah memperoleh akal, maka dengan wajah terang dia lalu menjawab,

“Ouwyang locianpwe, ketahuilah bahwa kami menganggap keluarga Cin-ling-pai sebagai sahabat-sahabat baik semenjak kami menerima pertolongan dari nona pendekar Lie Ciauw Si, cucu dari mendiang ketua Cin-ling-pai. Di antara empat orang itu, nyonya Yap Kun Liong adalah ibu kandung nona Lie Ciauw Si! Setelah kami menerima budi Lie-lihiap yang menyelamatkan kami tentu saja kami menganggap keluarganya sebagai sahabat-sahabat kami.”

Tentu saja ucapan itu ditujukan kepada Pangeran Ceng Han Houw. Ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang ini tentu saja dapat menduga bahwa ada hubungan cinta kasih mesra antara pangeran itu dengan Lie Ciauw Si, maka dia sengaja menyinggung-nyinggung nama nona itu di depan sang pangeran, Dan, sepasang matanya yang berpengalaman itu sudah dapat melihat perubahan pada wajah pangeran itu ketika dia menyebut nama Lie Ciauw Si.

Akan tetapi, Ouwyang Bu Sek membanting kakinya yang telanjang.
“Kalian bersahabat dan melindungi orang-orang Cin-ling-pai! Sebaliknya, aku memusuhi orang-orang Cin-ling-pai, mereka semua itu adalah musuh-musuh besarku! Dan karena kalian melindungi musuh-musuhku, berarti kalian juga menjadi musuhku!”

“Ouwyang locianpwe...”

“Hayo cepat katakan, dimana adanya keluarga Cin-ling-pai itu sekarang?”

“Kami tidak tahu, locianpwe, bahkan andaikata kami tahu juga, kami tidak mengatakan kepada siapapun juga. Kami bukanlah pengkhianat-pengkhianat yang suka membikin celaka orang-orang gagah, apalagi kami telah berhutang budi. Lebih baik mati daripada mengkhianati mereka!” jawab Gu Kok Ban dengan sikap gagah.

Kakek yang cebol seperti kanak-kanak itu berjingkrak marah.
“Setan! Kalau begitu kalian sudah bosan hidup!”

Kakek itu melangkah maju dengan sikap mengancam dan dua orang ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang itu tentu saja sudah siap-siap untuk membela diri. Biarpun mereka maklum bahwa mereka berdua bukan tandingan kakek Ouwyang Bu Sek yang mereka tahu amat lihai itu, namun tentu saja mereka tidak mau mati konyol begitu saja tanpa melawan.

Sin-ciang Gu Kok Ban sudah melolos siang-kiam dari sarung pedangnya, melintangkan sepasang pedang itu di depan dada, sedangkan Tiat-thouw Tong Siok juga sudah melintangkan toya besinya dengan sikap gagah.

“Bagus, ha-ha-ha, memang aku ingin melihat kalian melawan, aku tidak suka membunuh orang yang tidak melawan!” Kakek cebol itu tertawa dan tiba-tiba tubuhnya sudah menerjang ke depan.

Tiat-thouw Tong Siok memapaki tubuh kakek cebol ini dengan toya besinya yang dihantamkan ke arah kepala yang besar itu. Pukulan toyanya mendatangkan angin dahsyat dan jangankan hanya kepala orang, biar batu gunung yang keraspun akan hancur tertimpa toya besi yang digerakkan dengan kekuatan gajah itu.

Namun, kakek cebol itu sama sekali tidak mengelak atau menangkis, dan agaknya memang sengaja menerima hantaman toya itu dengan kepalanya yang besar dan botak kelimis.

“Takkkk!”

Toya besi itu terpental, seolah-olah mengenai bola baja yang jauh lebih keras daripada toya itu! Dan si cebol itu hanya terkekeh memperlihatkan mulutnya yang ompong dan dua buah giginya di bagian atas.

Tong Siok terkejut dan juga penasaran, toyanya diputar cepat dan mengirim serangan bertubi-tubi ke arah tubuh lawan. Terdengar suara bak-bik-buk seperti orang memukuli kasur yang dijemur ketika beberapa kali toya itu menghantam ke tubuh Ouwyang Bu Sek, akan tetapi kakek itu enak-enak saja dan setiap hantaman toya selalu membuat toya itu sendiri terpental!

“Heh-heh, terima kasih untuk pijatan-pijatan itu, memang tubuhku beberapa hari ini pegal-pegal minta dipijati!” Ouwyang Bu Sek berkata.

Pada saat toya itu terpental, Sin-ciang Gu Kok Ban sudah menerjang dengan siang-kiamnya. Nampak sinar berkilat ketika sepasang pedang itu menggunting ke arah leher dan pinggang.

“Ehh... ohhh... pedangmu bisa merusak pakaianku!”

Ouwyang Bu Sek berseru, dan tiba-tiba tubuhhya mencelat ke atas terbebas dari guntingan sepasang pedang itu, kemudian dari atas dia menukik dengan kepala di bawah dan dua kali dia membuang ludah.

“Cuhh! Cuhhh!”

Dua sinar putih menyambar ke bawah cepat sekali. Biarpun Sin-ciang Gu Kok Ban sudah mengelak, tetap saja pundaknya terkena ludah dan bajunya berlubang dan kulit pundaknya terasa nyeri sekali karena lecet dihantam air ludah itu! Hal ini tentu saja mengejutkan Gu Kok Ban yang cepat memutar sepasang pedangnya dibantu oleh Tong Siok yang menggerakkan toya besinya.

Terjadilah perkelahian yang amat hebat dan seru, akan tetapi juga lucu. Dua orang ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang itu bukanlah orang-orang sembarangan. Nama mereka di dunia kang-ouw sudah amat terkenal dan keduanya merupakan orang-orang pandai yang ditakuti karena memang mereka telah memiliki tingkat kepandaian yang tinggi. Namun, kali ini mereka berdua merasa dipermainkan oleh Ouwyang Bu Sek!

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: