***

***

Ads

Rabu, 05 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 200

Akan tetapi sebelum dia mulai tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang tidak nampak jelas dalam cuaca yang sudah mulai remang-remang itu. Han Houw hanya melihat betapa bayangan ini adalah seorang laki-laki yang bertubuh kecil ramping, agaknya masih seorang pemuda remaja. Akan tetapi pemuda remaja itu mengangkat sebongkah batu besar dan kini pemuda itu melontarkan batu besar yang diangkatnya ke arahnya ketika dia meloncat ke belakang menjauhi Sin Liong untuk memulai ilmunya yang hebat, yaitu Hok-te Sin-kun!

Sin Liong juga melihat pemuda remaja itu yang dia kenal sebagai Bi Cu! Karena memakai pakaian pria, pakaian tosu Pek-lian-kauw, maka Han Houw tidak mengenalnya, apalagi cuaca saat itu mulai gelap, dan menyangka bahwa Bi Cu adalah seorang pemuda remaja. Sin Liong melihat serangan yang dilakukan oleh Bi Cu untuk membantunya. Batu besar itu lewat di dekatnya dan dia lalu menggerakkan kedua tangan mendorongnya dan membantu peluncuran batu itu dengan tenaga sin-kangnya sehingga batu itu melesat dengan kekuatan yang amat hebat!

Sementara itu, melihat pemuda remaja itu melemparkan batu besar ke arahnya. Han Houw tersenyum. Tentu mudah baginya untuk mengelak atau menangkis, akan tetapi dia sudah akan memulai dengan Ilmu Hok-te Sin-kun, maka dia ingin mendemonstrasikan kehebatan ilmu ini untuk membikin gentar hati Sin Liong.

Dia cepat berjungkir balik dan tindakannya ini membuat dia tidak dapat melihat betapa Sin Liong telah membantu lontaran batu oleh Bi Cu itu dengan dorongan tenaga sin-kangnya. Kini batu meluncur cepat ke arah Han Houw yang sudah berjungkir balik. Pangeran itu tiba-tiba menggerakkan kedua kakinya menyambut, dengan tendangan yang amat keras.

“Darrr...!”

Batu besar itu hancur berantakan dan nampaklah debu mengepul tebal. Debu ini menghindari pandangan mata Sin Liong, sehingga dia tidak tahu betapa ketika kedua kaki Han Houw itu menyambut batu dan menendangnya hancur, tubuh pangeran itupun terdorong sampai kedua kakinya hampir rebah menyentuh tanah!

Pangeran itu terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa “pemuda remaja” yang membantu Sin Liong itu memiliki tenaga lontaran yang demikian kuatnya! Maka gentarlah hatinya. Melawan Sin Liong saja masih belum tentu dia menang, apalagi kalau Sin Liong dibantu oleh seorang kawan yang demikian tangguh pula. Kalau dia maju dikeroyok dua, agaknya sukar baginya untuk menang dan kalau kalah sungguh amat memalukan. Maka dia lalu melompat pergi, mengandalkan keremangan cuaca dan tebalnya debu. Dari jauh dia “mengirim” suara melalui khi-kang,

“Sin Liong, lain kali kita lanjutkan pertandingan ini!”

Sin Liong tentu saja tidak menjawab dan juga tidak mengejar, hatinya merasa lega bukan main dan dia mengusap keringat dari leher dan dahinya, menggunakan ujung lengan bajunya. Bi Cu menghampirinya dan memegang lengannya. Sejenak mereka hanya saling berpandangan diantara keremangan senja yang mulai terganti oleh malam.

“Aihhh... Sin Lioing, tak kusangka... engkau ternyata memiliki ilmu kepandaian silat yang hebat!” akhirnya Bi Cu berkata dan suaranya terdengar gemetar, mukanya agak pucat dan napasnya memburu.






Sin Liong tersenyum dan menyentuh pundaknya.
“Kau kenapakah?”

“Aku tadi nonton dari balik pohon, wah, bukan main gelisah hatiku. Ingin membantu namun tak mungkin, kalian bertanding sedemikian cepatnya sehingga untuk melihat mana engkau dan mana lawanmupun tidak mungkin bagiku. Aku... aku sudah siap dengan batu itu, kemudian kulihat dia meloncat mundur. Nah, baru aku berani menyambitkan batu itu sekuat tenagaku.”

“Dan kau berhasil mengusirnya, Bi Cu. Sekarang ini, engkaulah yang menolongku!” Sin Liong berkata.

“Hemm, jangan kau berpura-pura lagi. Aku sudah menyaksikan betapa engkau melawan musuh dan engkau hebat, aku malah tidak mampu mengikuti gerakanmu. Dan lontaranku tadi, entah bagaimana, batu itu berat sekali dan aku khawatir tidak akan dapat mencapainya. Dan dia begitu hebat, Sin Liong... hiiih, ngeri aku melihat betapa dia yang berjungkir balik mampu menghancurkan batu sebesar itu. Aku tahu bahwa kepandaianku tidak ada seperseratusnya orang itu, jadi tidak mungkin dia lari karena aku. Sin Liong, siapa sih dia?”


“Apa kau tidak mengenalnya? Dia itu Pangeran Ceng Han Houw...”

“Ah...! Begitu lihaikah dia? Cuaca remang-remang dan dia bergerak sedemikian cepatnya sehingga aku tidak mampu mengenalnya. Berbeda dengan engkau. Melihat sebuah tanganmu atau sebuah kakimu yang kadang-kadang nampak diantara bayangan kalian yang menjadi satu saja sudah cukup bagiku untuk mengetahui bahwa diantara dua orang yang bertanding itu adalah engkau. Engkau hebat sekali, Sin Liong...”

“Sudahlah, buktinya kalau tidak ada engkau, belum tentu aku dapat mengalahkan dan mengusir dia. Mari kita cepat pergi dari sini. Dengan adanya orang seperti dia disini, kita tidak akan pernah aman kalau belum pergi sejauhnya dari dia.”

Sin Liong lalu mengambil bungkusan roti dan sebotol arak, juga pakaian untuk Bi Cu yang tadi ditaruhnya di bawah pohon.

“Ini makanan kita, kita makan sambil berjalan saja, dan ini pakaian dan sepatu untukmu, Bi Cu.”

“Kau... baik sekali, Sin Liong, terima kasih...”

Akan tetapi Sin Liong yang masih tetap mengkhawatirkan Han Houw kalau-kalau pangeran itu muncul dan mengganggunya lagi, segera mengajak Bi Cu melanjutkan perjalanan, menyusup makin dalam di hutan itu dan karena tadi Han Houw lari ke timur, maka diapun mengajak Bi Cu lari ke barat. Dia baru saja datang dari dusun di sebelah barat, maka dia sudah agak mengenal jalan dan biarpun cuaca menjadi semakin gelap, dapat juga mereka maju sampai akhirnya mereka tiba di tepi hutan dan mereka terpaksa berhenti karena malam yang gelap telah tiba.

Mereka makan roti dan minum arak. Bi Cu menukar pakaiannya yang terlalu besar dengan pakaian yang diperoleh Sin Liong dari dalam dusun. Setelah berganti pakaian, dia mendekati Sin Liong yang membuat api unggun, duduk dan memandang pemuda itu.

“Sin Liong, bagaimana engkau bisa memilih pakaian yang begini pas ukurannya dengan tubuhku?” tanyanya sambil mengamati pakaian yang dipakainya itu di bawah sinar api unggun, pakaian gadis petani yang sederhana, namun masih baru.

“Mudah saja, aku membeli dari seorang gadis yang memiliki bentuk tubuh seperti tubuhmu.”

“Engkau memang pintar. Tapi sepatu ini. Bagaimana bisa pas sekali?”

“Aku... pernah memperhatikan kakimu, dan bayangan ukuran kakimu masih teringat jelas olehku sehingga mudah bagiku untuk mencarikan yang cocok.”

“Eh, mengapa engkau memperhatikan kakiku?” tanya Bi Cu dengan polos, tanpa maksud apa-apa, hanya memang heran mendengar ada orang memperhatikan kakinya. “Kaumaksudkan ketika kedua kakiku tidak bersepatu?”

“Mengapa, ya? Mungkin karena melihat kaki tidak bersepatu merupakan hal yang aneh dan kakimu... kakimu begitu mungil...”

“Ihh! Jangan ceriwis kau...!”

Bi Cu kini menundukkan mukanya karena dia tidak sanggup menentang pandang mata Sin Liong dan ada perasaan aneh menyelinap di hatinya yang berdebar-debar.

“Kau bertanya, aku menjawab sejujurnya dan kau marah...”

“Sudahlah, aku mau tidur. Nanti tengah malam kau gugah aku, biar aku yang berganti menjaga dan engkau tidur.”

Akan tetapi tentu saja Sin Liong tidak pernah menggugahnya dan ketika pada keesokan harinya Bi Cu terbangun dari tidurnya, dia marah-marah.

“Kenapa engkau tidak mau menggugahku semalam? Kau membiarkan aku tidur pulas sampai pagi! Kau... kau sungguh kejam!”

“Aku...? Kejam...? Hee, apa maksudmu?”

Sin Liong bertanya, bingung karena tidak mengerti apa yang menyebabkan Bi Cu mengatakannya kejam.

“Kau membiarkan aku tidur semalam dan kau berjaga semalam suntuk, membikin aku sungguh merasa tidak enak hati, bukankah itu kejam?”

Sin Liong tercengang, lalu dia tersenyum dan mengangguk.
“Baiklah, aku kejam dan kau maafkan aku, Bi Cu.”

Bi Cu menatap wajah pemuda itu, kemudian dia menghampirinya dan memegang kedua tangan Sin Liong.

“Sin Liong, betapa jahatnya aku, ya? Betapa kurang penerimanya aku ini! Engkau sudah berjaga semalam suntuk, aku tidak berterima kasih malah memakimu kejam!”

Tentu saja Sin Liong menjadi semakin bingung dan dia hanya senyum-senyum gugup saja.

“Ti... tidak, Bi Cu, kau tidak jahat.”

“Kau heran mengapa aku marah dan menyebutmu kejam? Aku marah karena demi aku engkau menderita. Aku marah kepada diriku sendiri yang tidur seperti mayat saja, tidak dapat bangun untuk menggantikanmu. Aku memang kejam karena memang engkau kejam, bukan kejam terhadap diriku melainkan kejam kepada dirimu sendiri. Ah, kau maafkan aku, Sin Liong.”

Senyum Sin Liong melebar, hatinya senang sekali. Bi Cu memang seorang dara istimewa!

“Sudahlah, Bi Cu, tidak perlu dipersoalkan lagi urusan kecil ini. Sudah sepatutnya kalau aku yang berjaga, karena aku laki-laki.”

“Dan kepandaianmu hebat sekali. Aku mengerti sekarang, kalau aku yang berjaga dan tiba-tiba muncul pangeran siluman itu, akan celakalah kita...”

“Hayo kita melanjutkan perjalanan, Bi Cu. Hatiku merasa tidak enak sekali, karena aku tahu bahwa pangeran itu tentu tidak akan mau sudah begitu saja.”

Mereka bangkit berdiri dan pada saat itu terdengar suara suitan-suitan di segala penjuru, disusul ramainya suara derap kaki manusia dan kuda yang banyak sekali! Wajah Bi Cu menjadi pucat dan dia sudah memegang tangan Sin Liong. Pemuda ini merasa betapa tangan dara itu gemetar, maka dia menggenggamnya dan berbisik,

“Jangan takut, ada aku disini.”

“Tapi... mereka itu... tentu pasukan pemerintah, pasukan yang besar jumlahnya!” Suara Bi Cu juga gemetar.

“Bi Cu, bukankah kita ada berdua? Mati hidup kita hadapi bersama, bukan?”

Ucapan ini seperti meniupkan api dalam semangat Bi Cu, membuat matanya bersinar-sinar dan matanya kemerahan. Diapun menggenggam keras tangan pemuda itu dan diapun berkata,

“Engkau benar! Mari kita hadapi mereka! Aku akan mati dengan senyum kalau bersamamu Sin Liong!”

Ucapan dalam saat yang berbahaya itu menusuk perasaan Sin Liong, membuat dia terdorong untuk merangkul dan mendekap kepala dara itu ke dadanya! Bi Cu juga mandah saja dan keduanya seolah-olah tenggelam ke dalam keadaan lain, ke dalam dunia lain dan tidak merasa sama sekali akan datangnya bahaya.

“Kejar, cari dan tangkap mereka!”

Tiba-tiba terdengar suara yang amat dikenal oleh Sin Liong. Suara itu adalah suara Ceng Han Houw, masih amat jauh namun sudah terdengar olehnya karena suara itu dikeluarkan dengan pengerahan tenaga khi-kang yang amat kuat sehingga bergema di seluruh hutan. Mereka berdua sudah berada di sebelah barat hutan.

Suara teriakan itu menyadarkan mereka berdua dan Sin Liong cepat menggandeng tangan Bi Cu sambil menunjuk ke depan, ke arah utara.

“Lihat, ke sanalah kita harus pergi!”

Wajah Bi Cu berubah pucat.
“Tapi... itu adalah daerah pegunungan yang amat sukar, amat terjal dan penuh tempat liar. Lihat, dari sinipun nampak jurang-jurang dalam!”

“Justeru itulah merupakan tempat yang amat baik untuk melarikan diri dan bersembunyi. Ke barat terus melalui dusun-dusun dan tanah datar, amat sukar untuk dapat menyembunyikan diri, apalagi mereka mengejar dengan berkuda.”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: