***

***

Ads

Senin, 10 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 207

Demikianlah, dia mempersiapkan segala sesuatu untuk pria yang dicintanya, bahkan pemberian perhiasan dari Mei Lan ditinggalkan untuk kekasihnya. Dia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa kepergiannya demikian menghancurkan hati Lie Seng sehingga pria inipun sampai tidak memperdulikan lagi semua benda itu, bahkan pergi tanpa membawa apapun!

Sun Eng yang merupakan penduduk baru di Yen-tai, dengan mudah dapat melakukan penyelidikan dan terus membayangi Pangeran Ceng Han Houw, tanpa dicurigai orang karena dia memang belum mempunyai banyak kenalan. Dia melihat betapa pangeran itu membawa pasukan setempat menyerbu rumah Souw Kwi Beng, akan tetapi tentu saja suami isteri itu telah lama meninggalkan rumah, bahkan telah lama meninggalkan pelabuhan. Para pegawai mereka yang diperiksa menyatakan dengan terus terang bahwa majikan mereka bersama nyonya majikan berlayar ke selatan.

Pangeran Ceng Han Houw menjadi kecewa dan marah, akan tetapi karena dia tidak membutuhkan para pengawal itu, dia hanya memesan kepada Ciong-taijin agar terus mengawasi dan kalau sewaktu-waktu suami isteri itu pulang, harus segera ditangkap dan dibawa ke kota raja! Kemudian, atas petunjuk para pegawai, dia membawa pasukan menyerbu rumah Lie Seng dimana diapun mendapatkan rumah kosong belaka karena Lie Seng dan kekasihnya juga sudah kabur entah kemana.

Sun Eng menyaksikan semua ini dari tempat persembunyiannya dan dia terus mengikuti perjalanan pangeran itu. Han Houw tidak lama tinggal di Yen-tai. Pada keesokan harinya, dia menunggang kereta yang disediakan oleh Ciong-taijin, menuju ke utara karena dia hendak kembali ke kota raja.

Akan tetapi dua hari kemudian, ketika kereta itu melewati sebuah hutan, dia melihat sesosok tubuh wanita menggeletak di tengah jalan liar itu. Kusir kereta tentu saja menghentikan keretanya dan ketika Han Houw membuka tirai memandang, dia melihat tubuh wanita itu dan dia merasa tertarik sekali, apalagi melihat betapa pakaian wanita itu robek-robek sehingga nampaklah kulit paha yang putih mulus!

Hal seperti ini tentu saja amat menarik mata pangeran itu dan dia sudah meloncat turun, kemudian dengan beberapa lompatan saja dia sudah tiba di dekat wanita itu menelungkup dalam keadaan lemas, masih hidup akan tetapi keadaannya memelas sekali, selain pakaiannya robek-robek, juga lengan dan kakinya lecet-lecet dan sepatunya juga bolong-bolong, rambutnya awut-awutan.

Han Houw membalikkan tubuh itu dengan memegang pundaknya. Ketika tubuh itu membalik, dia terbelalak. Wanita ini masih amat muda dan cantik manis, bukan main! Wajah itu pucat, akan tetapi kulitnya halus sekali dan agaknya tadinya terpelihara baik-baik, dengan alis yang seperti dilukis saja, mata terpejam dengan bulu mata panjang, hidung kecil mancung dan mulut yang menggairahkan, dengan bibir penuh lembut dan lehernya panjang, putih mulus berbentuk indah.

Usia wanita ini tidak akan lebih dari dua puluh tahun, dan di balik pakaian yang robek-robek itu, bahkan di bagian dada juga robek, membayanglah buah dada yang padat dan lekuk lengkung tubuh yang penuh berisi, tubuh seorang wanita muda yang mulai masak!

Cepat Han Houw meraba nadi pergelangan tangan wanita itu. Lemah sekali! Dari pengetahuannya yang cukup tentang keadaan tubuh manusia, dia mengerti bahwa wanita ini tidak terluka, hanya amat lelah dan mungkin sekali kelaparan! Wanita itupun tidak pingsan, melainkan setengah sadar karena dia menggerakkan mata dan mulut. Mata itu terbuka perlahan dan untuk kedua kalinya Han Houw terpesona. Mata itupun amat indahnya, bening dan penuh perasaan, hanya terselimut duka yang mendalam.

Bibir yang kemerahan dan lunak itu berbisik-bisik,
“Biarkan aku mati... ah, biarkan aku mati...”






“Hemm, engkau masih muda dan cantik, kenapa ingin mati, nona?”

Wanita muda itu menangis sesenggukkan.
“...lebih baik mati daripada hidup merana... aku akan tersiksa...”

“Hemm, jangan takut! Setelah aku berada di sampingmu, biar raja setan neraka sekalipun takkan berani mengganggumu. Aku akan melindungimu. Mari engkau ikut bersamaku, nona.”

Wanita itu bangkit duduk dengan lemah, matanya yang seperti hendak terpejam saja, seperti mata orang mengantuk karena lemahnya itu, memandang wajah pria yang tampan itu.

“Kau... kau... siapakah...?”

Wajah tampan itu tersenyum penuh gaya.
“Aku adalah Pangeran Ceng Han Houw...!”

“Aduhh...! Ampunkan hamba...!”

Wanita itu cepat berlutut dan memberi hormat, akan tetapi karena badannya lemah dia terguling dan tentu sudah roboh lagi kalau tidak cepat dirangkul Han Houw.

“Siapa namamu?”

“Hamba... hamba she Sun bernama Eng...”

Han Houw yang merangkul wanita itu mendekatkan mukanya dan mencium bau sedap, membuat hatinya makin berdebar penuh gairah.

“Maukah engkau ikut bersamaku, menikmati hidup dan terlepas dari penderitaanmu?” Dia berbisik dekat telinga wanita itu, hidungnya menyentuh pipi dengan lembut.

“Hamba... hamba mau... akan tetapi suami hamba...”

Sepasang alis pangeran itu berkerut, akan tetapi hatinya sudah terlampau tertarik oleh kecantikan dan kelembutan yang sudah terasa oleh kedua tangannya yang merangkul dan sudah tercium oleh hidungnya.

“Suamimu...?”

“Hamba... melarikan diri dari suami hamba... kalau dia tahu... hamba tentu akan dibunuhnya...”

Lega rasa hati Han Houw dan dia tersenyum.
“Engkau lari darinya? Mengapa engkau lari dari suamimu?”

“Hamba... hamba dipaksa menikah dengan suami yang tua bangka itu... biarpun dia kaya raya, hamba tidak suka... dan setelah tiga bulan menjadi isterinya, hamba tidak dapat menahan lagi dan hamba lalu melarikan diri. Sampai tiga hari tiga malam hamba lari... hamba tidak makan dan...”

Semakin girang hati Han Houw. Diciumnya mata kanan yang bening itu dengan ujung hidungnya. Sun Eng memejamkan matanya dan membuat suara dengan napasnya seperti tersentak kaget, sikap seorang wanita yang tidak biasa bermain gila dengan pria lain!

“Pangeran...! Jangan...”

Tentu saja sikap ini amat menyenangkan bagi Han Houw dan dia tersenyum.
“Kalau begitu jangan khawatir, mari kau ikut bersamaku dan hidup senang di kota raja. Tentang suamimu tua bangka itu, kalau dia berani muncul, akan kujebloskan ke dalam penjara!”

Tanpa menanti jawaban lagi, dia lalu memondong tubuh Sun Eng dan dibawanya ke dalam kereta.

Tirai kereta ditutup dan dengan suara lantang gembira Han Houw memerintahkan kusir untuk membalapkan kereta itu menuju ke kota raja!

Dapat dibayangkan betapa senangnya hati Han Houw menemukan seorang wanita secantik manis Sun Eng. Selama dalam perjalanan itu dia membelai dan membujuk rayu sehingga wanita itu tidak berani banyak berkutik atau bersuara karena merasa malu sekali terhadap kusir yang duduk di depan. Dia terpaksa diam saja ketika dipeluk, diciumi dan digerayangi oleh pangeran itu.

Sun Eng hanya memejamkan matanya, bahkan dicobanya untuk membayangkan bahwa yang diciuminya itu adalah Lie Seng, pria yang amat dicintanya! Hatinya perih bukan main bahwa dia terpaksa harus melakukan hal ini, terpaksa harus menyerahkan diri kepada seorang pria lain, betapapun tampan, gagah dan tingginya kedudukan pria yang memangkunya ini.

Dia melakukan akal ini dengan perasaan hancur. Inilah satu-satunya jalan, pikirnya. Satu-satunya jalan untuk mengorbankan diri demi kebaikan keluarga Lie Seng. Pertama, dia akan dapat berusaha menyelamatkan keluarga Cin-ling-pai dengan menundukkan pangeran yang berkuasa ini. Kedua, dia dapat memutuskan hubungannya dengan Lie Seng karena dia insyaf bahwa sesungguhnya dia tidak patut menerima cinta yang demikian besarnya dari Lie Seng.

Diam-diam Sun Eng merasa heran betapa cintanya terhadap Lie Seng telah merubah dirinya sama sekali, merubah perasaan hatinya. Dia tahu bahwa dulu, sebelum dia bertemu dengan Lie Seng, tentu dia akan merasa bangga, merasa girang bukan main bertemu dengan seorang seperti pangeran ini. Masih muda, tampan, pandai merayu, pandai bermain cinta, berkepandaian tinggi sekali, dan berkedudukan tinggi pula! Akan tetapi mengapa kini dia menerima belaian dan peluk cium pangeran ini dengan hati yang demikian perihnya?

“Eh, kenapa engkau menangis?” bisik pangeran itu di dekat telinganya setelah puas menciuminya dan melihat ada beberapa butir air mata menuruni kedua pipi yang halus dan kemerahan itu.

“Hamba... hamba takut...” bisik Sun Eng.

“Takut? Ha-ha-ha, aku suka padamu, Eng-moi, jangan takut, aku akan melindungimu dan mulai saat ini, semua orang akan menghormatimu. Hai, kusir, berhenti di kota ini dan pergi ke rumah kepala daerah!” kata Pangeran Ceng Han Houw ketika melihat bahwa keretanya memasuki pintu gerbang sebuah kota.

Sun Eng digandeng turun setelah kereta berhenti di depan gedung kepala daerah dan pangeran itu bersama Sun Eng disambut dengan penuh kehormatan. Memang benar seperti yang dijanjikan oleh pangeran itu, karena dia datang digandeng oleh sang pangeran, maka Sun Eng disambut dengan penuh penghormatan!

Han Houw diberi kamar terindah di gedung itu, dan atas perintah Han Houw, kepala daerah itu bergegas mencarikan pakaian-pakaian yang paling indah untuk Sun Eng! Dan mereka berduapun dijamu dengan hidangan-hidangan istimewa yang serba lezat dan mahal! Sun Eng merasa seolah-olah dia hidup dalam mimpi. Kepala daerah kota itu mengadakan pesta untuk menghormati dan menyenangkan dia!

Akan tetapi kembali dia menangis dan hatinya terasa hancur ketika malam itu dia terpaksa harus melayani sang pangeran bermain cinta. Dia hanya dapat menyerah, bahkan demi untuk tercapainya rencana yang dijalankannya, dia tidak hanya melayani dengan pasrah dan diam saja, bahkan sebaliknya daripada itu, dia mempergunakan kepandaian dan pengalamannya untuk menyenangkan pangeran itu.

Pangeran Ceng Han Houw semakin tergila-gila kepada Sun Eng dan pangeran yang cerdik ini merangkul dan bertanya,

“Eng-moi, dari mana engkau mempelajari semua kelihaianmu yang penuh gairah ini?”

Sun Eng tersenyum dan bersikap malu-malu, lalu mencubit lengan pangeran itu.
“Ah, pangeran... saya yang setiap hari menderita... merasa tersiksa dalam pelukan seorang tua bangka yang napasnya sudah empas-empis, yang mengangkat tubuhnya sendiri saja sudah tidak kuat... betapa setiap saat saya selalu merindukan seorang pria yang muda, kuat dan tampan seperti paduka... maka, tentu saja saya merasa amat berterima kasih dan girang...”

Han Houw tertawa dan malam itu mereka bermain cinta tanpa mengenal lelah atau puas. Pada keesokan harinya, Han Houw melanjutkan perjalanan ke kota raja. Mulai saat itu, Sun Eng menjadi selir yang terkasih dari Han How. Selir baru ini, seperti biasa, diterima dengan penuh kerelaan dan sikap manis oleh selir-selir yang lain.

Selir-selir seorang bangsawan atau hartawan pada waktu itu tidak ada yang berani menentang kalau suami mereka yang lebih tepat disebut majikan mengambil selir baru. Apalagi selir-selir Pangeran Ceng Han Houw yang kesemuanya tunduk dan takut sekali kepada sang pangeran, di samping rasa kagum mereka dan keinginan mereka untuk menjadi orang yang paling dikasihi.

Sun Eng memang mengalami kehidupan yang mewah dan enak. Setiap hari dilayani para pelayan, hidup serba mewah dan satu-satunya pekerjaan hanyalah bersama para selir lain melayani sang pangeran, berusaha menyenangkan hati pangeran sebaik mungkin. Dia terkenal sebagai selir baru yang pendiam terhadap lain selir, akan tetapi amat manis budi dan menarik terhadap sang pangeran sehingga sampai beberapa bulan lamanya dia menjadi selir terkasih dan paling dipercaya oleh Han Houw.

Mempergunakan saat-saat sang pange¬ran terbuai oleh pelayanannya di dalam kamar, sewaktu pangeran muda itu dalam keadaan setengah mabuk oleh rayuannya, sedikit demi sedikit Sun Eng dapat memperkuat kepercayaan pangeran itu kepadanya sehingga sedikit demi sedikit pula dia dapat mengorek rahasia pribadi sang pangeran!

“Aku adalah putera tiri Raja Sabutai yang besar!” demikian dalam “mabuknya” sambil membelai Sun Eng penuh gairah berahi Han Houw berbisik. “Dan aku menjadi orang terbesar di seluruh dunia! Aku mewarisi ilmu kepandaian yang amat tinggi dan aku harus menjadi Jago Nomor Satu di dunia ini!”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: