***

***

Ads

Senin, 17 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 230

Beberapa pekan kemudian di luar Tembok Besar, setelah melalui padang tandus penuh pasir, Sin Liong mulai mendaki pegunungan yang menghadang panjang di depan. Mulailah dia bertemu dengan pohon-pohon di hutan setelah berhari-hari dia melalui dataran tandus mengering itu. Tujuannya hanya satu. Mencari dan menemukan kembali Bi Cu.

Rintangan apapun akan diterjangnya dan dia ingin cepat-cepat tiba di Lembah Naga untuk menemui Pangeran Ceng Han Houw seperti tersebut dalam surat yang ditinggalkan oleh penculik Bi Cu yang diduganya tentulah Kim Hong Liu-nio orangnya. Karena dia ingin cepat-cepat tiba di Lembah Naga, maka dia melakukan perjalanan cepat dan tidak mau tertunda di tengah jalan.

Dalam waktu beberapa pekan saja tubuh Sin Liong telah menjadi kurus karena kurang makan dan kurang tidur. Sukar baginya untuk dapat tidur nyenyak dan makan enak karena dia selalu teringat kepada Bi Cu dan setiap teringat kepada kekasihnya itu, timbullah kegelisahan hebat dalam hatinya. Dia ingin cepat-cepat tiba di Lembah Naga untuk segera melihat bagaimana keadaan kekasihnya itu.

Tak dapat dia bayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai ada orang berani mengganggu Bi Cu! Ngeri dia memikirkan kemungkinan ini. Dia sama sekali tidak tahu bahwa begitu dia muncul di luar Tembok Besar, dia sudah diketahui. Semenjak berada di Lembah Naga, diam-diam Pangeran Ceng Han Houw sudah mempersiapkan segala sesuatu, bahkan sudah memasang mata-mata di setiap tempat dari luar tembok sampai ke Lembah Naga sehingga dia akan tahu lebih dulu siapa yang akan datang dari selatan ke Lembah Naga.

Biarpun pertemuan besar dunia kang-ouw belum dimulai, namun dia sudah memasang orang-orangnya untuk mengamati dengan teliti. Oleh karena itu, maka kedatangan Sin Liong telah lebih dulu diketahuinya.

Selama berada di Lembah Naga, untuk meyakinkan hatinya, Ceng Han Houw sudah menguji pula kepandaiannya sendiri. Sucinya, Kim Hong Liu-nio hanya dapat bertahan sampai tiga puluh jurus saja melawan dia! Sedangkan bekas subonya, Hek-hiat Mo-li, juga akhirnya menyerah setelah menghadapinya sampai seratus jurus! Maka yakinlah dia akan kekuatannya.

Ketika Ceng Han Houw mendengar berita kedatangan Sin Liong, dia cepat menyuruh Hek-hiat Mo-li untuk menghadang.

“Harap subo suka mencoba dan menguji kepandaian pemuda itu agar aku dapat mengukur sampai dimana kelihaian calon pembantu utamaku itu!” kata Ceng Han Houw dengan girang, “Suci, harap kau perkuat penjagaan pada sekeliling istana untuk menjaga segala kemungkinan. Bocah yang menjadi adik angkatku itu memang orang aneh. Mungkin saja dia melakukan hal-hal yang sama sekali tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.”

Bi Cu telah berada di dalam istana itu. Dia diperlakukan dengan baik, seperti seorang tamu agung, akan tetapi tetap saja dara ini merasa sengsara dan kalau saja di situ tidak ada Ciauw Si, tentu dia sudah mengamuk dan nekat mempertaruhkan nyawanya. Ciauw Si menghiburnya dan berusaha menyadarkan bahwa pangeran tidaklah jahat, bahwa pangeran adalah kakak angkat Sin Liong dan pangeran berusaha agar Sin Liong suka membantunya mengumpulkan orang-orang kang-ouw.

“Percayalah kepadaku, Bi Cu. Engkau tahu, aku adalah cucu ketua Cin-ling-pai yang sejak dahulu merupakan keluarga pendekar dan pahlawan, oleh kaisar lalim dituduh pemberontak dan dikejar-kejar sebagai orang pelarian! Dan untung ada Pangeran Ceng Han Houw yang membebaskan mereka, dan kini pangeran yang telah menjadi suamiku itu ingin mengajak orang-orang gagah dunia kang-ouw untuk bangkit melawan kelaliman kaisar.”






Demikian antara lain Ciauw Si membujuk dan akhirnya, terutama melihat kehadiran wanita perkasa itu di situ. Bi Cu dapat menahan sabar dan menanti kedatangan Sin Liong yang katanya sudah diundang datang ke tempat itu. Betapapun juga, dia merasa gelisah sekali, amat rindu kepada Sin Liong dan takut kalau-kalau pemuda kekasihnya itu mengalami kecelakaan.

Demikianlah, ketika Sin Liong memasuki hutan pertama setelah berhari-hari melalui padang tandus, tiba-tiba berkelebat bayangan dan tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang nenek bermuka hitam yang menyeramkan. Sin Liong terkejut bukan main, akan tetapi juga marah ketika mengenal nenek itu.

“Hek-hiat Mo-li nenek iblis terkutuk!” bentaknya marah, karena pada saat itu dia bukan hanya teringat akan Bi Cu yang dia pikir tentu diculik oleh nenek ini bersama Kim Hong Liu-nio, akan tetapi juga teringat betapa kematian kong-kongnya yang amat disayang dan dihormatinya, yaitu mendiang ketua Cin-ling-pai, Cia Keng Hong, disebabkan oleh nenek ini dan murid perempuannya itu.

Hek-hiat Mo-li mengedip-ngedipkan matanya yang tinggal sebelah kanan saja itu, mulutnya sebetulnya tersenyum akan tetapi karena sudah peyot dan tak bergigi maka nampaknya malah cemberut!

“Bocah lancang, ke sinilah kalau ingin mampus!”

Sin Liong sedang dalam keadaan gelisah dan duka, maka kenekatannya sudah memuncak. Kini, bertemu dengan orang yang dianggap satu diantara musuh-musuh besarnya ini, dia tidak mau banyak cakap lagi. Dia lalu mengeluarkan pekik dahsyat dan terus menubruk sambil melakukan serangan yang hebat, cepat seperti kilat menyambar dan dahsyat seperti halilintar di atas kepala lawan.

Hek-hiat Mo-li juga berteriak nyaring dan menangkis dengan lengan kirinya yang bergelang, sedangkan tangan kanannya yang dibuka membentuk cakar telah menyambar ke arah dada Sin Liong, seperti cakar elang yang hendak merobek dada mencengkeram keluar jantung lawan.

Sin Liong maklum akan kelihaian lawan, maka sambil cepat mengelak mudur, kemudian balas menyerang dengan sepenuh tenaganya. Akan tetapi, nenek itu tidak menangkis malainkan tiba-tiba menjatuhkan diri di depan kaki Sin Liong. Selagi pemuda ini merasa heran, dia sudah mencelat dari bawah dan mencengkeram ke arah bawah pusar!

Tentu saja Sin Liong terkejut bukan main. Tak disangkanya nenek itu memiliki akal curang seperti itu dan gerakannya cepat sekali, maka diapun lalu meloncat dan membalikkan tubuhnya untuk mengelak. Akan tetapi, nenek itu sudah melayang dan mengejarnya dengan tubrukan dari belakangnya. Mengerikan sekali gerakan nenek yang sakti ini dan biarpun Sin Liong sudah memutar tubuh menangkis, namun tetap saja tangan kanan nenek itu sudah menempel di pundak kirinya. Bukan sembarangan menempel, melainkan mencengkeram dengan kekuatan yang luar biasa dahsyatnya.

Otomatis tubuh Sin Liong mengerahkan sin-kang dan Ilmu Thi-khi-i-beng bergerak langsung dari dalam pusar ke pundak.

“Ihh! Thi-khi-i-beng!”

Nenek itu berseru dan seketika tenaga sin-kangnya berhenti mengalir dan dengan gerakan cepat dia dapat melepaskan tangannya dari pundak pemuda itu yang mempunyai daya menyedot yang hebat sekali. Kembali nenek itu menyerang dengan dahsyat, menggunakan cengkeraman kedua tangannya yang seperti cakar garuda itu dan yang diserangnya adalah bagian-bagian berbahaya yang kiranya tidak dapat dilindungi oleh Thi-khi-i-beng.

Sin Liong kini sudah bersikap hati-hati sekali, maklum akan kelihaian lawan. Dengan gerakan Thai-kek Sin-kun dia dapat mempertahankan dirinya dengan baik, bukan hanya mengelak dan menangkis, melainkan juga membalas dengan tamparan-tamparan yang mengandung tenaga amat kuat karena dia telah membalas dengan pukulan-pukulan Thian-te Sin-ciang yang didapatnya dari mendiang Kok Beng Lama.

Tenaga sin-kang dari Sin Liong memang kuat bukan main, karena dia telah menerima pengoperan tenaga ini dari mendiang Kok Beng Lama. Tenaganya sendiri yang ditambah tenaga kakek sakti itu telah dimatangkannya pula ketika dia mempelajari ilmu-ilmu dari Bu Beng Hud-couw, maka pada saat ini tingkat kekuatan yang ada pada diri pemuda ini setidaknya tidak kalah kuat dibandingkan dengan tenaga Kok Beng Lama ketika masih hidup!

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila Hek-hiat Mo-li terkejut bukan main melihat kenyataan betapa dalam hal adu tenaga, dia tidak mampu menandingi pemuda itu dan kedua tangannya selalu terpental kalau bertemu depgan lengan pemuda itu.

Akan tetapi, di lain fihak, Sin Liong juga terkejut ketika tiap kali dia berhasil menampar atau memukul, tamparan dan pukulannya yang mengenai sasaran dengan tepat itu membalik seperti mengenai tubuh dari karet yang amat kuat.

Ternyata nenek itu memiliki kekebalan yang amat luar biasa! Setiap kali dipukul, bukan hanya tangannya sendiri yang terpental, bahkan nenek itu masih terkekeh mentertawakan dia!

Sin Liong menjadi semakin marah dan penasaran. Dia harus mengalahkan dan merobohkan nenek itu lebih dulu sebelum dia dapat mengharapkan untuk menyelamatkan Bi Cu. Maka dia lalu mengeluarkan pekik yang dahsyat dan tiba-tiba gerakannya berubah dan nenek itu terkejut sekali.

Hek-hiat Mo-li melihat betapa begitu mengeluarkan pekik dahsyat, pemuda itu kelihatan penuh wibawa, sepasang matanya mencorong seperti mata malaikat dan tubuhnya tergetar dan nampak seolah-olah bertambah besar, kemudian gerakan pemuda itu kelihatan aneh sekali. Tiba-tiba pemuda itu menyerangnya dengan gerakan yang aneh, kedua lengannya bergerak, yang kanan menghantam ke arah langit dan yang kiri menghantam ke arah bumi! Itulah satu jurus dari Hok-mo Cap-sha-ciang yang dipelajarinya dari Bu Beng Hud-cow!

Selagi Hek-hiat Mo-li terkejut dan heran, juga bingung menyaksikan serangan aneh yang sama sekali tidak ditujukan kepadanya itu, tiba-tiba ada angin menyambar dari depan, angin itu berpusing karena datang dari arah atas dan bawah, yang diakibatkan oleh gerakan membalik dari kedua tangan pemuda itu dan dia merasa seperti digulungkan oleh pusingan angin pukulan itu!

Hek-hiat Mo-li terkejut bukan main, cepat berusaha untuk meloncat mundur dan menangkis, namun dia tidak mampu keluar dari pusingan angin itu dan biarpun dia berhasil menangkis kedua tangan lawan, tetap saja tubuhnya terpental jauh! Bukan main kagetnya Hek-hiat Mo-li. Biarpun tubuhnya kebal dan dia tidak terluka, namun karena terbanting dan bergulingan, tubuhnya yang sudah tua itu terasa sakit-sakit dan pandang matanya yang tinggal sebuah itupun berkunang, kepalanya agak pening!

Tahulah dia bahwa pemuda ini benar-benar luar biasa lihainya. Baru kurang lebih lima puluh jurus saja dia sudah dibikin terguling-guling seperti itu. Dia tidak takut, akan tetapi dia enggan untuk dijatuh bangunkan seperti itu, hal yang sungguh memalukan bagi seorang tokoh yang tua dan berkedudukan tinggi seperti dia. Apalagi, tugasnya memang hanya menguji, maka dia merasa sudah cukup dan berloncatanlah nenek itu ke belakang lalu melarikan diri dengan secepatnya meninggalkan Sin Liong.

SIN LIONG tidak mengejar. Memang nenek itu harus dibunuhnya untuk membalas kematian kong-kongnya, akan tetapi sekarang yang terpenting baginya adalah menemukan kembali dan menolong Bi Cu sampai selamat. Barulah dia akan mencari musuh-musuhnya kemudian. Musuh-musuhnya adalah Hek-hiat Mo-li yang harus dibalasnya untuk kematian kong-kongnya, dan Kim Hong Liu-nio pembunuh dari ibu kandungnya. Tapi, sekarang yang paling perlu adalah menolong Bi Cu.

Maka Sin Liong lalu melanjutkan perjalananya dengan secepatnya menuju ke Lembah Naga. Kalau tidak ada halangan, dua hari lagi dia akan tiba di Lembah Naga. Maka dia lalu melakukan perjalanan secepatnya dan biarpun dia tidak bernafsu, namun dia memaksa diri untuk makan buah-buahan dan daging ayam hutan yang ditangkap dan dipanggangnya karena dia maklum bahwa dia akan menghadapi lawan-lawan yang tangguh dan bahwa dia membutuhkan banyak tenaga untuk menolong Bi Cu.

Oleh karena itu dia harus menjaga kesehatan tubuhnya dan harus makan agar jangan
sampai tubuhnya lemas ketika dia membutuhkan tenaganya nanti. Dua hari kemudian tibalah dia di perbatasan Lembah Naga. Dia tiba di luar Rawa Bangkai yang kini telah berubah keadaannya.

Melihat hutan-hutan dan bukit-bukit di sekitar tempat itu, diam-diam Sin Liong merasa terharu. Inilah tempatnya! Disinilah dia terlahir dan dibesarkan. Semua tempat itu, bahkan pohon-pohon besar disana itu, kelihatan amat indah dan amat dikenalnya, seperti sahabat-sahahat lama yang kini mengelu-elukan kedatangannya kembali dengan melambai-lambaikan ranting-ranting dan daun-daunnya yang tertiup angin.

Teringat dia akan gerombolan kera besar kecil yang dahulu menjadi sahabat-sahabatnya, bahkan keluarganya karena dia adalah anak pungut seekor kera besar. Teringat semua itu, naik sedu-sedan dari dadanya berhenti di tenggorokan, membuat dia memandang termenung ke arah hutan-hutan, dan timbul hasratnya ingin memasuki hutan itu untuk mencari sahabat-sahabatnya itu. Dia merasa betapa amat kerasan dia berada di sekeliling tempat ini, seolah-olah seorang perantau yang telah lama pergi kini kembali ke kampung halamannya, mengingatkan dia akan semua bayangan kehidupannya di waktu dahulu.

Akan tetapi tiba-tiba bayangan Bi Cu membuyarkan semua itu. Keharuan dan kegembiraan yang dirasakan tadi lenyap, terganti pula oleh kekhawatiran akan keselamatan Bi Cu. Teringat akan ini, cepat dia berlari lagi ke depan memasuki hutan kecil di luar Lembah Naga.

Akan tetapi, kembali dia harus berhenti dan memandang ke depan. Akan tetapi sekali ini bukan berhenti untuk memandang penuh pesona kepada tempat yang amat dikenalnya itu, melainkan untuk memandang dengan sinar mata mencorong dan berapi
kepada seorang pemuda tampan dan mewah pakaiannya yang berdiri menghadangnya
sambil tersenyum manis itu. Ceng Han Houw!

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: