***

***

Ads

Rabu, 19 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 234

“Desss...!”

Dan akibatnya, keduanya terpental ke belakang dan keduanya sama-sama terkejut. Apalagi ketika mereka saling mengenal. Sin Liong memandang terbelalak kepada pria gagah perkasa yang ternyata bukan lain adalah ayah kandungnya sendiri, Cia Bun Houw! Maka kini teringatlah dia bahwa wanita itu adalah Yap In Hong, ibu tirinya, isteri ayah kandungnya! Di fihak Cia Bun Houw, diapun mengenal pemuda ini dan alisnya berkerut, mukanya berubah merah karena dia teringat betapa pemuda yang pernah dikasihi oleh mendiang ayahnya itu, bahkan yang telah mewarisi semua ilmu dari ayahnya, ternyata merupakan pemuda yang tidak berbudi, yang telah menghalangi dia dan isterinya membunuh musuh besar mereka, Kim Hong Liu-nio. Dan sekarang, pemuda ini agaknya malah membantu Pangeran Ceng Han Houw!

“Engkau...?”

Cia Bun Houw membentak dan Yap In Hong juga menunda serangan lanjutannya mendengar ini. Dia memandang dan sekarangpun dia teringat kepada Sin Liong.

“Eh, kiranya setan cilik ini berada di sini?” Diapun membentak marah.

Sin Liong menghadapi mereka dan memandang tajam. Dia khawatir sekali melihat ayah kandungnya berkeliaran di situ. Akan tetapi diapun merasa tidak senang melihat ibu tirinya, apalagi mendengar dia disebut setan cilik!

“Harap ji-wi segera pergi dari sini!” katanya kemudian, “Disini amat berbahaya.”

Cia Bun Houw sudah merasa penasaran sekali.
“Dan engkau sendiri?”

“Aku... adalah penjaga di sini, maka aku tahu betapa bahayanya tempat ini.”

“Bocah lancang!” Cia Bun Houw membentak marah. “Kau kira, kalau engkau yang berjaga, aku lalu merasa takut padamu?”

“Bocah setan ini memang perlu dihajar!”

Yap In Hong berseru karena diapun merasa betapa anak ini amat buruk wataknya, tidak mengenal budi yang telah dilimpahkan oleh ketua Cin-ling-pai, mendiang ayah mertuanya. Sepatutnya Sin Liong ingat budi dan membantu Cin-ling-pai, bukan malah membantu pangeran pemberontak itu!

Sin Liong juga marah, merasa direndahkan, akan tetapi dia menahan sabar dan hanya menggerak-gerakkan kedua tangannya.

“Pergilah... pergilah...!”

“Engkau yang pergi ke neraka, bocah murtad!”

Cia Bun Houw membentak dan dia sudah menyerang dengan pukulan tangan kanan ke arah kepala Sin Liong. Akantetapi, Sin Liong dengan sigap dan cepatnya mengelak, memutar tubuhnya dan tahu-tahu diapun sudah menyerang, bukan kepada ayah kandungnya, melainkan kepada Yap In Hong, dengan pukulan tangan kiri yang cepat dan dahsyat.






Namun Yap In Hong adalah seorang wanita pendekar sakti yang berilmu tinggi, maka dengan cepat dia dapat menangkis pukulan itu. Terjadilah perkelahian yang seru dan membuat suami isteri pendekar sakti itu terheran-heran tiada habisnya. Pemuda itu ternyata mampu menghadapi pengeroyokan mereka! Sama sekali tidak pernah terdesak malah, dan membalas setiap serangan dengan serangan balasan yang tidak kalah dahsyat dan ampuhnya! Bahkan pemuda itu dapat mainkan Thai-kek Sin-kun dengan amat baiknya, menangkis tenaga pukulan Thian-te Sin-ciang dengan tenaga pukulan Thian-te Sin-ciang pula yang tidak kalah kuatnya!

Bahkan ketika kedua orang suami isteri yana amat lihai itu mendesaknya dengan gerakan cepat, Sin Liong sudah melindungi tubuhnya dengan kekebalan menurut ajaran mendiang Kok Beng Lama dan juga mengerahkan Thi-khi-i-beng untuk menyedot tenaga dua orang pengeroyoknya! Dua orang suami isteri itu berkali-kali mengeluarkan seruan kaget sekali. Mereka teringat akan kehebatan Kok Beng Lama dan Cia Keng Hong, karena kehebatan kedua orang kakek sakti itu seolah-olah telah pindah ke dalam diri anak ini!

Tentu saja Sin Liong harus mengerahkan seluruh tenaga yang ada pada dirinya dan mengeluarkan semua ilmu yang pernah dipelajarinya untuk menghadapi pengeroyokan dua orang yang demikian saktinya. Hanya dia belum mau mempergunakan ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari kitab-kitab Bu Beng Hud-couw karena betapapun juga, dia hanya membela diri dan membalas serangan dengan ilmu-ilmu yang didapatnya dari Kok Beng Lama dan Cia Keng Hong sehingga boleh dibilang pemuda ini menghidapi dua orang lawannya dengan ilmu-ilmu yang sama! Maka mereka itu seolah-olah hanya “berlatih” saja, sungguhpun sebenarnya, sama sekali bukan demikian karena suami isteri yang merasa penasaran itu mendesak dengan hebat.

Apalagi setelah lewat lima puluh jurus kedua orang suami isteri yang lihai itu sama sekali belum mampu merobohkan Sin Liong! Mereka berdua adalah pendekar-pendekar besar sehingga biarpun kelihatannya mereka mengeroyok Sin Liong dengan dahsyat, namun mereka selalu mengendalikan serangan mereka dan kalau sampai Sin Liong terkena pukulan, tentu saja bukan pukulan mematikan.

Diam-diam Sin Liong juga merasa kagum bukan main. Ayah kandungnya ini memang hebat, dan ibu tirinyapun hebat. Melawan mereka satu lawan satu saja kiranya amat sukar baginya untuk memperoleh kemenangan, apalagi harus melayani dua sekaligus. Entahlah kalau dia mempergunakan ilmunya Hok-mo Cap-sha-ciang. Akan tetapi dia merasa tidak enak dan malu kalau harus menggunakan ilmu ini kepada mereka, sungguhpun dalam gerakannya itu telah dibantu oleh kemajuan yang didapat ketika dia mempelajari ilmu peninggalan Bu Beng Hud-couw itu.

Tiba-tiba terdengar suara gaduh dan muncullah puluhan orang perajurit yang dipimpin oleh seorang kakek tinggi besar yang bukan lain adalah Hai-liong-ong Phang Tek, orang pertama dari Lam-hai Sam-lo! Itu adalah pasukan penjaga dari sekitar hutan itu yang tertarik oleh perkelahian itu dan segera memasuki hutan dipimpin oleh kakek itu.

Melihat ini, Cia Bun Houw dan Yap In Hong terkejut. Mereka datang untuk menyelidiki Lembah Naga, sesuai dengan perintah Pangeran Hung Chih. Akan tetapi kini mereka ketahuan. Menghadapi Sin Liong seorang saja sudah agak berat, apalagi kalau muncul puluhan orang penjaga. Mereka tidak takut, akan tetapi maklum bahwa tidak mungkin mereka berdua saja harus melawan ribuan pasukan yang berada di daerah itu. Maka Cia Bun Houw mengeluarkan suara melengking, nyaring yang menjadi isyarat bagi isterinya untuk melarikan diri.

Suara lengkingan dahsyat itu luar biasa sekali, mengandung tenaga khi-kang kuat sehingga beberapa orang pengawal terguling roboh. Melihat kedua orang itu melarikan diri, Sin Liong tidak mengejar dan membiarkan pasukan pengawal mengejar mereka, yakin bahwa tak mungkin pasukan pengawal itu akan mampu menyusul suami isteri pendekar yang sakti itu. Sementara itu, Hai-liong-ong Phang Tek yang juga tahu akan kelihaian suami isteri itu dan merasa jerih untuk pergi mengejar sendirian saja, lalu tersenyum kepada Sin Liong dan menjura sambil berkata, suaranya ramah.

“Senang sekali dapat bertemu dan bekerja sama dengan taihiap.”

Sin Liong tidak menjadi bangga dan senang mendengar disebut taihiap itu, yang dia tahu dilakukan oleh kakek ini untuk menghormatinya karena kakek ini tentu tahu bahwa dia dianggap adik angkat atau bahkan keluarga pangeran. Dia tidak tahu bahwa memang kakek ini kagum bukan main melihat dia mampu menandingi pengeroyokan dua orang suami isteri yang terkenal sebagai pendekar-pendekar terbesar di masa itu. Tanpa menjawab, Sin Liong hanya mengangguk kemudian memutar tubuhnya dan pergi dari situ untuk kembali ke kamarnya di Istana Lembah Naga.

Bi Cu telah menyambutnya. Dara ini tidak mau makan malam sebelum Sin Liong pulang dan begitu kekasihnya datang, dia menyambut dengan teguran,

“Sin Liong, ke mana saja engkau sampai malam begini? Hatiku merasa gelisah selalu.”

Sin Liong lalu menceritakan pertemuannya dengan suami isteri pendekar itu, betapa dia bertempur melawan mereka sehingga kemudian pasukan datang dan suami isteri itu melarikan diri.

“Ah, ayah kandungmu dan ibu tirimu?” Bi Cu bertanya kaget sekali.

Sin Liong mengangguk dan alisnya berkerut, hatinya gelisah. Tak disangkanya dia akan bertemu dengan keluarga Cin-ling-pai di tempat itu. Tanpa banyak cakap dia lalu makan malam bersama Bi Cu. Baru saja selesai makan malam, Pangeran Ceng Han Houw dan Lie Ciauw Si mengunjungi mereka.

“Liong-te, aku mendengar dari pasukan penjaga bahwa senja tadi muncul ayah kandungmu dan ibu tirimu...”

“Harap engkau tidak menyebut-nyebut tentang ayah kandung dan ibu tiri, Houw-ko!”

Sin Liong menegur, merasa tidak senang orang bicara seperti itu. Kalau Bi Cu yang menyebutnya, hal itu lain lagi!

“Ah, baiklah. Dan memang sikapmu tadi membuktikan bahwa engkau tidak menganggap mereka ayah dan ibu tiri, Liong-te. Suami isteri perkasa, pasangan pendekar yang paling hebat di masa ini telah memberi kehormatan kepadaku dan muncul di sini. Kenapa engkau menerima dan menyambut mereka dengan kepalan, Liong-te? Bukankah engkau tahu bahwa kita membutuhkan tenaga mereka? Mengapa engkau tidak menerima mereka secara baik-baik dan mempersilakan mereka masuk sebagai tamu-tamu agung? Kau tahu, mereka itu adalah paman dan bibi isteriku, berarti paman dan bibiku sendiri. Kenapa engkau malah menyambut mereka sebagai musuh?”

Sin Liong merasa bingung dengan sikap pangeran ini. Kata-katanya penuh teguran dan penyesalan, akan tetapi pandang mata pangeran itu membayangkan hati yang gembira! Dia sudah mengenal baik sinar mata pangeran itu dan tahu bahwa kalau pangeran itu benar-benar sedang marah, tidak seperti itulah sinar matanya.

Dan memang benarlah. Han Houw kecewa mendengar keluarga Cin-ling-pai yang diharapkannya untuk dapat menjadi sekutunya itu datang sebagai musuh, akan tetapi diapun girang melihat bukti kenyataan bahwa Sin Liong benar-benar hendak membelanya dan setia kepadanya sehingga pemuda ini, untuk menjaga keamanan disitu, tidak segan-segan untuk melawan ayah kandung sendiri! Tentu saja dia tidak tahu bahwa perkelahian itu bukan disebabkan oleh hal itu, melainkan karena Sin Liong didesak dan diserang oleh mereka.

Juga Lie Ciauw Si segera berkata, suaranya halus tetapi mengandung teguran dan penyesalan,

“Liong-te, mengapa engkau tidak memberitahukan mereka bahwa aku berada disini dan bahwa aku ingin sekali bertemu dan bicara dengan paman Bun Houw dan bibi In Hong? Ah, aku sudah mengutus orang menyampaikan surat kepada keluarga kami, keluarga Cin-ling-pai, akan tetapi begitu paman dan bibi muncul, engkau malah menyerang mereka.”

Sin Liong tahu benar bahwa apa yang keluar dari mulut kakak misannya ini memang jujur dan sebenarnya, berbeda dengan ucapan pangeran yang tentu mengandung hal-hal tersembunyi yang tidak dipercayanya. Maka diam-diam dia merasa lega bahwa ayah kandungnya itu telah pergi dari Lembah Naga dan berarti lolos dari ancaman bahaya yang dia tidak dapat membayangkan bagaimana.

“Maafkan, Houw-ko dan lihiap.”

Dia tetap tidak mau menyebut piauw-ci kepada Lie Ciauw Si, melainkan menyebut lihiap karena kalau dia menyebut piauw-ci, sama artinya bahwa dia menerima Cin-ling-pai sebagai keluarganya. Padahal, dia tidak akan mengemis akan hal itu.

“Akan tetapi ketika aku melihat betapa mereka berdua merobohkan belasan orang penjaga dengan totokan, aku menjadi curiga dan menyerang mereka. Terjadilah perkelahian kemudian muncul Hai-liong-ong Phang Tek dan pasukan penjaga, dan mereka melarikan diri.”

“Sudahlah,” pangeran menarik napas panjang seperti orang menyesal, padahal hatinya terasa lega karena betapapun juga, dia agak jerih terhadap suami isteri itu. “Semua itu terjadi karena salah sangka. Kelak kalau mereka muncul dalam pertemuan rapat besar orang-orang kang-ouw, tentu akan dapat kita terangkan duduknya perkara dan aku mohon maaf kepada paman Cia Bun Houw dan bibi Yap In Hong!”

Pangeran itu menyebut dua nama ini dengan paman dan bibi, suaranya begitu sungguh-sungguh dan mesra seolah-olah dia memang sudah menerima suami isteri itu
menjadi keluarganya. Hal ini menggirangkan hati Ciauw Si, akan tetapi menimbulkan curiga di dalam hati Sin Liong. Pemuda ini tahu bahwa sang pangeran menganggap suami isteri itu sebagai saingan besar untuk memperebutkan julukan jagoan nomor satu di dunia!

Aku harus waspada, pikir Sin Liong. Bukan waspada menjaga keamanan Lembah Naga, melainkan waspada mengamati gerak-gerik pangeran itu untuk menjaga keselamatan Bi Cu dan dirinya sendiri, dan kalau mungkin keselamatan Ciauw Si!

Bagaimanakah suami isteri pendekar itu tiba-tiba dapat muncul di Lembah Naga? Seperti telah kita ketahui, Cia Bun Houw dan isterinya, Yap In Hong, bersama dengan Lie Seng pergi ke kota raja dan mereka bertiga berhasil melarikan Sun Eng dari dalam tahanan di istana Pageran Ceng Han Houw. Akan tetapi, Sun Eng tidak dapat ditolong dan meninggal dunia, sedangkan Lie Seng yang merasa berduka sekali itu akhirnya lalu mengikuti seorang hwesio tua untuk mengasingkan diri dari dunia ramai dan masuk menjadi seorang hwesio yang tidak lagi mencampuri urusan duniawi!

Cia Bun Houw dan Yap In Hong lalu kembali ke kota raja dan berhasil menemui Pangeran Hung Chih, kemudian mereka menerima berita baik sekali, yaitu bahwa mereka sekeluarga Cin-ling-pai telah dibebaskan daripada tuduhan memberontak dan tidak lagi menjadi buruan pemerintah.

Dengan girang mereka lalu menyampaikan berita ini kepada kedua orang kakak mereka, yaitu suami isteri Yap Kun Liong dan Cia Giok Keng yang masih bersembunyi di selatan. Mereka berdua kemudian menitipkan putera mereka dalam asuhan suami isteri yang lebih tua itu karena mereka sudah berjanji dengan Pangeran Hung Chih untuk membantu pangeran itu menghadapi usaha pemberontakan Ceng Han Houw.

Demikianlah, kedatangan mereka ke utara itu adalah dalam rangka tugas ini, yaitu melakukan penyelidikan tentang kegiatan pangeran peranakan Mongol itu. Tak mereka sangka, mereka telah dipergoki oleh Sin Liong! Setelah berhasil melarikan diri keluar dari Lembah Naga, suami isteri ini lalu mengirim laporan tentang Lembah Naga yang terjaga ribuan orang pasukan Mongol dan bangsa-bangsa utara lainnya itu secara panjang lebar, kemudian mengutus seorang diantara para penyelidik untuk membawa laporan itu ke sebelah dalam Tembok Besar.

Mereka berdua sendiri masih menanti di luar Lembah Naga untuk mengikuti perkembangan usaha Pangeran Ceng Han Houw mengadakan pertemuan besar dengan tokoh-tokoh kang-ouw. Sering kali mereka membicarakan tentang Sin Liong.

“Bocah setan itu benar-benar lihai sekali,” kata Yap In Hong. “Sungguh luar biasa bocah seperti itu memiliki semua ilmu-ilmu Cin-ling-pai sedemikian sempurnanya. Dia telah mewarisi semua kepandaian mendiang suhu Kok Beng Lama!”

“Dan juga kepandaian mendiang ayah!” kata Bun Houw sambil menarik napas panjang. “Aku sendiri sebagai putera tunggal ayah tidak mewarisi Thi-khi-i-beng, juga enci Giok Keng sebagai puteri tunggalnyapun tidak. Yang mewarisi hanyalah kakanda Yap Kun Liong seorang. Akan tetapi siapa kira, bocah setan itu kini mewarisinya, dan dapat mempergunakannya dengan mahir sekali!”

“Dia telah menggabung ilmu-ilmu dua orang guru besar secara hebat. Dia akan merupakan lawan yang tangguh sekali!”

“Memang benar. Sungguh aku tidak mengerti mengapa suhu Kok Beng Lama dan ayahku menurunkan semua ilmu mereka kepada becah tak berbudi itu sehingga kini semua ilmu kita sendiri dipergunakan untuk melawan kita dan membela pangeran pemberontak. Sungguh penasaran sekali, dan kalau saja mendiang ayah dan mendiang
suhu Kok Beng Lama dapat melihat hal ini, tentu mereka berdua akan merasa menyesal sekali.”

“Sudahlah, tidak perlu kita gelisah dan khawatir. Bagaimanapun juga, dia masih amat muda dan belum berpengalaman. Mungkin saja dia kena terbujuk oleh pangeran itu, siapa tahu? Kita belum melihat benar bagaimana isi hati anak yang aneh dan keras hati itu. Agaknya tidak mungkin kalau kedua orang tua yang bijaksana itu sampai salah mengenal orang. Kita lihat saja bagaimana perkembangan selanjutnya di Lembah Naga.”

Cia Bun Houw menyetujui pendapat isterinya ini dan mereka menanti sambil memasang mata dengan waspada, menanti perkembangan dan datangnya hari pertemuan para tokoh kang-ouw di Lembah Naga yang undangannya telah disebar oleh kaki tangan Pangeran Ceng Han Houw beberapa bulan sebelumnya.

Semua tokoh kang-ouw yang “merasa berkepandaian” diundang, tanpa menentukan siapa orangnya. Dalam undangan yang disebar itu dikemukakan bahwa dalam pertemuan itu akan dipilih seorang bengcu yang akan memimpin seluruh dunia kang-ouw sebagai jagoan nomor satu di dunia ini!

Suami isteri ini maklum bahwa tentu semua tokoh kang-ouw akan tertarik oleh undangan istimewa ini dan Lembah Naga akan menjadi ramai bukan main. Akan tetapi merekapun tahu bahwa akan terjadi keramaian lain yang sama sekali tidak akan terduga-duga oleh Pangeran Ceng Hen Houw si pemberontak itu. Mereka menanti saat penentuan itu dengan tenang dan waspada.

**** 234 ****
Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: