***

***

Ads

Jumat, 21 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 241

Sementara itu, dua orang kakek menjadi lega hati mereka. Jelaslah bahwa pangeran memperkenankan mereka maju bersama menghadapi tokoh Cin-ling-pai ini dan memang sudah menjadi tugas mereka untuk mengukur kepandaian orang-orang tangguh yang menjadi calon lawan majikan mereka.

“Kalau begitu, kami tidak akan menolak tantanganmu, Cia-taihiap.”

Setelah mendengar pangeran itu menyebut Cia-taihiap, maka Phang Tek juga tidak berani menyebut lain.

“Kami akan maju bersama menghadapimu.”

“Tak perlu banyak cakap, maju dan mulailah!” jawab Bun Houw tak sabar lagi.

Dua orang kakek itu lalu memasang kuda-kuda dan melangkah perlahan mengitari Bun Houw dengan lagak dua ekor jago yang memilih-milih tempat yang baik, sudut yang tepat untuk memulai serangan mereka.

Bun Houw tetap berdiri tegak, sama sekali tidak bergerak dan hanya pandang matanya saja yang mengikuti gerakan mereka. Akhirnya dua orang kakek itu mengambil sudut yang mereka anggap paling menguntungkan, yaitu di kanan kiri pendekar itu. Phang Tek di sebelah kanan dan Phang Sun di sebelah kiri. Tiba-tiba, setelah saling memberi tanda dengan sinar mata, keduanya mengeluarkan teriakan nyaring dan mulailah mereka menyerang dari kanan kiri!

“Wuuut... wuuuttt... plak-plak plak-plak!”

Dengan gerakan yang mantap Bun Houw menyambut serangan mereka dari kanan kiri itu dengan menggerakkan tubuh dan kedua lengannya bergerak menangkis sehingga dia telah berhasil menangkis masing-masing lawan dua kali dan membuat dua orang kakek itu agak terhuyung!

Kembali Bun Houw berdiri tegak dan kedua orang lawannya kini berada di depan dan belakangnya. Dua orang kakek itu memandang dengan mata terbelalak karena pertemuan lengan mereka tadi dengan lengan Bun Houw membuat tubuh mereka terasa tergetar hebat.

Dan hal itu tidaklah mengherankan karena Bun Houw telah mempergunakan tenaga Thian-te Sin-ciang yang sudah dilatih sampai di puncaknya! Dan kini, biarpun Kim-liong-ong Phang Sun berada di belakangnya, Bun Houw tidak menjadi gentar, bahkan sama sekali tidak menggerakkan kepalanya karena ketajaman pendengarannya dapat menangkap segala gerak-gerik lawan di belakang itu seolah-olah dia dapat melihatnya dengan mata, melihat dengan jelas. Maka dia membagi kekuatannya pada mata dan telinga sehingga dia dapat memperhatikan dan mengikuti segala gerak-gerik dua orang lawannya.

Kembali dua orang kakek itu mengirim serangan dan kini mereka melakukan serangan bertubi-tubi dan sambung-menyambung. Pukulan-pukulan mereka amat dahsyatnya, semua merupakan pukulan maut dan ternyata tubuh besar Hai-liong-ong Phang Tek itu tidak menghalanginya untuk bergerak cepat sekali, jauh lebih cepat daripada gerakan adiknya yang bertubuh kecil pendek!

Bagaikan seekor singa Phang Tek menyerang dengan kedua tangan dibentuk seperti cakar dan kedua lengannya itu bergerak-gerak seperti seekor naga. Dan memang sesungguhnya orang pertama dari Lam-hai Sam-to ini adalah seorang ahli silat naga Liong-jiauw-kun dan Liong-jiauw-kiam-sut (Ilmu Pedang Cakar Naga). Sebaliknya biarpun gerakannya tidak seringan dan secepat kakaknya, namun si pendek Kim-liong-ong Phang Sun itu memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat sehingga setiap pukulannya mendatangkan angin yang menyambar dahsyat dan mengeluarkan bunyi bercuitan!






Tingkat kepandaian Phang Tek dan Phang Sun memang seimbang, karena kalau Phang Tek lebih cepat gerakannya, Phang Sun lebih kuat pukulannya. Hal ini terasa benar oleh Bun Houw maka diapun tidak berani memandang rendah dan untuk menghadapi serangan dua orang lawannya yang tangguh ini, dia telah mainkan Thai-kek Sin-kun, ilmu silat keramat dari ayahnya. Ilmu silat ini memang merupakan ilmu silat halus yang amat tangguh untuk menjaga diri dan mempunyai daya tahan yang amat kuat sehingga seolah-olah dengan ilmu ini dia dapat menahan serangan seribu orang lawan!

Apalagi pada waktu itu tingkat kepandaian Bun Houw sedang berada di puncaknya, tubuhnya sedang kuat-kuatnya dan dia amat terlatih. Maka dengan langkah-langkah yang indah dari Thai-kek Sin-kun, dia mampu mengelak ke sana-sini atau menambah dengan tangkisan-tangkisan untuk kemudian melakukan serangan balasan dengan tamparan-tamparan Thian-te Sin-ciang yang amat ampuh itu.

Pertandingan itu sudah lewat lima puluh jurus, namun dua orang pengeroyok itu sama sekali bukan pernah dapat menyentuh tubuh Bun Houw. Semua tamu memandang ke arah pertempuran dengan mata terbelatak karena kagum. Yap Kun Liong memandang dengan sikap tenang, tidak seperti isterinya, Cia Giok Keng yang memandang dengan alis berkerut dan tangan terkepal.

Tingkat Cia Giok Keng tidak sedemikian tingginya sehingga dia sukar dapat mengikuti perkembangan dari pertandingan tingkat tinggi itu sehingga dia khawatir kalau-kalau adik kandungnya akan kalah. Sedangkan Yap In Hong sejak tadi mengikuti gerak-gerik tiga orang yang bertanding itu dengan sikap sama tenangnya dengan kakak kandungnya. Dia tahu bahwa suaminya tidak akan kalah, karena pada dasarnya suaminya lebih kuat dan andaikata suaminya mau menjatuhkan pukulan-pukulan maut yang ganas, sejak tadi tentu suaminya sudah dapat merobohkan dua orang pengeroyoknya itu, atau setidaknya seorang diantara mereka.

Lie Ciauw Si yang biarpun amat lihai namun juga tidak setinggi itu tingkatnya, memandang dengan bingung. Dia tidak tahu harus berfihak mana. Yang dikeroyok adalah pamannya yang bertindak atas nama Cin-ling-pai, sedangkan dua orang pengeroyoknya itu adalah pembantu-pembantu suaminya yang menggantikan dia. Tak dapat dia membayangkan apa yang akan dilakukan kalau dia yang masih menjadi penguji dan harus berhadapan dengan pamannya yang sakti itu!

Pangeran Ceng Han Houw menonton dengan wajah berseri dan beberapa kali dia mengangguk-angguk menyatakan kagumnya terhadap gerak-gerik Cia Bun Houw yang memang merupakan seorang pendekar yang sukar dicari tandingannya. Akan tetapi, diam-diam pangeran ini merasa khawatir juga. Dia tahu bahwa dua orang pembantunya itu tidak akan dapat menang, maka mulailah dia memandang ke sana-sini mencari-cari Sin Liong. Kenapa adik angkatnya itu tidak kembali ke situ? Kalau ada Sin Liong, sebelum dia sendiri harus berhadapan dengan Cia Bun Houw, yaitu kalau dia gagal membujuk paman isterinya itu, dia akan menyuruh Sin Liong mewakilinya dan “menguji” pendekar dari Cin-ling-pai itu!

Biarpun dia tahu bahwa Sin Liong, menurut pengakuannya adalah putera kandung pendekar sakti ini, akan tetapi agaknya diantara mereka berdua belum ada hubungan dan pendekar sakti ini belum tahu akan rahasianya sendiri itu! Maka hal ini merupakan kunci baginya!

Kehadiran Sin Liong sebagai putera pendekar ini dapat dipergunakannya untuk menarik keluarga Cia itu, dan seandainya diantara ayah dan anak itu tidak ada yang mau mengulurkan tangan, dia dapat pula mengharapkan bantuan Sin Liong yang dia tahu memiliki ilmu kepandaian yang tidak banyak selisihnya dengan kepandaiannya sendiri, seorang pembantu yang boleh diharapkan. Oleh karena itulah, maka melihat dua orang pembantunya itu agaknya terdesak oleh Cia Bun Houw, pangeran itu mulai teringat kepada Sin Liong dan mulai menoleh ke sana-sini untuk mencari adik angkatnya itu.

Kemanakah perginya Sin Liong? Apa yang terjadi dengan dia? Mari kita mengikuti Sin Liong yang tadi meninggalkan tempat pertemuan itu. Setelah Sin Liong mendengar bisikan pangeran yang hendak memaksa membantunya dan bahwa Bi Cu berada dalam pengawasan dan kekuasaan Hek-hiat Mo-li dan Kim Hong Liu-nio, tahulah Sin Liong bahwa kembali kakak angkatnya itu bertindak curang.

Tahulah dia bahwa Bi Cu sengaja ditawan untuk dijadikan sandera, untuk memaksa dia harus membantu pangeran itu menghadapi para tokoh kang-ouw, membantu Pangeran itu agar berhasil menjadi jagoan nomor satu di dunia dan menjadi bengcu untuk menghimpun tenaga orang-orang kang-ouw dan membantunya melakukan pemberontakan terhadap kaisar! Dengan marah sekali Sin Liong lalu berlari masuk meninggalkan tempat itu.

Dengan cepat Sin Liong berlari menuju ke kamar Bi Cu untuk mengajak kekasihnya itu segera pergi dari tempat itu sekarang juga. Daun pintu kamar Bi Cu tertutup dan dengan hati harap-harap cemas Sin Liong menghampiri daun pintu ini dan mendorongnya ke dalam. Kosong! Sunyi sekali dalam rumah ini. Agaknya semua pelayan dan pengawal sudah berkumpul di depan, nonton keramaian di luar.

“Bi Cu...!”

Dia berseru memanggil dan memandang ke sana-sini, lalu berjalan menuju ke dalam, membukai setiap daun pintu kamar dan ruangang mencari-cari. Akhirnya dia tiba di lorong yang menuju ke ruangan belakang dan ketika dia memasuki lorong yang lebarnya hanya tiga meter akan tetapi amat panjang itu, tiba-tiba dia melihat gerakan orang dan tahu-tahu di kedua mulut lorong itu, di depan dan belakangnya, sudah berdiri puluhan orang pengawal dengan senjata tombak, pedang dan golok di tangan!

Dia telah dikurung di dalam lorong itu dan tidak ada jalan keluar lagi karena di depan dan belakangnya, di mulut lorong, masing-masing telah berjaga belasan orang pengawal pilihan yang siap dengan senjata mereka. Dia seolah-olah seperti seekor harimau yang sudah terkurung dan terjebak.

Sin Liong memandang dengan mata bernyala dan muka merah.
“Kembalikan Bi Cu!” bentaknya. “Kembalikan Bi Cu atau... demi Tuhan, takkan ada seorangpun yang akan lolos dari tanganku!”

Suaranya menggetar saking khawatirnya membayangkan Bi Cu berada di tangan mereka. Dia maklum bahwa Pangeran Ceng Han Houw hendak menggunakan Bi Cu untuk memaksanya. Akan tetapi sekali ini dia tidak mungkin mau dipermainkan, tidak mungkin dia harus mengalah dan memenuhi kehendak pangeran itu. Biarpun Bi Cu berada di tangan mereka, dia tidak akan mau tunduk dan menyerah lagi. Hanya ada dua jalan. Mereka mengembalikan Bi Cu dalam keadaan utuh dan selamat, atau... kalau mereka mengganggu kekasihnya, dia akan mengamuk dan membunuh semua orang dalam Istana Lembah Naga itu!

Kedua matanya mencorong seperti mata seekor naga sakti ketika dia memandang kepada para pengawal yang menghadang di mulut lorong itu. Dengan berani dia terus melangkah maju sambil sekali lagi membentak,

“Kembalikan Bi Cu!”

Akan tetapi pengawal-pengawal yang berjaga disitu adalah pasukan pengawal pilihan yang tadinya menjadi pasukan pilihan dari Raja Sabutai. Mereka ini, sebagai pasukan pilihan, seolah-olah telah menjadi manusia-manusia robot yang tidak mempunyai keinginan sendiri dan mereka bergerak oleh perintah atasan. Mereka tadi menerima perintah untuk mencegah pemuda ini pergi ke gudang di belakang, dimana Hek-hiat Mo-li dan Kim Hong Liu-nio mengurung gadis tawanan itu, dan mereka, pasukan pengawal yang jumlahnya tiga puluh orang itu, akan mentaati perintah ini sampai titik darah terakhir mereka!

Maka, mendengar bentakan-bentakan Sin Liong, mereka itu seolah-olah tidak mendengarnya dan kini para pengawal yang menghadang di depan telah mengangkat senjata mereka dengan muka beringas, sedangkan pasukan yang berada di belakang Sin Liong kini sudah bergerak maju lagi memasuki lorong itu! Sin Liong benar-benar dihimpit dari depan dan belakang.

Melihat ini, Sin Liong menjadi semakin marah dan tahulah dia bahwa sekali ini Pangeran Ceng Han Houw benar-benar memperlihatkan kedoknya dan hendak menentangnya mati-matian, maka diapun lalu mengeluarkan bentakan nyaring dan tubuhnya sudah menerjang ke depan seperti seekor harimau menubruk, tanpa memperdulikan adanya tombak, golok dan pedang yang menyambut tubuhnya.

Dia mengerahkan seluruh tenaganya yang dihimpunnya selama dia mempelajari ilmu dari Bu Beng Hud-couw. Ada angin dahsyat menyambar ke depan, menyambut belasan orang yang menghadangnya itu, disusul oleh kedua tangan Sin Liong sendiri yang mendorong ke depan.

“Bresssss...!”

Hebat bukan main tenaga sin-kang yang menyambar keluar dari gerakan Sin Liong ini. Tombak, golok, pedang beterbangan, terdengar pekik-pekik kesakitan dan belasan orang itu sudah terjengkang dan terpelanting ke kanan kiri seperti setumpuk daun kering diamuk badai!

Sin Liong terus meloncat keluar dari lorong itu, tiba di ruangan belakang yang luas. Disini dia berdiri tegak, memandang ke sekelilingnya, mencari-cari Bi Cu. Belasan orang pengawal yang terpelanting tadi, hanya ada sepuluh orang saja yang sudah bangkit kembali dan yang lima orang tak dapat bangun. Ditambah oleh lima belas orang lagi, yaitu para pengawal yang mengejar dari belakang tadi, mereka kini mengurung dan mulai menerjang dan mengeroyok Sin Liong dari berbagai jurusan. Hujan senjata menyerang tubuh Sin Liong!

Sin Liong mengamuk! Kedua tangannya yang penuh dengan tenaga Thian-te Sin-ciang sampai ke puncak, menyambar-nyambar dan setiap orang pengeroyok yang terkena sentuhan tangan ini, bahkan terkena sambaran hawa pukulannya saja, tentu terpelanting.

Setiap senjata yang bertemu dengan lengannya tentu patah-patah atau beterbangan terlepas dari pegangan pemiliknya. Bagaikan sekelompok nyamuk menyerang api lilin, para pengawal itu setiap kali maju terpelanting roboh dan setelah mengamuk dengan hebatnya, laksana seekor naga yang mengejar mustika di antara awan-awan hitam, semua pengawal itu roboh dan tubuh mereka malang-melintang memenuhi ruangan itu, merintih-rintih dan mengaduh-aduh.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: