***

***

Ads

Jumat, 21 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 243

Pemuda ini mengeluarkan pekik yang dahsyat, dibarengi dengan gerakan tubuhnya mencelat ke depan dan dia sudah mengirim serangan ke dua dari Hok-mo Cap-sha-ciang. Kedua tangannya dengan jari-jari terpentang bergerak dari atas ke bawah, dan dua macam tenaga yang berlawanan, yang dari atas panas sekali dan dari bawah dingin sekali menyambar seolah-olah hendak menghimpit dua orang lawan itu.

“Plak-plak... dessss...!”

Hek-hiat Mo-li yang terkejut bukan main menyaksikan serangan yang luar biasa hebat dan ganasnya itu telah mengerahkan tenaganya dan dua kali dia menggunakan tongkat dan lengannya untuk menangkis dua tangan Sin Liong dan akibatnya dia terpental sampai beberapa meter jauhnya dan punggungnya menabrak dinding gudang!

Pada saat Sin Liong melakukan pukulan dahsyat itu dan Hek-hiat Mo-li melakukan penangkisan, Kim Hong Liu-nio yang cerdik sudah menjatuhkan dirinya ke atas lantai, kemudian bagaikan seekor trenggiling dia menggelundung ke arah Sin Liong dan meloncat sambil menaburkan Hui-tok-san, yaitu bubuk kuning ke arah muka Sin Liong, diikuti oleh gulungan sinar merah dari sabuknya yang melakukan totokan ke arah kedua mata pemuda itu dan paling akhir pedangnya meluncur dari tangan, menusuk ke arah lambung!

Sungguh wanita ini hebat dan berbahaya sekali, menggunakan kesempatan itu untuk melakukan serangan maut yang agaknya sukar untuk dapat dihindarkan lawan yang bagaimana tangguhpun!

Akan tetapi pada saat itu, dalam kegembiraannya karena Bi Cu sudah bebas dari bahaya maut, Sin Liong berada dalam keadaan penuh gairah dan di puncak dari kewaspadaannya, seluruh tubuhnya menggetar dengan sin-kangnya yang memang luar biasa kuatnya, sin-kang yang diwariskan kepadanya oleh mendiang Kok Beng Lama, kemudian digembleng pula oleh mendiang Cia Keng Hong yang menurunkan Thi-khi-i-beng dan semua itu masih ditambah lagi dengan latihan dari kitab-kitab kuno peninggalan Bu Beng Hud-couw sehingga pada saat itu, kiranya sukar dicari bandingannya di dunia persilatan.

Maka, melihat gerakan serangan bertubi-tubi ini, Sin Liong tidak menjadi gugup sama sekali. Dia dapat mengikuti gerak-gerik lawan ini satu demi satu dan sambaran bubuk kuning ke arah mukanya itu dibuyarkannya dengan tiupan khi-kang yang kuat sehingga uap kuning itu membuyar bahkan menyambar kembali ke muka Kim Hong Liu-nio yang tentu saja tidak takut menghisapnya karena dia telah memakai obat penawar racun Hui-tok-san itu.

Kemudian, totokan ujung sabuk merah ke arah kedua matanya itu hanya dielakkan dengan miringkan kepala, kemudian tusukan pedang ke arah lambungnya itu cepat ditangkapnya dengan tangan dan sekali dia mengerahkan tenaga mencengkeram, pedang itu dapat dicengkeramnya sampai patah-patah!

Kim Hong Liu-nio terkejut bukan main, hampir tidak percaya akan pandang matanya sendiri! Betapa mungkin pedangnya yang terbuat dari baja murni itu, yang takkan patah oleh senjata apapun, kini menjadi patah-patah oleh cengkeraman jari-jari tangan pemuda itu? Dalam gugupnya, dia menggerakkan tangan kanannya itu memukul setelah membuang gagang pedang, memukul dengan kerasnya ke arah dada Sin Liong.

“Bukk!”






Pukulan itu tepat mengenai sasaran karena memang Sin Liong tidak mengelak, akan tetapi telapak tangan wanita itu melekat dan seketika tenaga sin-kang dari telapak langan itu membanjir tersedot oleh tubuh Sin Liong!

“Aihhh...!”

Kim Hong Liu-nio sudah diberi tahu subonya bagaimana menghadapi Thi-khi-i-beng, maka dia cepat menggunakan ujung sabuknya menotok pergelangan tangan kanannya sendiri sehingga tangan itu lumpuh, kehilangan tenaga dan dengan sendirinya terlepas dari sedotan karena sudah tidak mengandung tenaga sin-kang, dan wanita ini lalu melempar diri ke belakang, menggelinding dan pada saat dia menggelinding itu, nampak sinar api meluncur ke arah perut, leher dan mata Sin Liong! Itulah tiga hatang hio menyala dan yang dilontarkan secara tepat oleh Kim Hong Liu-nio!

Melihat ini, Sin Liong menjadi marah sekali. Dia teringat akan kematian ibu kandungnya di tangan wanita ini, maka cepat kedua tangannya menangkap-nangkapi tiga batang hio itu dan secepat kilat dia melemparkan hio-hio itu ke arah pemiliknya. Betapapun wanita itu berusaha mengelak, namun dia kalah cepat oleh luncuran hio yang dilontarkan dengan tenaga sin-kang yang luar biasa itu.

Terdengar jerit menyayat hati ketika dua di antara tiga batang hio itu mengenai sasarannya dengan tepat, yaitu, yang pertama menancap di antara kedua mata wanita itu sedangkan yang ke dua memasuki dada lewat ulu hatinya. Wanita itu roboh terjengkang dan agaknya hio yang menembus batok kepalanya itu langsung mengenai pusat otak yang membuat dia tak mampu bergerak lagi dan tak lama kemudian tewaslah Kim Hong Liu-nio dalam keadaan yang hampir sama namun lebih mengerikan daripada kematian mendiang Liong Si Kwi, ibu kandung Sin Liong!

Hek-hiat Mo-li mengeluarkan gerengan seperti seekor binatang marah dan dia sudah menubruk dari samping, menghantamkan tongkat butut ke arah belakang kepala Sin Liong sedangkan tangan kirinya mencengkeram ke arah dada.

Sin Liong yang sejenak tertegun melihat betapa dia telah berhasil membunuh wanita yang menjadi musuh besarnya, yang telah membunuh ibu kandungnya itu, cepat berbalik ketika merasa ada sambaran angin serangan dahsyat itu. Dari angin pukulan itu tahulah Sin Liong bahwa nenek ini sudah marah sekali dan telah mengerahkan seluruh tenaganya, agaknya hendak mengadu nyawa dengan dia karena marah melihat muridnya yang terkasih itu tewas.

“Hemm, engkaupun harus mampus untuk pergi menghadap arwah kong-kong!” bentaknya dan diapun cepat menangkis dan balas menyerang.

Karena sekali ini Sin Liong tidak mau memberi hati lagi, begitu balas menyerang diapun sudah memilih jurus dari Hok-mo Cap-sha-ciang yang merupakan ilmu simpanan dan yang belum dikenal oleh orang lain sehingga betapapun nenek itu hendak mengelak dan menangkis, tetap saja pukulan aneh itu mengenai dadanya.

“Desss...!”

Tubuh nenek itu terlempar lagi ke belakang dan menghantam dinding, gudang itu seperti tergetar saking kerasnya tubuh nenek itu menumbuk dinding. Akan tetapi, biarpun pukulan tadi hebat sekali, namun Hek-hiat Mo-li tetap merangkak bangun maju lagi dan memekik-mekik seperti orang gila sambil menyerang dengan tongkatnya, agaknya sedikitpun tidak merasakan pukulan dahsyat itu!

Sin Liong merasa terkejut bukan main. Pukulannya tadi hebat sekali, dan dia sudah mengerahkan tenaga Thian-te Sin-ciang pada tangannya. Namun ternyata nenek tua itu memiliki kekebalan yang luar biasa sekali, agaknya kekebalan yang sudah melindungi seluruh tubuh bagian dalam sehingga pukulan yang sedemikian ampuhnyapun tidak dapat melukai luar maupun dalam!

Ketika tadi Sin Liong merobohkan Kim Hong Liu-nio setelah melakukan serangan hebat yang membuat guru dan murid itu terdesak hebat, pendekar wanita Yap In Hong memandang dengan mata terbelalak! Dia merasa heran, terkejut, dan kagum bukan main. Dia sudah mengenal betul siapa adanya Hek-hiat Mo-li dan betapa lihainya nenek iblis itu, dan diapun tahu bahwa murid nenek itupun lihai bukan main. Akan tetapi, dikeroyok dua oleh guru dan murid itu, Sin Liong sama sekali tidak kelihatan repot, bahkan dalam waktu singkat saja telah berhasil menewaskan Kim Hong Liu-nio secara demikian luar biasa, menggunakan hio-hio (dupa biting) yang bernyala yang merupakan senjata rahasia dari lawan itu.

Kini tubuh Kim Hong Liu-nio terlentang tak bernyawa lagi, akan tetapi dua batang hio yang menancap di dada dan dahi itu masih mengeluarkan asap harum! Dan melihat betapa dalam gebrakan selanjutnya Hek-hiat Mo-li sudah kena dihantam sedemikian kerasnya, benar-benar membuat Yap In Hong kagum bukan main! Dia sendiri pernah melawan nenek ini dan biarpun akhirnya dia bethasil menang, namun harus melalui pertandingan yang amat lama, amat melelahkan dan amat berbahaya. Dan kini, nenek ini dalam perkelahian yang belum lama, Sin Liong telah mampu membuat tubuh nenek itu terlempar dua kali!

Akan tetapi, melihat wajah pemuda itu terkejut dia mengerti sebabnya. Dia sudah mengenal kekebalan nenek itu yang dahulu pernah membuat dia repot dan bingung juga, maka diapun lalu cepat berkata,

“Sin Liong, kau hantam kedua telapak kakinya!”

Mendengar ini, mengertilah Sin Liong bahwa nenek itu memiliki kelemahan pada telapak kakinya. Dan memang benarlah demikian. Di dalam cerita Dewi Maut, pendekar wanita Yap In Hong pernah bertanding mati-matian dengan nenek ini dan seandainya dia tidak dapat menemukan rahasia kelemahan nenek ini, yaitu pada kedua kakinya, belum tentu dia dapat keluar sebagai pemenang. Kini dia membuka rahasia kelemahan itu kepada Sin Liong.

Mendengar ini, girang hati Sin Liong. Tadi dia sudah kaget sekali menyaksikan kehebatan ilmu kekebalan nenek ini dan sungguhpun hal itu tidak membuat dia merasa gentar, namun setidaknya dia menjadi bingung karena tidak tahu bagaimana dia akan dapat mengalahkan orang yang tubuhnya kebal seperti itu. Kini, mendengar petunjuk dari Yap In Hong, dia girang sekali dan cepat dia menghantamkan kedua tangannya ke arah kedua kaki nenek itu dengan pengerahan tenaga sin-kangnya.

Akan tetapi, betapa terkejutnya hati Yap In Hong dan juga Sin Liong sendiri ketika nenek itu hanya mengelakkan sebelah kaki saja, dan sambil terkekeh-kekeh dia menyambut hantaman Sin Liong dengan kakinya! Justeru dengan telapak kakinya yang dianggap tempat lemah itu.

“Dukkk!”

Kembali tubuh nenek itu terlempar ke belakang, akan tetapi Sin Liong terkejut sekali karena tangannya bertemu dengan benda yang amat keras, yang agaknya tersembunyi di dalam sepatu yang tebal itu. Kiranya, nenek itu telah melindungi bagian tubuhnya yang lemah itu, yaitu dua telapak kakinya, dengan logam, mungkin baja murni yang amat kuat dan tebal dan melindungi kedua telapak kaki itu dengan disembunyikan di dalam sepatu. Pantas saja sepatu nenek itu amat tebal!

“Heh-heh-heh, Yap In Hong, kau kira masih akan dapat mengalahkan aku dengan memukul telapak kakiku? Heh-heh!”

Nenek itu tertawa girang sekali dan dia sudah menerjang lagi ke arah Sin Liong dengan lebih dabsyat!

Sin Liong menjadi marah. Dia menyambut terjangan nenek itu dengan kedua tangannya, tangan kirinya menangkis tongkat dan terus menangkap tongkat itu, tangan kanan menangkis pukulan tangan kiri lawan dan terus dia mengerahkan Thi-khi-i-beng sehingga tongkat dan tangan nenek itu tersedot dan melekat.

“Heh-heh, siapa takut Thi-khi-i-beng?”

Nenek itu berseru sambil menggerakkan tubuhnya meliuk seperti ular dan tiba-tiba tongkat dan tangannya dapat terlepas dari sedotan karena nenek itu menarik kembali sin-kangnya, dan secepat kilat nenek itu sudah menggerakkan tongkatnya dari jarak yang sedemikian dekatnya untuk menotok jalan darah maut di leher Sin Liong, di bawah telinga kiri!

“Tok! Prakk!”

Nenek itu terkejut bukan main. Totokannya tadi tepat mengenai sasaran. Biasanya, totokan seperti itu tidak mungkin dapat dilindungi oleh kekebalan, maka dia sudah girang sekali karena mengira bahwa totokannya tentu akan merobohkan pemuda itu. Dia tidak tahu bahwa dengan latihannya menurut kitab-kitab Bu Beng Hud-couw yang aneh, pemuda itu telah dapat membalikkan jalan darahnya sehingga ketika ujung tongkat itu mengenai jalan darah, yang ditotoknya hanyalah urat yang pada saat itu berhenti tidak mengalirkan darah karena darahnya berpindah mengalir melalui tempat lain!

Dan pada saat itu juga, dengan tangannya, Sin Liong menampar ke arah tongkat dengan tenaga Thian-te Sin-ciang sehingga tongkat itu patah-patah. Kini Sin Liong menggunakan kecepatan gerakan tubuhnya, mainkan San-in-kun-hoat dengan kedua tangannya, gerakannya lembut seperti awan gunung, namun ilmu silat yang dipelajarinya dari ketua Cin-ling-pai ini hebat sekali sehingga biarpun lembut, jari-jari tangannya mengancam ke arah mata nenek itu, bagian yang tentu saja tidak mungkin dilindungi oleh kekebalannya yang amat kuat itu.

“Ihhh...!”

Nenek itu mengelak dan menggunakan kedua tangan untuk melindungi mukanya. Inilah yang dikehendaki oleh Sin Liong. Begitu kedua lengan nenek itu bergerak melindungi matanya, gerakan sekilat ini sedikit banyak mengurangi kewaspadaan nenek itu karena matanya terhalang lengan dan nenek itu terlalu mengandalkan kekebalannya sehingga tidak melindungi tubuh lain.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: