***

***

Ads

Jumat, 21 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 244

Kesempatan ini dipergunakan oleh Sin Liong untuk melakukan gerakan cepat mencengkeram dengan kedua tangannya, menangkap leher dan baju di bagian dada nenek itu dan sebelum Hek-hiat Mo-li tahu apa yang hendak dilakukan oleh pemuda itu, tiba-tiba Sin Liong mengeluarkan bentakan nyaring dan dengan sekuat tenaga dia melemparkan tubuh nenek itu ke arah api yang sedang berkobar!

“Hiaaattt...!”

Bentakan ini disusul lemparan kedua tangan dan tubuh nenek itu melayang cepat ke arah api!

“Brakkk!”

Pilar kayu dimana tadi Bi Cu dibelenggu dan yang kini sudah berkobar-kobar itu patah-patah tertimpa tubuh Hek-hiat Mo-li, disusul oleh pekik dahsyat nenek itu karena pakaiannya terjilat api dan mulailah dia terbakar oleh api yang mulai bernyala di pakaian dan rambutnya! Nenek itu meloncat ke sana-sini, akhirnya bergulingan dan men-jerit-jerit. Namun api makin membesar dan akhirnya dia berkelojotan dan Sin Liong membuang muka. Setelah nenek itu tidak bersuara lagi, Sin Liong lalu menghampiri Bi Cu,

“Sin Liong...!”

Kebetulan Bi Cu siuman dan mereka saling tubruk dan saling berangkulan, dipandang oleh Yap In Hong yang menahan senyumnya.

Sin Liong lalu menggandeng tangan kekasihnya, diajaknya berlutut di depan pendekar wanita itu.

“Yap-lihiap telah menyelamatkan nyawa Bi Cu, kami berdua berterima kasih sekali dan kami takkan melupakan budi kebaikan lihiap,” kata Sin Liong dengan suara terharu.

Yap In Hong tersenyum dan memandang kagum kepada pemuda yang berlutut di depannya itu. Baru sekarang dia tahu bahwa pemuda ini benar-benar memiliki kepandaian yang hebat sekali, dan mulailah dia mengerti mengapa pemuda ini dahulu mencegah dia dan suaminya ketika hendak membunuh Kim Hong Liu-nio. Kiranya pemuda ini hendak membunuh sendiri wanita jahat itu, dan tentu ada alasannya yang amat kuat.

“Sudahlah, Sin Liong, dalam keadaan seperti ini, tidak perlu sungkan-sungkan. Engkau terus teranglah sekarang, apakah engkau benar-benar hendak membantu pemberontakan Pangeran Ceng Han Houw?”

Sin Liong mengangkat muka memandang dan wanita perkasa itu terkejut menyaksikan sinar mata yang mencorong seperti mata naga itu!

“Tidak, lihiap. Bahkan aku akan membantu untuk menghancurkan usahanya yang busuk itu!”

“Bagus, kalau begitu lekas kita keluar. Tempat ini mulai terbakar dan aku tidak tahu bagaimana jadinya dengan pertandingan di luar.” Yap In Hong lalu cepat meloncat keluar.

Sin Liong yang menggandeng tangan Bi Cu bangkit bersama dara itu, mereka saling pandang. Ketika Bi Cu melihat tubuh Kim Hong Liu-nio sudah menjadi mayat dan hio-hio itu masih mengepulkan asap harum, sedangkan tubuh nenek itu menjadi makin hitam karena terbakar, dia mengeluh dan merangkul Sin Liong, menyembunyikan mukanya di dada kekasihnya. Teringatlah dia betapa kalau dia tidak tertolong, tentu dia akan mati secara mengerikan seperti nenek itu pula.






“Semua sudah berlalu... tenanglah,”

Sin Liong berkata sambil mendekap dan mengelus rambut kekasihnya, kemudian mengajaknya keluar dari tempat itu, menuju keluar, ke tempat pertemuan dengan jalan memutar, tidak lewat dalam istana, melainkan lewat taman bunga di samping istana. Mereka melihat betapa Yap In Hong sudah berjalan cepat menuju ke ruangan depan. Mereka lalu melangkah perlahan-lahan menuju keluar dimana agaknya masih terjadi keributan-keributan.

Ternyata bahwa pertandingan antara Cia Bun Houw yang dikeroyok dua oleh Hai-liong-ong Phang Tek dan Kim-liong-ong Phang Sun berjalan amat seru dan mati-matian. Ketika Yap In Hong meninggalkan suaminya untuk melakukan penyelidikan ke belakang istana, dia melihat bahwa suaminya telah mendesak dua orang lawan itu, maka setelah berunding dengan Yap Kun Liong dan Cia Giok Keng, dia meninggalkan tempat itu, menyelinap ke belakang tanpa diketahui orang dan di gudang itu dia sempat menyaksikan Sin Liong menewaskan Hek-hiat Mo-li dan Kim Hong Liu-nio. Bahkan dia sempat pula menyelamatkan Bi Cu yang terancam maut.

Karena ternyata di belakang istana itu tidak terdapat gerakan apa-apa, dan karena girang bahwa Sin Liong ternyata berpihak kepada Cin-ling-pai dan menentang pangeran, maka wanita perkasa itu lalu cepat kembali ke situ. Akan tetapi ternyata, sungguhpun dia tidak mempergunakan waktu yang terlalu lama meninggalkan tempat itu, setelah kini dia kembali, pertandingan itu telah berubah lebih menegangkan dan mati-matian karena dua orang yang mengeroyok suaminya itu setelah terdesak hebat lalu mengeluarkan senjata masing-masing.

Phang Tek sudah mempergunakan senjata tongkatnya yang hanya sepanjang sebatang pedang dan mainkan tongkat itu seperti sebatang pedang dengan Ilmu Pedang Liong-jiauw-kiam yang ganas. Juga adiknya, Phang Sun, telah mempergunakan sebatang pisau belati berwarna hitam yang mengeluarkan bau amis. Memang belati di tangan Kim-liong-ong Phang Sun ini mengandung racun yang amat jahat, sekali gores pada kulit saja sudah cukup untuk mengirim lawan ke lubang kubur!

Akan tetapi melihat dua orang lawannya yang telah terdesak itu kini menggunakan senjata, Bun Houw tidak berkata apa-apa. Dia maklum bahwa memang dua orang lawan itu bukan sekedar menguji kepandaiannya, melainkan kalau mungkin akan membunuhnya, maka diapun lalu mencabut sebatang pedang. Semua orang menjadi silau melihat sekilat sinar emas yang kemudian bergulung-gulung. Kiranya itu adalah Hong-cu-kiam, sebatang pedang tipis yang bisa digulung atau dipakai sebagai sabuk, pedang yang pernah menggemparkan kolong langit di tangan pendekar ini.

Dengan pedang di tangan, pendekar ini tentu saja seperti seekor harimau tumbuh sayap. Dua orang kakek dari selatan itu kecele, karena begitu mereka bermain senjata, melawan pedang pemuda itu sungguh merupakan hal yang amat berbahaya. Belum sampai lima puluh jurus mereka bertanding, Hai-liong-ong Phang Tek telah kehilangan tongkatnya yang patah menjadi dua dan Kim-liong-ong Phang Sun terobek kulit lengan kirinya sehingga mengeluarkan darah.

Keduanya terkurung hebat oleh gulungan sinar pedang dan kalau Bun Houw hendak menurunkan tangan kejam, tentu mereka dalam saat-saat berikutnya akan roboh! Pada saat itu, Pangeran Ceng Han Houw bangkit dan melangkah maju sambil berseru,

“Tahan senjata...!”

Mendengar ini, sebagai seorang tamu yang tahu aturan, Bun Houw menahan pedangnya dan lenyaplah sinar gemilang dari pedang itu. Kini pendekar itu berdiri tegak menghadapi pangeran, pedangnya sudah masuk kembali ke sekeliling pinggangnya, dililitkan seperti sebatang sabuk! Hanya sedikit peluh di leher pendekar itu yang menunjukkan bahwa dia telah mengeluarkan banyak tenaga menghadapi dua orang lawan tangguh tadi, sedangkan dua orang kakek dari Lam-hai Sam-lo itu berdiri di pinggiran sambil terengah-engah dan seluruh muka, leher dan baju mereka basah oleh keringat!

Pangeran Ceng Han Houw sudah melangkah maju dan menjura dengan sikap hormat dan ramah kepada Cia Bun Houw.

“Paman Cia Bun Houw sungguh gagah perkasa dan amat mengagumkan...”

“Maaf, pangeran, saya tidak pernah merasa mempunyai seorang keponakan seperti Pangeran. Bicaralah yang benar!”

Cia Bun Houw memotong dengan suara ketus penuh teguran. Tentu saja ucapan ini merupakan tamparan hebat, namun Ceng Han Houw masih tersenyum dengan ramahnya.

“Mungkin saja seorang enghiong gagah perkasa seperti Cia-tahiap tidak menganggap saya sebagai keponakan, akan tetapi adalah merupakan kenyataan bahwa isteri saya, Lie Ciauw Si, adalah keponakanmu. Taihiap telah menundukkan dua orang kakek dari Lam-hai Sam-lo, dengan demikian berarti sudah memenuhi syarat secukupnya untuk menjadi jago nomor satu di dunia, kecuali kalau ada yang akan menandingi taihiap. Dengan kepandaian taihiap yang tinggi, maka kami mengharapkan agar taihiap akan sudi membantu agar kita semua dapat bangkit dan menentang kelaliman kaisar...”

“Cukup, pangeran! Aku bukan seorang pemberontak!”

“Justeru itulah, Cia-taihiap. Taihiap dan semua anggauta keluarga Cin-ling-pai bukan pemberontak dan tidak pernah memberontak, akan tetapi apa yang telah terjadi? Seluruh dunia kang-ouw tahu belaka bahwa keluarga Cin-ling-pai yang gagah perkasa telah dituduh pemberontak oleh kaisar yang tak mengenal budi, bahkan telah menjadi orang-orang buruan pemerintah. Bukankah hal itu amat membikin orang menjadi penasaran?”

“Kami sekarang sudah dibebaskan, dan aku tidak mau bicara tentang itu!” Cia Bun Houw berkata dengan ketus.

Pada saat itu Lie Ciauw Si juga sudah bangkit dan berkata,
“Paman Cia Bun Houw, hendaknya paman mengetahui bahwa yang menbebaskan keluarga Cin-ling-pai dari tuduhan pemberontak adalah Pangeran Ceng Han Houw yang telah menjadi suamiku inilah! Dia bermaksud baik, dia hendak menghimpun kekuatan orang-orang gagah, kaum patriot untuk menentang penindasan...”

“Lie Ciauw Si!” Tiba-tiba terdengar suara Cia Giok Keng yang nyaring, membuat semua orang menengok ke belakang, “Aku malu melihat engkau menjadi kaki tangan gerakan pemberontak! Aku malu mendengar kata-katamu yang membelanya! Aku malu melihat engkau merendahkan diri menjadi isterinya!”

Seketika wajah Ciauw Si menjadi pucat dan dia memandang ke arah ibunya yang sudah bangkit berdiri dari kursinya itu dengan sinar mata sedih.

“Ibu... dia... dia seorang suami yang baik...”

Cia Giok Keng yang marah sekali itu hendak meninggalkan tempat duduknya dan menghampiri ke tengah ruangan, akan tetapi lengan tangannya dipegang oleh Yap Kun Liong dan suaminya ini membujuknya sehingga akhirnya dia duduk kembali, menutupi mukanya dan menangis!

Sementara itu, Cia Bun Houw berkata kepada Pangeran Ceng Han Houw,
“Pangeran kita bicara seperti laki-laki, ataukah engkau hendak menggunakan wanita untuk membelamu?”

Han Houw tersenyum, memengang tangan Ciauw Si dan membujuknya lalu menuntunnya sehingga akhirnya Ciauw Si kembali duduk di atas kursinya dan menundukkan mukanya, menyembunyikan air matanya yang menetes keluar. Kemudian pangeran itu kembali menghampiri Bun Houw dan mereka berdiri berhadapan dan saling memandang.

Pangeran itu tahu bahwa bujukannya yang dibantu isterinya tidak akan berhasil, maka kini dia hendak mengambil jalan lain yang menguntungkan dia, yaitu hendak merobohkan orang-orang Cin-ling-pai di depan semua orang kang-ouw agar mereka semua tahu bahwa dialah jagoan nomor satu di dunia ini! Kemenangannya atas diri pendekar-pendekar Cin-ling-pai tentu akan membuat para tokoh kang-ouw lain menjadi tunduk dan pengaruhnya tentu akan menjadi lebih besar sehingga mudah baginya untuk menguasai mereka.

Setelah dua orang ini saling pandang dengan sinar mata tajam, akhirnya Han Houw berkata, suaranya lantang karena dimaksudkan agar semua orang mendengarnya,

“Cia-taihiap, kami bermaksud baik dan mengingat akan pertalian kekeluargaan, akan tetapi taihiap menolaknya. Sekarang, pendekar sakti Cia Bun Houw dari Cin-ling-pai telah maju kesini dan mengalahkan dua orang yang menjadi penguji. Taihiap adalah seorang calon jagoan nomor satu di dunia.”

“Aku tidak ingin menjadi jagoan, hanya ingin mengukur sampai dimana kepandaian orang yang berani mengaku sebagai jagoan nomor satu di dunia, tidak peduli siapa adanya dia itu!”

Ceng Han Houw tersenyum dan dia memandang ke sekeliling.
“Cu-wi tentu telah mendengarnya. Pendekar Cia Bun Houw adalah seorang pendekar yang amat lihai pada waktu ini, dan aku mendengar kabar bahwa ilmu kepandaiannya bahkan telah melampaui tingkat mendiang ayahnya, yaitu ketua dan pendiri dari Cin-ling-pai! Oleh karena itu, kemunculannya ini dapat diartikan mewakili seluruh Cin-ling-pai dan dia telah lulus ujian dan mengalahkan kedua orang kakek dari Lam-hai Sam-lo. Oleh karena itu, kalau ada di antara para locianpwe dan enghiong yang merasa pantas untuk menjadi calon jago nomor satu di dunia, harap suka maju untuk menghadapi Cia-taihiap!”

Memang pangeran ini cerdik sekali. Dia ingin mengadukan semua orang gagah di situ, dan nanti pemenang terakhir barulah akan dihadapinya. Hal ini selain tidak terlalu melelahkan baginya, juga dia dapat sekali pukul merobohkan orang terpandai dan otomatis menjadi jagoan nomor satu di dunia!

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: