***

***

Ads

Jumat, 21 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 246

Mereka sudah saling serang selama seratus jurus dan belum ada seorangpun di antara mereka yang menang atau kalah, bahkan belum ada yang nampak terdesak. Diam-diam Yap In Hong mengerutkan alisnya. Ilmu silat tangan kosong dari pangeran itu memang kuat bukan main. Kenapa suaminya tidak mengajaknya bertanding menggunakan senjata saja? Mungkin kalau bersenjata, suaminya akan dapat lebih unggul, karena ilmu pedang suaminya amat hebat.

Dan memang demikian pula pendapat Bun Houw. Akan tetapi, lawannya hanyalah seorang pemuda, dan tuan rumah pula dan dia seorang tokoh Cin-ling-pai, bagaimana mungkin dia sudi menggunakan senjata kalau lawannya itu hanya bertangan kosong saja? Dan sebelum bertanding tangan kosong selesai lalu menantang mengadu senjata, hal itu sama artinya dengan merasa kewalahan dalam pertandingan tangan kosong itu!

Dia merasa serba salah dan diam-diam diapun kagum bukan main karena mengertilah pendekar ini bahwa tingkat kepandaian pangeran muda itu sungguh-sungguh luar biasa, bahkan masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaian mendiang Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li sendiri. Selama hidupnya, baru sekarang inilah Cia Bun Houw merasa bertemu tanding yang amat kuatnya.

“Hehhh!”

Cia Bun Houw membentak dan dia mengirim tamparan dengan Ilmu Thian-te Sin-ciang sambil mengerahkan seluruh tenaga. Kedua tangannya menyambar dari kanan dan kiri, mengirim tamparan-tamparan yang sampai mengeluarkan suara bercuitan saking cepat dan kuatnya.

Melihat ini, Ceng Han Houw melangkah mundur dua tindak, ketika lawannya mengejar dengan langkah ke depan sambil melanjutkan tamparan-tamparan itu, dia sudah menangkis dengan membuang lengan dari dalam keluar, ke kanan kiri.

“Dukk! Dukk!”

Untuk ke sekian kalinya, keduanya tergetar hebat karena sekali ini masing-masing mengerahkan seluruh tenaga mereka sehingga getaran itu terasa sekali sampai ke jantung mereka. Keduanya terkejut karena keadaan mereka sungguh amat berbahaya. Kurang kuat sedikit saja tentu jantung mereka akan terguncang dan setidaknya mereka akan mengalami luka dalam yang hebat. Baiknya bagi mereka bahwa tingkat kekuatan sin-kang mereka berimbang sehingga keduanya mengalami getaran seperti itu.

Pangeran Ceng Han Houw juga terkejut bukan main. Sekarang dia baru percaya bahwa tokoh Cin-ling-pai ini memang hebat sekali. Pantas saja dahulu Pek-hiat Mo-ko, suami Hek-hiat Mo-li, sampai tewas di tangan pendekar ini. Mulailah dia merasa khawatir. Baru pendekar ini saja, sudah begini lihainya, apalagi kalau sampai semua keluarga Cin-ling-pai maju! Padahal, menurut pendengarannya, isteri pendekar ini, Yap In Hong, memiliki ilmu kepandaian yang setingkat dengan suaminya, dan bahwa Yap Kun Liong, ayah tiri dari Ciauw Si, juga memiliki ilmu yang malah lebih matang dan lebih banyak macam ragamnya dibandingkan dengan pendekar Cia Bun Houw ini. Semua itu telah didengarnya dari penuturan isterinya. Dia harus dapat mengalahkan pendekar ini lebih dulu sebelum menghadapi yang lain-lain, kalau memang mereka itu nanti akan maju pula.

Tiba-tiba pangeran muda itu mengeluarkan teriakan lantang dan terkejutlah Bun Houw ketika melihat betapa lawannya itu mendadak berjungkir balik, dengan kepala di bawah menjadi kaki dan kedua kakinya di atas, kemudian kaki dan tangan itu melakukan serangan-serangan dari atas dan bawah secara tangkas sekali dan yang lebih hebat daripada itu, serangan-serangan dari kaki dan tangan itu mengandung tenaga yang lebih dahsyat daripada tadi ketika pemuda bangsawan itu masih berdiri di atas kedua kakinya!






Memang itulah hebatnya ilmu simpanan dari Pangeran Ceng Han Houw. Ilmu inilah yang didapatnya dari kitab Bu Beng Hud-couw, yang bernama Hok-mo Sin-kun dan memang dia telah melatih diri dengan samadhi atau siulian yang juga dilakukan dengan berjungkir balik sehingga dia memperoleh sin-kang yang lebih kuat daripada kalau dia berdiri di atas kedua kakinya!

Bun Houw cepat menangkis dan mengelak dan kembali dia terkejut bukan main karena selain tangkisan itu membuat lengannya terpental ketika bertemu dengan kaki lawan, juga dari bawah kedua tangan lawannya mengirim pukulan-pukulan dahsyat yang amat berbahaya sehingga dia terpaksa melompat dan berjungkir balik ke belakang!

Kesempatan itu dipergunakan oleh Ceng Han Houw untuk membentak nyaring sekali dan tubuhnya sudah melesat ke depan, tahu-tahu dia sudah membalikkan tubuhnya lagi dan dia mendesak Bun Houw yang masih belum hilang kagetnya. Kini dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya, pangeran itu menusuk ke arah kedua mata lawan, sedangkan kaki kanannya diangkat, menggunakan lutut untuk menghantam perut. Ketika Bun Houw yang terdesak itu mengelak ke belakang, tangan kiri pangeran itu menghantam ke arah muka.

“Hiaaattt...!” Pangeran itu mendesak dan bermaksud merobohkan Cia Bun Houw.

“Ehhh...!”

Bun Houw cepat melempar tubuh ke belakang dan kembali dia berjungkir balik sampai berturut-turut tiga kali. Gerakannya ini hebat sekali dan dia berhasil menghindarkan diri dari bahaya maut. Para tokoh kang-ouw yang menonton pertandingan itu juga ikut merasa terkejut. Biarpun gerakan pendekar Cin-ling-pai itu amat indah dan cepat, dan sudah membuat pendekar itu berhasil menghindarkan diri, namun harus diakui bahwa pendekar itu tadi terdesak hebat dan nyaris celaka!

Sebelum Ceng Han Houw yang merasa penasaran karena serangannya yang hampir berhasil tadi pada saat terakhir gagal dapat menggunakan ilmunya yang aneh lagi, tiba-tiba terdengar bentakan keras,

“Ceng Han Houw, akulah lawanmu!”

Nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depan pangeran itu telah berdiri seorang pemuda remaja yang bukan lain adalah Sin Liong! Semua orang terkejut, baik dari golongan hitam maupun golongan bersih memandang heran. Bukankah Sin Liong ini adalah pemuda yang tadi diperkenalkan oleh pangeran itu sebagai adik angkatnya, bahkan diakui sebagai pembantu utamanya? Kenapa sekarang pemuda itu malah muncul dan menantang pangeran itu?

Peristiwa ini memang amat mengejutkan dan mengherankan. Bun Houw sendiri sampai terkejut dan terheran, sehingga diapun hanya berdiri di pinggir dan tidak dapat berkata apapun. Dia masib terkejut oleh serangan-serangan aneh dan hebat dari pangeran itu tadi, dan kini melihat munculnya Sin Liong secara tiba-tiba yang menantang pangeran itu, sungguh membuat dia termangu dan tidak mengerti harus berbuat atau berkata apa.

Semua tamu yang menjadi bengong memandang dengan hati semakin tegang. Lie Ciaw Si sampai bangkit dari tempat duduknya dan memandang khawatir, akan tetapi dia bertemu dengan sinar mata ibunya dan kembali dia duduk serba salah.

Yap In Hong tersenyum dan Yap Kun Liong juga tersenyum. Pendekar ini sudah mendengar penuturan singkat dari adiknya tentang sepak-terjang Sin Liong di belakang istana, dan diam-diam dia merasa kagum sekali. Tadi ketika dia menyaksikan serangan pangeran itu yang aneh, dengan cara membalik tubuh, dia tidak merasa heran. Memang dia tahu bahwa di antara kaum sesat banyak terdapat ilmu-ilmu yang aneh dan sifatnya sesat pula, akan tetapi sebagian besar dari ilmu-ilmu hitam itu hanya kelihatannya saja menggiriskan, akan tetapi sebetulnya tidak mengandung dasar yang kuat.

Maka terkejutlah dia ketika ilmu yang dipergunakan oleh pangeran itu tadi telah membuat Bun Houw terdesak hebat dan nyaris kena dipukul. Maka legalah hatinya melihat adik iparnya itu mampu membebaskan diri. Dia tadi melihat betapa adik kandungnya sudah bangkit dari tempat duduknya, siap untuk menolong suaminya yang terdesak, bahkan dia sendiripun sudah siap untuk turun tangan.

Kini, melihat munculnya Sin Liong, dia menjadi ingin sekali melihat apakah pemuda yang telah dipilih oleh ketua Cin-ling-pai sebagai pewaris Thi-khi-i-beng ini benar-benar sehebat seperti yang tadi dia dengar dari adiknya. Diam-diam dia menyangsikan cerita adiknya. Dia membandingkan keadaan Sin Liong dengan keadaannya sendiri. Mungkinkah bocah itu dapat mengumpulkan ilmu-ilmu sehebat itu, melebihi In Hong, dia sendiri, atau Bun Houw? Rasanya tidak mungkin! Bukankah bocah itu hanya mewarisi ilmu-ilmu yang sesungguhnya merupakan ilmu-ilmu dari keluarga Cin-ling-pai dan dari Kok Beng Lama? Jadi, tiada bedanya dengan kepandaian Bun Houw?

Dan tidak mungkin pemuda ini dapat memainkan ilmu-ilmu dari Cin-ling-pai atau pemberian mendiang Kok Beng Lama lebih baik daripada permainan Bun Houw. Andaikata ada perbedaannya karena bocah itu kabarnya diwarisi Ilmu Thi-khi-i-beng oleh mendiang Cia Keng Hong kelebihan itupun sebetulnya tidak banyak artinya. Dia sendiripun ahli Thi-khi-i-beng, akan tetapi dia tidak berani menyatakan bahwa dia lebih lihai daripada Bun Houw dan dia sendiri masih sangsi apakah dapat mengalahkan pangeran itu.

Dan latihan dari Sin Liong tentu sekali belum matang. Biarpun demikian, ada harapan dalam hati pendekar Yap Kun Liong ini bahwa siapa tahu, mungkin saja Sin Liong menemukan sesuatu yang hebat, yang melebihi dia atau Bun Houw. Buktinya, bukankah pemuda itu dapat merobohkan dan mengalahkan pengeroyokan Hek-hiat Mo-li dan Kim Hong Liu-nio? Dan bukankah pangeran itupun seorang yang masih amat muda namun telah menemukan ilmu yang aneh dan amat hebat?

Orang yang paling terkejut dan merasa penasaran adalah pangeran itu sendiri. Melihat munculnya Sin Liong yang datang-datang menantangnya, dia terkejut bukan main. Cepat matanya mencari-cari keluar dan dia dapat melihat Bi Cu berdiri di luar dalam keadaan sehat dan selamat. Seketika jantungnya berdebar tegang dan hatinya merasa tidak enak. Apa yang telah terjadi dengan suci dan subonya? Mereka itu bertugas menjaga Bi Cu, akan tetapi mengapa kini Bi Cu telah keluar dan muncul pula Sin Liong? Jantungnya makin berdebar khawatir ketika dia menduga bahwa jangan-jangan sucinya dan subonya telah dirobohkan oleh Sin Liong!

Melihat pangeran itu memandang ke arah Bi Cu, kemudian seperti orang mencari-cari dengan matanya, Sin Liong berkata.

“Tidak perlu kau cari lagi dua iblis betina itu, mereka sudah melayang ke neraka!”

Wajah Han Houw berubah agak pucat, akan tetapi dia lalu menatap wajah Sin Liong dengan kebencian yang besar. Memang sejak dahulu dia membenci pemuda ini, membencinya karena timbul dari perasaan iri hati! Sejak Sin Liong masih kecil, ketika menjadi tawanan kim Hong Liu-nio, dia melihat pemuda yang masih anak-anak itu demikian berani dan amat gagahnya, hal ini membuat dia kagum sekali, akan tetapi juga mendatangkan rasa iri yang pertama kalinya.

Kemudian, ketika dia mendengar bahwa bocah yang berwatak gagah itu adalah putera seorang pendekar besar, cucu ketua Cin-ling-pai, irinya menjadi makin besar. Di samping rasa iri ini memang ada rasa suka sehingga dia mengambil Sin Liong sebagai saudara angkat.

Akan tetapi semua sifat-sifat baik dari Sin Liong merupakan siksaan baginya dan membuat perasaan iri hati itu makin menjadi-jadi. Melihat Sin Liong begitu kuat terhadap wanita, tidak mudah tunduk kepada nafsu, membuat dia melihat betapa dia sendiri amat lemah terhadap wanita dan hal inipun menimbulkan iri pula. Kemudian, melihat kepandaian Sin Liong yang melebihi dia, iri hatinya makin memuncak sehingga beberapa kali dia sudah hendak membunuh pemuda itu.

Kebenciannya amat mendalam, dan sekarang, melihat Sin Liong membangkang terhadap dia, tidak mau menjadi pembantunya, bahkan menentang dan membunuh sucinya dan subonya, kebencian yang meracuni hati Ceng Han Houw membuat dia memandang dengan muka beringas. Akan tetapi, dasar dia amat cerdik, maka dia dapat menekan perasaannya itu dan tiba-tiba saja pangeran itu tertawa. Semua orang terkejut melihat wajah beringas itu, dan terheran-heran mendengar betapa pangeran yang nampak marah itu tiba-tiba malah tertawa.

“Ha-ha-ha-ha, Cia Sin Liong! Akhirnya, engkau sendiri yang membuka rahasiamu! Jadi engkau hendak membela ayahmu yang sudah hampir kalah?”

Ucapan ini tentu saja mengejutkan hati semua keluarga Cin-ling-pai, terutama sekali Cia Bun Houw. Sedangkan Ciauw Si mengerutkan alisnya dan dia merasa heran menyaksikan perubahan sikap suaminya seperti itu.

“Pangeran Ceng Han Houw! Tak perlu banyak cakap lagi, marilah kau mulai. Akulah lawanmu, bukan untuk memperebutkan sebutan jagoan atau apa, melainkan untuk memperebutkan kebenaran, untuk membereskan semua perhitungan antara kita yang sudah bertumpuk-tumpuk selama ini! Hayo, kalau memang engkau seorang jantan dan jangan selalu menggunakan kecurangan yang licik!”

“Hei, Liong-te, lupakah engkau bahwa engkau telah mengangkat sumpah menjadi adik angkatku?”

“Cukup! Sumpah itu berkali-kali kau langgar sendiri dan beberapa kali engkau hendak mencelakakan aku, dan berkali-kali mengganggu Bi Cu. Kita bukan saudara angkat lagi, melainkan musuh-musuh besar!”

“Hemm, bukankah engkau masih saudara misan langsung dari isteriku? Isteriku adalah puteri pendekar wanita Cia Giok Keng keturunan langsung dari locianpwe Cia Keng Hong, sedangkan engkau juga keturunan langsung dari beliau karena engkau putera kandung dari pendekar Cia Bun Houw...?”

“Tutup mulutmu yang kotor!” tiba-tiba terdengar pendekar sakti Cia Bun Houw membentak dari pinggiran karena pendekar ini marah sekali mendengar ucapan terakhir yang mengatakan bahwa Sin Liong adalah anak kandungnya itu.

Pangeran itu tertawa.
“Ha-ha, memang dirahasiakan, hemmp seluruh dunia kang-ouw mengira bahwa para pendekar Cin-ling-pai adalah orang-orang gagah sejati yang suci murni. Akan tetapi...”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: