***

***

Ads

Jumat, 21 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 247

“Pangeran...!” Tiba-tiba Lie Ciauw Si berseru dan pangeran itu menoleh kepada isterinya.

“Si-moi, aku tidak berdaya. Lihat, mereka semua memusuhi aku, maka terpaksa aku harus membela diri dan membalas. Aku dikeroyok oleh mereka semua, keluarga Cin-ling-pai yang gagah dan suci ini, apakah engkau tidak hendak membelaku dan juga hendak berfihak dengan mereka mengeroyokku sekalian?”

Melihat sinar mata penuh duka dan marah dari suaminya, Ciauw Si menunduk, baru sekarang dia melihat betapa suaminya memang memiliki watak yang curang dan licik, apalagi ketika dia melihat betapa Bi Cu ditawan untuk memaksa Sin Liong dan kini betapa suaminya itu hendak membongkar rahasia pamannya. Akan tetapi, betapapun juga, dia mencinta suaminya itu! Baik atau buruk pria itu adalah suaminya, satu-satunya pria di dunia ini yang telah memilikinya lahir batin, memiliki tubuhnya, cintanya.

Mana mungkin dia akan menentang orang yang dicintainya? Tentu saja kalau suaminya itu hendak memberontak, hendak melakukan hal-hal yang jahat, dia tidak akan mau membantunya. Namun, apapun yang dilakukan oleh suaminya itu, dia menilainya bukan sebagai kejahatan, melainkan hanya sebagai kelemahan batin suaminya yang ingin mencapai kedudukan tertinggi. Maka kini, melihat betapa suaminya menentang keluarganya sendiri, diapun diam saja, hanya merasa betapa hatinya tertekan dan terasa sengsara sekali.

“Ceng Han How, manusia pengecut, hayo majulah untuk menentukan siapa di antara kita yang akan mati dan siapa yang boleh hidup terus!” Sin Liong sudah menantang lagi.

Han Houw tersenyum.
“Sin Liong, aku sudah cukup mengenalmu lahir batin. Aku tahu bahwa engkau tidak akan menyerang seorang yang tidak mau melawan, dan sebelum aku habis bicara, aku tidak akan melawanmu dan boleh engkau memukul mampus padaku!”

Kemudian pangeran ini memandang ke sekeliling dan suaranya meninggi sehingga terdengar oleh semua orang,

“Cu-wi, cu-wi telah menyaksikan sendiri bagaimana sifat dan watak orang-orang Cin-ling-pai. Sudah jelas bahwa cucu wanita ketua Cin-ling-pai telah dengan suka rela menjadi isteriku yang tercinta, namun keluarga yang agung itu tidak mau menerima kenyataan ini, seolah-olah mereka merasa sebagai keluarga yang terlalu bersih, terlalu tinggi dan terlalu agung untuk menerima aku sebagai anggauta keluarga mereka! Padahal, siapakah yang tidak tahu akan segala rahasia busuk mereka? Tentang petualangan-petualangan cinta keturunan mereka? Dan yang terakhir, mereka malah merahasiakan adanya seorang keturunan gelap, seorang anak haram yang terlahir diantara mereka. Inilah anak itu, Cia Sin Liong, yang terlahir dari seorang ibu yang sengsara karena setelah mengandung dia, wanita itu tidak dinikah dan ditinggalkan begitu saja oleh seorang pria yang mengaku sebagai pendekar gagah perkasa dan suci, Cia Bun Houw!”

“Keparat jahanam!” Cia Bun Houw tak dapat menahan kemarahannya. “Buktikan tuduhanmu itu, kalau tidak... aku bersumpah untuk menghancurkan mulut busukmu!”

Kini Pangeran Ceng Han Houw tidak tersenyum lagi, melainkan memandang ke arah Cia Bun Houw dengan sinar mata menantang.

“Cia Bun Houw, engkau masih hendak berlagak sebagai seorang yang bersih dan gagah? Tidak perlu aku banyak bicara, kalau engkau hendak melihat bukti dari perbuatanmu yang rendah dan hina itu, tanyalah Cia Sin Liong ini sendiri! Tanyakan apakah dia bukan anak kandungmu!”






Karena dia masih merasa bersih dan melihat tidak mungkinnya dia mempunyai seorang anak seperti pemuda ini, Cia Bun Houw memandang kepada Sin Liong dan pemuda itu juga sedang memandang kepadanya, hendak melihat apa yang menjadi reaksi dari ayah kandungnya itu mendengar kata-kata serangan Han Houw.

Mereka saling berpandangan dengan tajam dan penuh selidik, dan akhirnya, dengan suara penuh penasaran Bun Houw bertanya, suaranya seperti membentak nyaring,

“Sin Liong, benarkah bahwa engkau adalah anak kandungku?”

Sin Liong menelan ludahnya. Sebetulnya, tidak ada keinginan di dalam hatinya untuk mengakui pendekar ini sebagai ayahnya, dia tidak sudi untuk ikut membonceng ketenaran nama keluarga Cin-ling-pai. Akan tetapi, kekerasan hatinya itu sebagian besar terdorong oleh kenyataan betapa ayah kandungnya itu telah meninggalkan ibunya dan telah menikah dengan seorang wanita lain.

Ketika dia melihat Yap In Hong, mula-mula dia merasa benci dan iri. Akan tetapi, begitu Yap In Hong berhasil menyelamatkan nyawa Bi Cu, seketika pandangannya berubah dan baru dia tahu bahwa Yap In Hong adalah seorang pendekar wanita gagah perkasa dan bahwa dia dan Bi Cu berhutang budi kepadanya. Kemudian, dia melihat pembongkaran rahasia itu oleh Pangeran Ceng Han Houw. Tidak mungkin lagi baginya untuk menyangkal. Menyangkal berarti membohong dan dia tidak mau membohong.

Pula, memang sudah sepatutnya kalau pendekar itu, yang selamanya terkenal sebagai seorang pria yang gagah perkasa, ditegur secara hebat seperti ini untuk perbuatan yang amat kejam terhadap seorang wanita bemama Liong Si Kwi, seorang wanita yang dilupakan dan ditinggalkan begitu saja di Lembah Naga! Dan di sinilah tempat itu! Di sinilah dia terlahir, dan di sinilah pula ibunya meninggal dunia. Ibunya yang telah menumpahkan darah ketika dia terlahir, yang telah disia-siakan oleh pendekar ini.

Sudah selayaknya dan sepatutnyalah kalau kini pendekar itu menebus dosa, mengakui perbuatannya itu di tempat ini pula, dimana roh ibunya mungkin masih akan dapat mendengarnya. Pikiran ini mendatangkan ketegasan dan dia lalu memandang ayah kandungnya itu dengan sinar mata tajam penuh ketegasan dan dia lalu mengangguk.

Dapat dibayangkan betapa kaget dan marahnya hati Bun Houw melihat Sin Liong mengangguk, yang berarti membenarkan tuduhan pangeran itu! Kemarahannya kini berpindah kepada Sin Liong dan dia membentak,

“Engkau sudah bersekongkol dengan pangeran jahat itu untuk menjatuhkan fitnah ini kepadaku!” katanya sambil menerjang dan memukul Sin Liong dengan kemarahan meluap.

Akan tetapi dengan tenang dan cepat Sin Liong sudah mengelak dari serangan dahsyat itu. Pada saat itu ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Yap In Hong telah berada di situ dan pendekar wanita ini sudah menyentuh pundak suaminya.

“Bersikaplah tenang...” bisik isteri ini kepada suaminya, lalu menambahkan lebih lirih lagi, “...ingat Si Kwi...”

Bisikan isterinya itu membuat wajah Bun Houw seketika berubah pucat sekali. Dia terhuyung ke belakang dan menatap wajah Sin Liong. Teringatlah dia sekarang. Mata dan mulut itu! Tak salah lagi!

“Kau... kau... siapakah engkau... siapa nama ibumu...?”

Melihat munculnya Yap In Hong dan mendengar bisikan tadi, biarpun amat lemah namun dia dapat pula menangkapnya, Sin Liong lalu menjawab, dan hatinya timbul ingin tahu sekali rahasia apa yang terjadi di balik hubungan ibu kandungnya dan pendekar ini,

“Mendiang ibuku bernama Liong Si Kwi.”

Mendengar ini, Cia Bun Houw memejamkan kedua matanya sejenak. Isterinya yang juga berdiri di sisinya hanya memandang dengan muka agak pucat, akan tetapi Yap In Hong adalah seorang pendekar wanita yang gagah perkasa dan tidak cengeng. Dia sudah tahu akan peristiwa yang terjadi antara suaminya dan Liong Si Kwi (baca cerita Dewi Maut), maka diapun tidak merasa heran mendengar bahwa Si Kwi telah mempunyai seorang anak dari suaminya, sungguhpun tentu saja hal itu sama sekali tidak pernah disangkanya, juga tak pernah disangka oleh suaminya sendiri.

“Ha-ha-ha!” suara ketawa Pangeran Ceng Han Houw memecah kesunyian dan terdengar suaranya lantang, memang disengaja agar terdengar oleh semua orang. “Bagaimana, pendekar sakti Cia Bun Houw, apakah engkau masih hendak mengatakan aku menuduh yang bukan-bukan?”

Cia Bun Houw adalah seorang yang gagah perkasa. Dia kini merasa yakin bahwa anak ini memang anaknya yang lahir dari Liong Si Kwi. Kini mengertilah dia, mengapa mendiang ayahnya begitu sayang kepada anak ini sehingga dididik, bahkan diwarisi Thi-khi-i-beng, dan mengapa pula mendiang Kok Beng Lama juga begitu sayang kepada anak ini! Mungkin dua orang kakek itu telah tahu! Padahal, dua orang kakek itu sebetulnya tidak pernah diberi tahu, hanya mereka memang suka kepada Sin Liong.

Kini Cia Bun Houw yang sudah merasa kepalang, karena semua orang kang-ouw telah mendengar tentang hal itu, segera memandang ke arah para tamu dan berkata dengan suara lantang sehingga terdengar oleh semua orang.

“Cu-wi, aku Cia Bun Houw bukan seorang pengecut! Setelah mendengar bahwa anak ini adalah anak kandung seorang wanita yang bemama Liong Si Kwi, maka aku dapat menerima kenyataan bahwa besar sekali kemungkinan anak ini adalah anakku sendiri! Akan tetapi, bukan sekali-kali aku pernah menodai Liong Si Kwi lalu kutinggalkan! Hendaknya cu-wi sekalian ketahui bahwa dua puluh tahun yang lalu, ketika aku tertawan oleh mendiang Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li, guru dari pangeran curang ini, dua kakek dan nenek iblis itu telah meracuni aku dengan obat perangsang sehingga aku lupa diri.”

“Dan gadis bernama Liong Si Kwi itu menolongku dari penjara, maka terjadilah hubungan di luar kesadaranku yang sedang terbius obat perangsang. Sungguh tidak pernah kuduga bahwa hubungan diluar kesadaran itu akan menghasilkan anak ini. Baru sekarang aku mendengar dan mengetahuinya. Namun, dengan berani bertanggung jawab kuakui bahwa Cia Sin Liong ini adalah puteraku!”

Semua orang kang-ouw merasa kagum akan kegagahan Cia Bun Houw dan biarpun ada beberapa orang dari golongan hitam yang tidak suka kepada para pendekar mentertawakan, namun pandangan para tamu terhadap Cia Bun Houw sama sekali tidak merendahkan lagi. Setelah mengeluarkan kata-kata yang merupakan pengakuan gagah itu, Bun Houw memandang kepada Sin Liong dan berkata lirih,

“Biarlah pada lain kesempatan kita bicara tentang ini. Sekarang hadapilah manusia curang ini, dan kalau benar engkau puteraku, engkau harus dapat mengalahkan dia.”

Di dalam sinar mata dan suara itu terkandung rasa suka dan kagum yang membuat dua titik air mata membasahi mata Sin Liong. Dia mengangguk tanpa mengeluarkan kata-kata, hanya memandang ayah kandungnya dan ibu tirinya itu meninggalkan gelangang dan kembali ke tempat duduk mereka. Tiba-tiba Sin Liong merasa hatinya lapang bukan main dan dihadapinya pangeran itu dengan senyum tenang.

“Nah, pangeran. Apakah engkau sudah siap sekarang, ataukah engkau takut melawan aku? Kalau takut, lebih baik katakan saja dan kau bubarkan semua ini, jangan lanjutkan usahamu untuk memberontak atau menjadi bengcu, apalagi menjadi jagoan nomor satu di dunia. Lebih baik ganti julukan itu menjadi penjahat licik dan curang nomor satu di dunia.”

Sin Liong sengaja mengeluarkan kata-kata ejekan ini untuk membikin panas hati Han Houw dan memang dia berhasil. Sebelumnya memang Han Houw sudah merasa kecewa, menyesal dan marah sekali bahwa serangannya terhadap nama Cia Bun Houw dan keluarga Cin-ling-pai ternyata sama sekali tidak berhasil karena sikap Cia Bun Houw yang gagah perkasa mengakui semua itu, bahkan pengakuan pendekar itu malah melontarkan kejahatan ke alamat mendiang Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li.

Dan baru saja, dari seorang pengawal yang berhasil merangkak dalam keadaan terluka parah ke tempat itu dia mendengar bahwa memang benar seperti yang diduganya, Sin Liong berhasil menyelamatkan Bi Cu dan selain membunuhi semua pengawal yang tiga puluh orang banyaknya itu, juga telah membunuh Hek-hiat Mo-li dan Kim Hong Liu-nio. Hal ini tentu saja menambah kemarahannya dan semua kemarahan itu ditumpahkan kepada Sin Liong yang dianggapnya menggagalkan semua rencananya, orang yang dianggapnya sepatutnya membantunya itu kini malah menentangnya dan hal ini dianggap suatu pengkhianatan!

“CIA SIN LIONG! Di seluruh dunia ini, agaknya hanya kita berdua yang mewarisi ilmu rahasia dari Bu Beng Hud-couw, akan tetapi jangan kau kira bahwa karena engkau yang lebih dulu mempelajari ilmu-ilmu dari guru kita itu lalu kau anggap dirimu lebih pandai. Ingat, sekali ini aku tidak akan mau mengampuni lagi nyawamu, kecuali kalau engkau sekarang berlutut dan minta ampun, dan selanjutnya mau membantuku seperti yang sudah-sudah.”

“Sin Liong, kalau engkau menyerah kepadanya, aku selamanya tidak mau mengenalmu lagi!”

Sin Liong menoleh dan memandang ke arah Bi Cu yang berseru itu, dia tersenyum lalu berkata,

“Jangan khawatir, Bi Cu, aku tidak akan...”

Akan tetapi terpaksa Sin Liong menghentikan kata-katanya karena pada saat itu Han Houw dengan kemarahan meluap telah menubruk dan menyerangnya dengan dahsyat. Bi Cu sampai berteriak kaget “Curang!” ketika melihat serangam yang dilakukan dengan mendadak selagi Sin Liong masih menoleh kepadanya itu.

Akan tetapi biarpun kelihatannya Sin Liong menoleh dan lengah, sesungguhnya pemuda ini selalu waspada karena dia sudah cukup mengenal watak pangeran itu yang curang sekali. Oleh karena itulah ketika Han Houw menyerang dengan tiba-tiba, dia dapat dengan cepat menghadapinya, menangkis dengan keras dan balas menyerang. Dalam waktu singkat, dua orang pemuda yang sama lihainya ini sudah saling serang dengan hebatnya!

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: