***

***

Ads

Sabtu, 04 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 081

Kalau saja dia bisa mempergunakan sin-kang anak itu untuk membantunya, tentu Kok Beng Lama akan kalah dan anak ini akan selamat. Keselamatan anak inilah yang penting baginya, anak ini masih kecil, masih berhak untuk hidup lebih lama lagi. Sedangkan dia dan Kok Beng Lama adalah dua orang kakek tua renta yang hanya tinggal menghitung hari saja, yang tinggal menanti kematian yang tentu tidak akan lama lagi karena mereka sudah tua.

Pikiran untuk menyelamatkan anak inilah yang membuat Cia Keng Hong berbisik-bisik, membuka rahasia pelajaran untuk mengerahkan tenaga di dalam tubuh, membangkitkan tenaga dahsyat dengan Ilmu Thi-khi-i-beng!

Sin Liong sudah berada dalam keadaan antara sadar dan tidak hampir pingsan. Akan tetapi dia adalah seorang anak yang luar biasa, memiliki daya tahan yang besar berkat penderitaan yang terlalu sering dialaminya semenjak dia masih bayi, dan karena pernah hidup bersama monyet-monyet yang tajam sekali perasaan dan peka terhadap segala sesuatu yang terjadi, memiliki naluri halus dan dekat dengan alam, maka biarpun dia dalam keadaan tersiksa, dia dapat mencurahkan perhatian terhadap bisikan-bisikan kakek sakti yang sesungguhnya adalah kakeknya sendiri itu.

Mula-mula pening juga kepala Sin Liong mendengarkan kakek itu menyebut-nyebut hiat-to (jalan darah) yang bermacam-macam itu. Dia tidak tahu dimana adanya ci-kiong-hiat, koan-goan-hiat, thian-ti-hiat dan lain-lain. Akan tetapi ketika dengan teliti dan sabar Cia Keng Hong memberi penjelasan, perlahan-lahan anak itu mulai mengerti dan mulailah dia mengatur pernapasan menurutkan petunjuk kakek itu, menahan napas dan menggerakkan hawa dari pusarnya.

Memang Sin Liong memiliki bakat yang amat hebat, dan juga Cia Keng Hong memang hendak menolongnya dan sudah mengambil keputusan untuk mewariskan Thi-khi-i-beng kepada anak ini, maka perlahan-lahan muncullah tenaga sedot dari dalam tubuh anak itu yang makin lama makin kuat!

“Oohhhh...!”

Kok Beng Lama terkejut sekali ketika pertahanannya mulai jebol dan perlahan-lahan tenaga sin-kangnya mulal mengalir ketuar melalui kedua telapak tangannya yang masih menempel di punggung Sin Liong! Akan tetapi, karena bocah itu belum dapat menguasai Thi-khi-i-beng secara sempurna, biarpun tubuhnya sudah dapat mengeluarkan daya sedot, akan tetapi dia belum dapat mengalirkan sin-kangnya yang memasuki tubuhnya itu keluar melalui kedua tangan Cia Keng Hong, melainkan berkumpul dengan hawa pusarnya dan berputar-putar di seluruh tubuhnya, makin lama makin cepat putaran itu sehingga menimbulkan daya sedot yang makin kuat!

Terjadilah hal yang amat aneh. Cia Keng Hong juga mengeluh karena kini dia merasa betapa tenaga sin-kangnya sendiripun tersedot masuk ke dalam tubuh Sin Liong melalui kedua tangannya! Kiranya, dia telah mempergunakan seluruh tenaga untuk saling tarik dengan tenaga Kok Beng Lama, maka ketika muncul tenaga baru ke tiga dari Sin Liong yang memiliki daya sedot, dia sendiri tidak berani membagi tenaga untuk bertahan, karena membagi tenaga berarti mengurangi tenaga melawan Kok Beng Lama dan hal itu amatlah berbahaya.

Oleh karena itu, kakek ketua Cin-ling-pai ini terpaksa membiarkan tenaganya perlahan-lahan keluar dan mengalir masuk ke dalam tubuh anak yang baru saja diajari ilmu Thi-khi-i-beng itu! Sama halnya dengan senjata makan tuan!

Akan tetapi, yang hebat keadaannya adalah Kok Beng Lama. Kini tenaga sin-kangnya keluar seperti membanjir memasuki tubuh Sin Liong, tidak dapat dibendung atau ditahannya lagi. Cia Keng Hong tidak sadar akan hal ini. Kalau dia tahu tentu dia tidak pertu membiarkan tenaganya sendiri juga tersedot. Maka dia hanya memejamkan mata, membiarkan tenaganya sedikit tersedot, sedangkan dia masih mempertahankan perlawanannya terhadap Kok Beng Lama.






Kalau dua orang kakek itu terkejut oleh kenyataan betapa sin-kang mereka tersedot, adalah Sin Liong yang paling repot dan paling tersiksa. Dia merasa betapa tubuhnya seperti sebuah balon karet yang ditiup terus melampaui takaran, dia merasa seolah-olah tubuhnya menggembung besar dan penuh, matanya berkunang, melihat warna merah kuning, napasnya sesak dan setiap kali membuka mata, dia melihat dunia seperti kiamat, seperti kebakaran!

Maka dia cepat memejamkan matanya kembali dan diam-diam dia menyesal mengapa dia tadi mempelajari ilmu setan yang diajarkan oleh kakek itu. Untuk menghilangkan ilmu itu sudah tidak mungkin lagi karena tanpa disadarinya sendiri hawa di tubuhnya sudah terus berputar-putar dan terus dibanjiri tenaga dari belakang dan dari depan!

“Auhh... sudah... sudah...!”

Berkali-kali Sin Liong mengeluh, akan tetapi dua orang kakek itu tidak mampu berbuat apapun. Kok Beng Lama yang merasa terkejut itu melihat bahwa dia sudah terlambat untuk melepaskan diri, kedua tangannya sudah melekat dan tenaganya sudah terus membanjir keluar! Dia mengira bahwa itulah kehebatan dari tenaga dalam Cia Keng Hong.

“Cia Keng Hong... kau... kejam...!”

Dia mengeluh dan terpaksa hanya melihat saja betapa tenaganya makin lama makin habis, seolah-olah tubuhnya yang tua itu mulai dihisap kering, seperti seekor laba-laba menghisap kering semua cairan dari tubuh seekor lalat yang telah tertawan dalam sarangnya.

Akan tetapi, Cia Keng Hong sendiripun tidak tahu akan hal ini. Disangkanya bahwa Kok Beng Lama telah mengetahui rahasia Thi-khi-i-beng dan kini dia malah mulai merasa betapa dia terancam maut di tangan kakek gundul itu. Maka dia terus saja mempertahankan!

Kalau saja tidak terjadi kesalah-fahaman ini, kiranya dua orang kakek itu akan dapat masing-masing menghentikan sin-kang mereka yang diarahkan keluar, dan dapat terbebas dari sedotan hawa aneh yang berputaran di dalam tubuh anak itu.

“Ouhhhh... Cia Keng Hong... selamatkan anak ini...!” itulah keluhan terakhir dari Kok Beng Lama yang pada saat-saat terakhir telah waras kembali ingatannya dan dia masih dapat meninggalkan pesan agar menyelamatkan bocah yang tadi memperlihatkan sikap ramah kepadanya.

Setelah berkata demikian, pendeta Lama ini menarik napas panjang sekali lalu tubuhnya menjadi lunglai kehabisan tenaga.

Setelah pendeta Lama itu kehabisan tenaga, barulah Cia Keng Hong terkejut bukan main. Barulah dia tahu bahwa sejak tadi, tenaganya sendiripun tersedot ke dalam tubuh anak itu, sama sekali bukan untuk menahan serangan Kok Beng Lama! Dan pendeta Lama itu agaknya juga kehabisan tenaga bukan untuk bertanding dengannya, melainkan habis tersedot oleh anak itu.

“Aihhhh...!”

Ketua Cin-ling-pai itu mengerahkan tenaganya yang tinggal setengahnya itu, membuat gerakan menarik sehingga kedua tangannya dapat terlepas dari kedua pundak Sin Liong. Dia meloncat berdiri dengan tubuh lemas dan bergoyang-goyang, mukanya pucat sekali karena hampir setengah dari tenaganya juga amblas! Dia mengalami luka di dalam tubuhnya, biarpun tidak terlalu berbahaya namun membutuhkan waktu untuk memulihkan kesehatannya. Ketika dia memandang lagi, kini tubuh Kok Beng Lama yang masih duduk bersila ternyata telah tidak bernyawa lagi!

“Celaka...!” keluhnya. “Sin Liong, bangkitlah engkau!”

Sin Liong tadinya bersila, kedua matanya terpejam, mukanya merah sekali dan napasnya kadang-kadang berhenti, kadang-kadang terengah. Mendengar ucapan ini, dia menggerakkan kepalanya dan menengadah, membuka mata.

Terkejutlah Cia Keng Hong melihat sepasang mata yang mendorong seperti mata seekor naga sakti dalam dongeng itu! Dan tiba-tiba saja tubuh anak itu meloncat dan... tubuhnya mencelat ke atas dengan cepatnya.

“Aahhhhh... tolong, locianpwe...!”

Ternyata ketika meloncat bangun tadi, otomatis Sin Liong menggunakan tenaganya, akan tetapi dia tidak tahu bahwa pada saat itu, tenaga sin-kangnya yang amat kuatnya memenuhi tubuhnya dan begitu dia menggerakkan syaraf-syarafnya, tenaga ini bangkit bekerja dan akibatnya tubuhnya mencelat seperti kilat ke atas tanpa dapat diremnya lagi.

Tubuhnya itu meluncur ke arah sebuah puncak bukit batu karang dan untung baginya bahwa dia sudah biasa berloncatan dan memiliki kesigapan seekor monyet, maka biarpun dia terkejut sekali dan minta tolong, namun kedua tangannya masih dapat menyambar ke depan dan dia dapat berpegang kepada ujung batu karang dan berjungkir balik, tidak sampai terbanting pada batu karang.

Dia berdiri di atas batu karang itu dengan mata terbelalak. Tubuhnya masih terasa menggelembung besar, hampir meledak rasanya, dan tubuhnya demikian ringannya seolah-olah hembusan anginpun akan dapat membuat tubuhnya melambung tinggi seperti sebuah balon karet penuh hawa!

Cia Keng Hong memandang ke atasan anak itu. Anak itu telah mengoper semua tenaga sin-kang dari dalam tubuh Kok Beng Lama, yang telah tewas dalam keadaan bersila itu, bahkan, telah menyedot setengah dari tenaganya sendiri! Aneh sekali bagaimana anak itu masih dapat hidup!

“Turunlah, jangan meloncat, berjalan saja dengan hati-hati!” kata Cia Keng Hong.

Akan tetapi pada saat itu Sin Liong sudah merasa demikian tersiksa sehingga dia seperti tidak lagi mendengar suara kakek itu. Siksaan amat hebat dideritanya. Tubuhnya terasa panas semua seolah-olah dia dipanggang di atas api bernyala-nyala. Lebih tersiksa dari pada ketika dia teracun oleh Kinn Hong Liu-nio yang menggunakan Hui-tok-san, bahkan lebih tersiksa daripada ketika dia dijemur dan dikeroyok burung gagak.

Panas yang dirasakan sekarang adalah panas dari dalam, dan tiba-tiba saja berubah dingin sampai rasanya seluruh tubuh seperti ditusuki ribuan batang jarum. Isi perutnya seperti diremas-remas, kepala seperti hampir meledak, telinganya terngiang-ngiang, matanya pedas dan perih, pendeknya, seluruh tubuhnya terasa sakit-sakit sampai hampir tak tertahankannya lagi. Dan celakanya, itulah. Kalau dia tidak tahu, pingsan atau mati, dia akan terbebas dari siksaan. Celakanya dia pingsan tidak matipun tidak dan semua derita itu dapat dirasakannya.

Dia memandang kepada kedua tangannya. Begitu dia memandang tangannya dan jalan pikirannya ditujukan kepada kedua tangan ini, maka otomatis tenaga sakti yang dahsyat mengalir ke arah kedua tangannya dan Sin Liong merasa betapa kedua tangannya itu tergetar hebat dan terasa panas-panas, gatal-gatal dan seolah-olah kedua tangan dengan sepuluh jarinya itu dibakar dalam api, digigiti semut-semut berbisa dan nyerinya bukan kepalang.

“Setan...!”

Dia memaki dan dengan kedua tangannya itu dia menghantam batu di sampingnya, kanan kiri.

“Pyarr! Pyarrr...!”

Sin Liong terbelalak memandang pecahan-pecahan batu yang berhamburan disambar oleh kedua tangannya itu. Sejenak dia memandangi kedua tangannya dengan mata terbelalak. Kepalanya menjadi pening dan otomatis kedua tangan itu memegang kepalanya. Aku telah gila, pikirnya. Tak mungkin hanya dengan sekali tampar saja tangannya berhasil menghancurkan batu!

Akan tetapi dia teringat betapa kedua tangannya yang tadinya terasa nyeri bukan main itu menjadi berkurang nyerinya ketika dipakai menghantam batu. Maka dia lalu turun dari atas batu karang itu, dan menggunakan kedua tangannya menghantam ke sana-sini, menghantami batu-batu besar yang berserakan di tempat itu.

Terdengar suara-suara keras dan batu-batu itu remuk dan pecah berhamburan setiap kali terkena hantaman kedua tangannya. Sin Liong merasa betapa kedua tangan itu makin lama makin enak, tidak nyeri-nyeri lagi seperti tadi, bahkan makin hebat dia mengamuk memukuli batu-batu itu, sesak napasnya berkurang dan pening kepalanya juga mereda.

Oleh adanya kenyataan ini, Sin Liong makin mengamuk, makin hebat menggerakkan kedua tangannya, bahkan juga kedua kakinya, untuk memukul dan menendang batu-batu di sekelilingnya. Anehnya, batu-batu hancur dan kaki tangannya tidak merasa nyeri. Dia sendiri keheranan, seperti melihat sulapan saja. Akhirnya, dia kelelahan dan duduk terengah-engah, tenaganya masih terus mendorongnya untuk bergerak, akan tetapi napasnya hampir putus dan di dalam dadanya terdapat hawa yang menggelora dan bergerak-gerak berputaran membuat dia seperti mau berpusing.

Tiba-tiba dia melihat berkelebatnya bayangan orang dan tahu-tahu Cia Keng Hong telah berada di depannya.

“Kau diamlah, aku akan mencoba mengobatimu,” kata kakek itu dan dia lalu mengulurkan kedua tangannya menempel di kedua pundak Sin Liong sambil mengerahkan tenaga Ilmu Thi-ki-i-beng!

Cia Keng Hong maklum apa yang terjadi pada anak ini. Anak ini penuh dengan hawa sakti dan kalau dibiarkan saja tentu akan hancur atau luka-luka semua isi dadanya, maka dia akan menyedot hawa murni dan kuat itu dengan Thi-khi-i-beng.

“Ahh...!”

Cia Keng Hong terkejut dan cepat dia menggerakkan tangannya terlepas dari kedua pundak Sin Liong.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: