***

***

Ads

Rabu, 08 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 104

Semua orang terkejut dan menengok. Mereka menjadi makin kaget ketika melihat bahwa tempat itu telah dikurung oleh ratusan orang tentara yang berpakaian seragam, indah dan berwibawa, dan nampak beberapa orang komandan memimpin pasukan dan banyak pula bendera-bendera, tanda bahwa yang datang adalah seorang yang berpangkat besar.

Beberapa orang penunggang kuda mendekatkan kuda mereka ke panggung dan di antara mereka terdapat seorang pemuda yang amat tampan dan gagah, berusia kurang lebih delapan belas tahun, menunggang seekor kuda yang terbesar dan terbaik.

Pemuda ini gagah sekali, pakaiannya amat indah gemerlapan dan sepasang matanya seperti mata harimau, tajam dan bersinar-sinar. Bajunya terhias sulaman benang emas gemerlapan dan kepalanya memakai sebuah topi yang dihias bulu burung dewata amat indahnya, menambah tampan dan gagah wajahnya.

Dengan sikap seorang ahli, dia memegang kendali kudanya yang meringkik-ringkik, mulutnya tersenyum dan matanya menyapu ke sana-sini, akhirnya sepasang mata yang tajam itu memandang ke atas panggung di mana Sin Liong masih berhadapan dengan Lam-hai Sam-lo.

“Sam-lo, apa yang kalian lakukan? Apa yang telah terjadi?”

Tiba-tiba pemuda tampan itu bertanya dan tiba-tiba terkejut dan kagumlah semua orang karena pemuda tampan itu melayang dari atas kudanya seperti terbang saja, dengan gaya yang amat indah telah meloncat naik ke atas panggung.

Meloncat bukanlah ilmu yang luar biasa, akan tetapi kalau orang duduk di atas kuda dan tahu-tahu melayang ke atas, hal itu benar-benar hebat sekali. Maka terdengarlah tepuk tangan memuji di sana-sini karena orang-orang merasa gembira sekali melihat betapa hari ini muncul banyak orang muda yang hebat.

Akan tetapi keheranan demi keheranan menimpa orang-orang itu ketika tiba-tiba mereka melihat Lam-hai Sam-lo menjatuhkan diri berlutut di depan pemuda tampan itu dengan sikap amat menghormat! Dan kagetlah mereka ketika mereka mendengar suara Hai-liong-ong Phang Tek berkata,

“Mohon paduka sudi mengampuni hamba, pangeran. Pemilihan bengcu ternyata mendapat gangguan dari pemuda ini.”

Ributlah keadaan disitu ketika mendengar betapa Hai-liong-ong menyebut pemuda itu “pangeran”. Mendengar ini, tiba-tiba komandan pasukan berseru dengan suara lantang.

“Paduka yang mulia Pangeran Ceng telah hadir, hendaknya semua orang cepat memberi hormat!”

Ketika mendengar bahwa pemuda itu adalah seorang pangeran, berarti saudara dari kaisar, tentu saja semua orang terkejut dan cepat mereka semua menjatuhkan diri bertutut di tempat masing-masing, menghadap ke atas panggung dimana pangeran itu masih berdiri. Juga para hwesio Siauw-lim-pai, para tosu Kun-lun-pai, cepat memberi hormat menurut cara masing-masing seperti kebiasaan mereka menghormati seorang pangeran agung.

Pangeran itu tersenyum dan berdiri mengangkat dada, memandang ke sekeliling dengan bangga, melihat semua orang berlutut dan bersujud kepadanya. Akan tetapi dia mengerutkan alisnya ketika melihat ada seorang yang sama sekali tidak berlutut kepadanya dan orang ini adalah seorang pemuda remaja yang berdiri di sudut panggung itu!






Pemuda yang oleh Hai-liong-ong dikatakan mengganggu pemilihan bengcu tadi! Pemuda itu adalah Sin Liong yang memang tidak berlutut, hanya berdiri dan memangku kedua tangan memandang semua itu seperti orang yang sedang nonton pertunjukan wayang.

Pangeran itu mengangkat kedua tangan ke atas dan terdengar suaranya yang lantang,
“Aku sudah menerima penghormatan kalian. Cukup dan kalian diperbolehkan bangkit lagi. Eh, Sam-lo, mengapa pemilihan bengcu menjadi ribut seperti ini? Apakah kalian kalah dalam memperebutkan kedudukan bengcu?”

“Ampun, pangeran. Sebetulnya hamba bertiga telah dapat memenangkan kedudukan bengcu, akan tetapi anak ini... datang mengacau...!” Hai-liong-ong memandang kepada Sin Liong yang masih berdiri tegak.

Pangeran muda itu memutar tubuhnya menghadapi Sin Liong dan sinar matanya yang tajam itu menyambar-nyambar, menyapu Sin Liong dari atas sampai ke bawah seperti orang yang kurang percaya.

“Dia ini? Bocah ini mampu mengacau kalian bertiga?” Mulutnya tersenyum-senyum, manis dan tampan, sikapnya juga halus sekali akan tetapi sinar matanya tajam seperti pedang. “Tadi kulihat dia berani menghadapi kalian bertiga. Bukan main...! Ingin aku mencobanya!”

Pangeran muda itu melangkah menghampiri Sin Liong yang tetap bersikap tenang-tenang saja dan tiba-tiba pangeran itu membuka mulutnya. Dari dalam mulut itu menyambar sinar putih seperti perak dan itu adalah jarum-jarum halus yang menyambar ke arah jalan darah di tubuh bagian depan dari Sin Liong, dari muka sampai ke pusar!

Melihat betapa jarum-jarum itu hanya nampak sebagai sinar-sinar putih berkeredepan saja dan semua mengarah jalan-jalan darah yang amat berbahaya, maka dapat dibayangkan betapa hebat dan berbahayanya serangan gelap yang tiba-tiba dan dilakukan dari jarak dekat ini.

Hwesio dari Siauw-lim-pai dan tosu dari Kun-lun-pai menahan napas dan mengeluarkan keringat dingin karena mereka merasa yakin bahwa pemuda remaja itu, betapapun lihainya, tentu akan sukar meloloskan diri dari serangan hebat oleh pangeran yang ternyata memiliki kepandaian tinggi pula itu.

Namun, sejak melihat munculnya pangeran yang tampan ini, Sin Liong sudah siap siaga dan waspada. Dia mengenal siapa pangeran ini, maka begitu pangeran itu membuka mulut dan meniupkan segenggam jarum-jarum putih dari mulutnya, Sin Liong sudah mengerahkan tenaga Thian-te-sin-ciang dan dengan kedua tangannya dia membuat gerakan mencengkeram ke depan dan jarum-jarum itu telah dapat ditangkap dalam genggaman kedua tangannya!

“Ceng Han Houw, engkau selalu kejam dan curang!” katanya dan dengan gerakan sembarangan dia melemparkan jarum-jarum halus itu ke atas papan panggung sambil memandang tajam wajah yang tampan itu.

“Ehh...?”

Pangeran itu yang bukan lain adalah Ceng Han Houw, terkejut bukan hanya karena melihat Sin Liong mampu menggagalkan serangan jarum-jarumnya, melainkan karena mendengar teguran Sin Liong.

“Kau... siapakah kau?”

Kemudian pada wajahnya yang tampan itu nampak seri gembira, ketika dia mengenal Sin Liong.

“Ahhh...! Sin Liong... engkau Sin Liong! Kiranya engkaukah ini? Bukan main, kau hebat sekali!” Pangeran Ceng Han Houw tertawa merdu dan halus lalu berkata kepada Lam-hai Sam-lo yang sudah siap untuk mengeroyok Sin Liong lagi, “Sam-lo, dia ini sahabatku sendiri! Dia bocah luar biasa, raja monyet..., ha-ha! Tak kusangka dapat bertemu denganmu di sini!”

Dengan sikap ramah dan bersahabat Ceng Han Houw lalu merangkul pundak Sin Liong!

Sebetulnya, tidak ada sedikitpun juga perasaan di dalam hati Sin Liong untuk bersahabat atau berbaik dengan Ceng Han Houw yang ternyata telah menjadi pangeran ini, akan tetapi karena sikap Han Houw benar-benar ramah kepadanya dan sama sekali tidak mengandung niat membujuk atau curang, diapun tentu saja merasa tidak enak untuk menolak rangkulan mesra bersahabat itu.

Akan tetapi, karena Sin Liong adalah seorang yang jujur dan terbuka, sesuai dengan watak bawaannya sebagai anak yang diasuh oleh monyet di alam terbuka, dia lalu berkata.

“Ceng Han Houw, aku tidak mengerti bagaimana engkau menganggap aku sebagai sahabatmu.”

“Eh? Kau lupa lagikah? Ketika engkau berada di dalam kereta bersamaku itu, bukankah aku katakan bahwa aku suka kepadamu, aku kagum akan keberanian dan kegagahanmu, dan aku suka bersahabat denganmu?”

Sin Liong ingat akan ucapan itu.
“Akan tetapi, sucimu berdaya upaya dengan keras untuk membunuhku!”

“Ah, suci adalah suci, dan aku adalah aku. Aku dan suci tidak sama, bukan? Kami adalah dua orang dengan dua selera dan dua pendapat, dan aku adalah pangeran, adik kaisar! Kau tunggu dulu, Sin Liong, aku ingin banyak bicara denganmu, akan tetapi biar kuselesaikan dulu urusan disini!”

Ceng Han Houw lalu mengangkat kedua tangannya ke atas dan dia sudah menghadap ke empat penjuru, suaranya terdengar lantang,

“Aku, Pangeran Ceng Han Houw, menyatakan bahwa urusan pemilihan bengcu selesai sampai disini dan biarlah Lam-hai Sam-lo yang diangkat menjadi bengcu di selatan. Kalian semua orang-orang gagah segolongan harap tidak saling bermusuhan, bersatu padu dan tunduk kepada pimpinan. Pemerintah tentu akan menganggap kalian sebagai golongan baik-baik, dan segala urusan dapat diselesalkan oleh bengcu. Siapa berani membuat kekacauan, bukan hanya dianggap memberontak terhadap golongan kang-ouw di selatan, akan tetapi juga dianggap pemberontak dan pengacau oleh pemerintah dan akan dibasmi!”

Biarpun ucapan itu halus, akan tetapi sikap pangeran ini ramah dan berwibawa, maka semua orang yang berada di situ lalu menjatuhkan diri berlutut tanda bahwa mereka akan mentaati perintah ini! Apalagi pasukan yang mengawal pangeran itu kelihatan siap dan penuh wibawa untuk bertindak begitu ada perintah dari atasan mereka.

Biarpun diantara para tokoh kang-ouw dan liok-lim banyak yang tidak suka kepada pemerintah, namun tentu saja rasa tidak suka itu hanya dipendam di dalam hati saja dan tidak ada yang berani menentang pemerintah secara terang-terangan karena hal itu berarti bunuh diri.

“Sam-lo, sekarang aku akan pergi bersama saudara Sin Liong ini. Aku tidak perlu pengawal lagi dan kalau aku memerlukannya, dapat kuminta kepada para pembesar dimana saja. Sediakan seekor kuda lain yang baik untuk saudaraku Sin Liong!”

Komandan pasukan yang bersemangat untuk mengambil hati pangeran itu cepat menyerahkan kudanya sendiri, seekor kuda yang biarpun tidak sehebat kuda tunggangan pangeran itu, namun merupakan kuda terbaik di antara kuda pasukan yang berada di situ.

“Pakailah kuda itu, Sin Liong, dan mari kita pergi. Aku ingin mengajakmu melakukan perjalanan dan bercakap-cakap!” kata Pangeran Ceng Han Houw.

Sin Liong sendiri yang merasa bahwa dia tidak banyak mempunyai sahabat di tempat itu, tidak membantah, lalu dia meloncat ke atas kuda besar itu dan menjalankan kudanya mengikuti sang pangeran yang sudah lebih dulu membedal kudanya pergi meninggalkan tempat itu, bukan memasuki kota Yen-ping, bahkan meninggalkan kota menuju ke utara.

“Sin Liong, mari kita berpacu, kau boleh mengejarku kalau mampu!”

Han Houw berseru dengan wajah gembira setelah mereka tiba di tempat sunyi dan pangeran itu lalu menggunakan cambuk kudanya yang terbuat dari bulu halus itu dan membalapkan kudanya yang besar dan gagah.

Melihat kegembiraan itu, Sin Liong tersenyum dan diapun membalapkan kudanya mengejar. Melihat ini, Han Houw tertawa gembira dan kedua orang muda inipun berpacu dengan cepatnya, akan tetapi karena betapapun juga kuda tunggangan Sin Liong tidak sebaik kuda tunggangan pangeran itu, Sin Liong akhirnya tertinggal jauh dan akhirnya kuda pangeran itu lenyap di tikungan luar hutan.

Ketika akhirnya Sin Liong dapat melihat lagi pangeran itu, dia melihat kuda besar itu sudah berhenti di tepi hutan dan Han Houw duduk di atas kuda berhadapan dengan tujuh orang yang mengepungnya dengan setengah lingkaran.

Sin Liong membedal kudanya dan ketika dia sudah datang dekat, dia terkejut mengenal bahwa tujuh orang itu adalah orang-orang Pek-lian-kauw yang dipimpin oleh Kiu-bwee-houw Bhe Toa Bhi, raksasa sombong yang pernah dihajarnya di atas panggung tadi.

Pada saat itu, Kiu-bwee-houw berteriak keras dan tujuh orang itu sudah bergerak dengan senjata masing-masing, menyerang Han Houw yang masih duduk di atas kudanya dengan sikap angkuh.

Karena Sin Liong merasa tidak ada hubungan dengan pangeran itu, dan juga pada dasarnya dia tidak dapat dibilang suka kepada pangeran itu, maka dia hanya menjalankan kudanya perlahan menuju ke tempat itu sambil memandang penuh perhatian. Dia tahu benar bahwa pangeran yang tampan dan gagah itu bukanlah seorang muda yang demikian mudah untuk diganggu begitu saja oleh gerombolan itu, maka diapun sama sekali tidak khawatir kalau pangeran itu akan celaka.

“Bunuh pembesar lalim!”

“Basmi penindas rakyat!”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: