***

***

Ads

Sabtu, 25 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 154

Kaisar muda itu tertegun dan kagum! Kiranya Kim Hong Liu-nio ini bukanlah seorang yang seperti yang digambarkan semula, seorang wanita penyembelih musuh yang kejam dan berdarah dingin, melainkan di samping itu juga seorang wanita cantik yang memiliki kecantikan, kelembutan dan kehangatan dengan bentuk tubuh yang menggairahkan! Begitu menghadap, Kim Hong Liu-nio lalu memberi hormat, berlutut dan berkata,

“Perkenankanlah hamba membicarakan sesuatu dengan paduka tanpa didengar oleh orang lain.”

Kaisar Ceng Hwa tersenyum dan matanya tak pernah meninggalkan wajah dan tubuh wanita yang berlutut di depannya itu. Nampak leher yang berkulit putih mulus dan berbentuk panjang seperti leher angsa yang jenjang. Lalu dia memberi isyarat kepada para selirnya untuk meninggalkan taman. Para selir itu tidak berani membantah, dengan sikap hormat mereka lalu meninggalkan taman, berlari-lari kecil dengan langkah seperti penari-penari yang lemah gemulai, meninggalkan bau semerbak harum.

Kini mereka tinggal berdua saja. Para pengawal hanya menjaga di sebelah luar taman, sama sekali tidak berani memperlihatkan diri atau mengganggu kaisar.

“Nah, sekarang kita hanya berdua saja di sini, lihiap. Apa yang hendak kau bicarakan?” Kaisar berkata halus.

“Ampunkan hamba yang berani minta untuk bicara empat mata dengan paduka, akan tetapi karena yang hamba hendak bicarakan ini mengenai para pemberontak yang amat berbahaya, maka amat tidak baik kalau sampai terdengar orang lain. Hamba hendak membicarakan tentang empat orang pemberontak yang berhasil lolos itu, sri baginda, yaitu pemberontak Cia Bun Houw, Cia Giok Keng, Yap Kun Liong, dan Yap In Hong.”

“Oohh, tentang mereka?”

Kaisar yang muda itu tidak begitu tertarik. Tentu saja dia sudah mendengar tentang adanya para pemberontak yang kabarnya telah melawan pasukan kerajaan, membunuh banyak pasukan termasuk Panglima Lee Siang. Akan tetapi dia yang setiap harinya hanya bersenang-senang, mana sempat memikirkan soal pemberontakan kecil yang lebih patut disebut pengacau-pengacau itu saja?

Kalau yang memberontak itu merupakan pasukan besar, tentu saja persoalannya menjadi lain. Dia lebih tertarik memandang ke arah dada yang menonjolkan dua bukit tertutup baju sutera dari wanita di depannya itu, dan ketika wanita itu bicara sambil menengadah, dia melihat wajah cantik dengan bibir yang amat manis bergerak-gerak terbuka, kadang-kadang sedikit memperlihatkan sebelah dalam mulut kecil yang merah. Hatinya tergerak dan darahnya bergolak.

Kim Hong Liu-nio dapat melihat keadaan kaisar yang muda dan tampan itu. Wanita ini melihat kesempatan baik sekali dan dia lalu menangis dalam keadaaan masih berlutut dan tanpa dapat dilihat kaisar saking cepatnya, dia telah melonggarkan bagian atas tubuhnya sehingga kaisar yang duduk itu dapat melihat dari atas melalui celah baju itu sedikit bagian dari dadanya, lereng dua buah bukit yang membusung.

“Ah, kenapa kau menangis, lihiap?”

Kaisar itu terkejut juga karena sama sekali tak pernah dia dapat membayangkan bahwa wanita yang gagah perkasa ini dapat menangis! Makin kelihatanlah sifat kewanitaan pendekar wanita ini, apalagi melihat celah baju bagian atas itu.






“Hamba... hamba teringat akan kematian tunangan hamba, Panglima Lee Siang di tangan para pemberontak itu, sri baginda... maafkan hamba... hamba merasa berduka karena kini hamba menderita kesepian yang menyesak di dada...”

Kaisar Ceng Hwa memang sudah mendengar dari para pengawal penyelidik akan adanya hubungan antara wanita perkasa ini dengan Panglima Lee Siang, dia tahu bahwa “ada main” antara mereka berdua, akan tetapi mendengar pengakuan wanita itu, dia pura-pura kaget dan bertanya,

“Ah, jadi engkau telah menjadi isteri mendiang Lee-ciangkun?”

Wajah Kim Hong Liu-nio menjadi kemerahan, terutama sekali kedua pipinya. Sama sekali bukan karena malu atau jengah, melainkan karena pengerahan sin-kangnya yang mendorong darah lebih banyak naik ke mukanya dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah memiliki kepandaian tinggi.

“Belum, sri baginda... hamba belum menikah, akan tetapi dia telah menjanjikan hal itu kepada hamba...”

Biarpun matanya masih agak basah air mata, namun dia tersenyum malu-malu dan sepasang mata itu mengerling tajam.

Melihat ini, kaisar muda itu makin tertarik.
“Sudahlah, jangan kau menangis, lihiap, dan kau ke sinilah, duduklah di sini agar lebih enak kita bicara.”

Jantung Kim Hong Liu-nio berdebar keras, bukan karena takut melainkan karena tegang gembira melihat ada tanda-tanda usahanya menarik perhatian kaisar itu berhasil agaknya!

“Hamba... hamba mana berani...?”

“Aku yang memerintahkan, mengapa tidak berani? Ke sinilah!”

“Ba...baik, sri baginda...”

Kim Hong Liu-nio bangkit berdiri, memberi hormat dan dengan kedua kaki jelas nampak gemetar dia melangkah maju ke depan kaisar, sampai dekat sekali. Kaisar lalu memegang tangan wanita itu dan menariknya duduk di atas bangku bertilamkan kasur dan beledu lembut itu. Kaisar merasa betapa tangan itu selain gemetar, juga amat hangat dan mengeluarkan getaran yang amat terasa sampai ke seluruh lengannya. Dia makin tertarik, apalagi mencium bau harum yang keluar dari tubuh wanita itu.

“Hemmm, engkau sungguh cantik, lihiap...” bisik kaisar.

“Aihhh... sri baginda...”

Kim Hong Liu-nio mengeluh dan menunduk, nampak takut-takut seperti seekor kelinci dalam dekapan harimau. Kaisar makin tertarik, dia meraih dan merangkul, kemudian memaksa wanita itu menoleh kepadanya dan mencium mulut Kim Hong Liu-nio. Beberapa lamanya kaisar menciumnya, kemudian kaisar melepaskan ciumannya dan terbelalak. Belum pernah selama dia mengenal wanita dia merasakan ciuman sehebat itu! Bukan saja wanita ini membalas ciumannya dengan penuh api menggelora, juga dia merasakan getaran yang menggoncangkan jantungnya.

Tanpa banyak cakap lagi, sri baginda kaisar bangkit dan menggandeng tangan wanita itu, diajak meninggalkan taman dan langsung masuk ke dalam kamar. Para selir yang melihat ini saling pandang dan diam-diam merekapun merasa heran mengapa kaisar kini bersikap demikian mesra dengan pendekar wanita itu! Namun, tentu saja tidak ada seorang di antara mereka berani membuka mulut, bahkan lalu berlutut membiarkan mereka berdua lewat, dan para pengawal yang terdiri dari orang-orang kebiri karena mereka adalah pengawal-pengawal di bagian keputren itu juga menunduk saja dengan sikap tegak.

Mulai saat itu, kaisar yang muda itu mengangkat Kim Hong Liu-nio sebagai kekasihnya yang baru dan dari wanita ini dia memperoleh pengalaman yang amat hebat dan belum pernah dia dapatkan dari wanita lain. Memang, dengan tenaga sin-kangnya yang amat kuat, mudah bagi Kim Hong Liu-nio untuk mempermainkan kaisar muda itu sehingga menjadi tergila-gila kepadanya, biarpun usianya sudah tiga puluh lima tahun dan jauh lebih tua dibandingkan dengan para selir yang usianya belum ada dua puluh tahun itu.

Dan semenjak hari itu, Kim Hong Liu-nio memperoleh ijin dari kaisar, untuk memimpin pasukan-pasukan pilihan untuk mengejar-ngejar dan mencari musuh-musuhnya, yaitu keluarga Cia dan Yap yang menjadi buronan itu. Bahkan dia menyebar mata-mata untuk menyelidiki dimana mereka itu bersembunyi.

Untuk memperkuat dirinya karena dia tahu bahwa musuh-musuhnya itu memiliki kepandaian tinggi, Kim Hong Liu-nio mendatangkan gurunya, Hek-hiat Mo-li, yang menanti di kota raja dan siap untuk turun tangan apabila tempat sembunyi para pemberontak itu sudah dapat ditemukan.

Memang kekuasaan inilah yang diinginkan oleh Kim Hong Liu-nio. Dia tidak berambisi untuk memikat kaisar untuk selamanya. Dia tahu bahwa kaisar masih amat muda dan dia sendiri sudah jauh lebih tua sehingga tidak mungkin dia akan dapat terus mempertahankan kaisar dalam pelukannya. Maka setelah dia berbasil memperoleh kepercayaan kaisar dan diberi kekuasaan mempergunakan pasukan untuk menghadapi para musuh yang dicap pemberontak itu, dia sudah puas dan hanya kadang-kadang saja dia memenuhi panggilan kaisar dan melayaninya. Namun wanita ini lebih banyak pergi keluar kota raja sehingga akhirnya kaisar kembali kepada para selirnya yang muda-muda dan hal ini tentu saja menggirangkan hati para selir muda itu.

Di dalam keluarga kaisar terdapat seorang pangeran, kakak tiri dari kaisar muda itu. Pangeran ini sudah berusia hampir tiga puluh tahun, bernama Pangeran Hung Chih dan dia amat populer di antara para menteri-menteri tua yang setia. Pangeran ini merupakan calon kaisar ke dua setelah Ceng Hwa, dan memang dibandingkan dengan kaisar muda itu, dia lebih menaruh perhatian terhadap pemerintahan.

Pangeran Hung Chih inilah yang didukung oleh para menteri tua yang merasa tidak setuju ketika pemerintah memusuhi keluarga Cia di Cin-ling-pai. Mereka tahu bahwa keluarga itu sejak dahulu adalah keluarga pendekar-pendekar yang setia kepada kaisar. Mereka tahu pula bahwa keluarga itu dimusuhi gara-gara Kim Hong Liu-nio yang berhasil memikat kaisar, padahal wanita itu adalah seorang kepercayaan raja liar Sabutai!

Dengan jujur dan halus Pangeran Hung Chih sendiri yang mendekati kaisar yang menjadi adik tirinya itu dan memperingatkan kaisar agar tidak terlalu memberi kebebasan kepada Kim Hong Liu-nio yang mungkin saja menjadi mata-mata Raja Sabutai dan yang kelak hanya akan merugikan kerajaan sendiri.

“Ah, dia adalah seorang pendekar wanita yang amat gagah, bahkan pernah menyelamatkan nyawaku, mana mungkin dia mempunyai niat buruk? Pula, dia minta pasukan untuk menangkap para pemberontak yang telah melawan pasukan kerajaan dan telah membunuh Lee-ciangkun, bukankah hal itu baik sekali?” demikian antara lain kaisar membantah dan Pangeran Hung Chih tidak berani mendesak.

Betapapun juga, peringatan dari pangeran ini telah membuat kaisar lebih berhati-hati dan kini jarang dia memanggil wanita itu untuk melayani dia bermain asmara.

**** 154 ****
Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: