***

***

Ads

Selasa, 28 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 169

Cia Giok Keng cepat menghampiri.
“Bawa dia masuk... jangan-jangan dia akan melahirkan...!”

Bun Houw terkejut dan cepat memondong isterinya dan membawanya masuk ke dalam kamar. Sementara itu Lie Seng sudah menggandeng tangan Sun Eng dan mengajaknya lari pergi dari tempat itu.

“Seng-ji...!”

Cia Giok Keng berseru, kemudian menangis dalam rangkulan suaminya ketika puteranya itu tidak mau menoleh dan berlari terus di samping kekasihnya.

Ciauw Si lalu mendekati ibunya dan memegang lengan ibunya, diapun menangis menyaksikan kedukaan ibunya. Dara ini sejak tadi mendengarkan semua peristiwa itu dengan bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Diam-diam dia teringat kepada Pangeran Ceng Han Houw dan hatinya terasa ngeri. Betapapun juga, ibunya telah dituduh pemberontak dan menjadi orang buruan pemerintah, maka sedikit banyak ibunya tentu membenci para pangeran dan keluarga kaisar. Kalau dia kelak menghadap ibunya bersama Pangeran Ceng Han Houw dan memperkenalkannya sebagai calon suaminya, dia ngeri membayangkan apa yang akan menjadi sikap ibunya.

Demikianlah, pertemuan keluarga yang tadinya diharapkan akan mendatangkan rasa gembira bahagia itu berubah menjadi suasana yang amat menyedihkan. Peristiwa semacam ini akan selalu terjadi apabila manusia terlalu mementingkan diri sendiri masing-masing.

Betapa banyaknya orang-orang tua yang berkeras dengan sikap mereka yang menolak pilihan calon isteri atau suami dari anak mereka. Tentu saja mereka ini, orang-orang tua ini, merasa yakin bahwa sikap mereka itu terdorong oleh perasaan ingin membahagiakan anak, seperti juga Cia Giok Keng yang merasa yakin bahwa puteranya akan celaka, akan cemar, akan sengsara apabila melanjutkan perjodohannya dengan Sun Eng yang dianggap tidak patut menjadi isteri puteranya!

Namun, sesungguhnya, di dasar lubuk hati orang-orang tua seperti ini terdapat perasaan mementingkan diri sendiri yang amat besar! DIA lah yang akan merasa sengsara, kecewa dan tidak puas kalau perjodohan itu dilanjutkan, DIA lah yang akan merasa terhina, tercemar, dan malu!

Sesungguhnya, perjodohan adalah urusan antara dua orang yang hendak menjalaninya, urusan dua orang yang terikat oleh rasa kasih sayang, dan orang lain sama sekali tidak berhak mencampurinya! Orang-orang tua yang bijaksana, yang benar-benar mencinta anaknya, tidak akan mementingkan perasaan hatinya sendiri, tidak akan menuruti seleranya sendiri saja.

Namun bukan berarti bahwa orang tua harus tidak peduli, bersikap masa bodoh, bukan demikian. Orang tua sudah selayaknya kalau memperingatkan anaknya agar anaknya jangan salah pilih, agar anaknya itu memilih dengan dasar cinta kasihnya, bukan hanya dorongan nafsu berahi yang tertarik oleh lahiriah belaka. Namun, semua ini dilakukan demi si anak, bukan demi kepentingan perasaan sendiri dan lepas daripada selera sendiri.

Dan semua keputusan terakhir haruslah diberikan kepada si anak yang hendak menjalani perjodohan itu! Si anaklah yang memilih calon jodohnya, si anak sendiri pula yang kelak langsung menghadapi segala akibatnya!






Kita sudah condong untuk menganggap bahwa orang yang pernah melakukan penyelewengan dalam hidup itu adalah orang yang selamanya tidak akan baik! Kita begitu pendendam terhadap orang lain, sebaliknya begitu murah hati kepada diri sendiri sehingga semua kesalahan sendiri akan mudah saja dimaafkan dan bahkan dibela dengan berbagai alasan!

Kesalahan diri sendiri berarti kesalahan keluarga sendiri pula, yang bisa dikembangkan menjadi kelompok sendiri, teman sendiri, sekaum, sesuku, sebangsa dan sebagainya. Semua itu bersumber kepada pemusatan kepada si aku. Mengapa kita tidak ingat bahwa setiap orang manusia di dunia ini sudah pasti pernah melakukan kesalahan, termasuk diri kita sendiri? Kenapa kita tidak mau membuka mata melihat kenyataan bahwa hidup ini adalah suatu gerakan terus menerus, sehingga kita tidak mungkin bisa menilai kehidupan seseorang dari satu peristiwa atau satu perbuatan saja?

Orang-orang tua yang terlalu mementingkan dirinya sendiri tidak merasakan ini, dan mereka itu beranggapan bahwa mereka menoleh atau memilih calon jodoh anaknya demi untuk kebahagiaan anaknya! Betapa piciknya anggapan seperti ini!

Orang-orang tua yang beranggapan seperti itu agaknya menganggap kehidupan anaknya itu sebagai sesuatu yang mati, sesuatu yang tidak berubah-ubah lagi, sesuatu yang sudah dapat dirumuskan dan dipastikan! Maka mereka ini merasa dapat menentukan bahwa kalau anaknya berjodoh dengan orang ini kelak akan hidup sengsara dan kalau berjodoh dengan orang itu barulah akan berbahagia! Betapa picik dan dangkalnya pendapat seperti ini!

Perjodohan, seperti urusan apapun juga dimana terdapat hubungan antar manusia, seperti persahabatan dan sebagainya, sudahlah tepat dan benar dimana ada landasan cinta kasih! Dan cinta kasih sama sekali bukanlah pementingan diri sendiri! Bahkan di mana ada keinginan menyenangkan diri sendiri, di situ tidak mungkin ada cinta kasih, yang ada hanyalah cinta kepada diri sendiri untuk mencari kesenangan, dan segala sesuatu di luar dirinya hanya akan diperalat untuk mencapai kesenangan diri sendiri itulah!

Tentu saja hal ini bukan berarti bahwa orang tua hanya akan memejamkan mata saja. Tidak, orang tua haruslah mengamati dan memperingatkan, menunjukkan apablia anaknya memilih dengan membuta, apabila anaknya hanya terbuai oleh nafsu berahi semata, terbuai oleh kemilaunya emas atau kedudukan atau keelokan rupa belaka.

Namun, apabila orang tua melihat cinta kasih yang menghubungkan anaknya dengan orang yang dipilihnya, maka orang tua yang bijaksana akan menyetujui tanpa memasukkan pendapat-pendapatnya sendiri tentang pilihan anaknya itu!

Beberapa hari kemudian setelah terjadinya peristiwa yang menimbulkan kedukaan diantara keluarga pendekar itu, Yap In Hong melahirkan seorang anak laki-laki dengan selamat. Dan atas usul para pimpinan Sin-ciang Tiat-thouw-pang, yang lama-lama merasa khawatir juga kalau-kalau akan ketahuan dan akan dianggap menyembunyikan buruan pemerintah, juga atas persetujuan para pendekar yang maklum bahwa mereka menaruh perkumpulan itu di tempat yang berbahaya, mereka lalu pindah dan tinggal di sebuah lereng bukit di seberang Sungai Min-kiang.

Di lereng sunyi itu didirikan dua buah rumah kecil, di tepi sebuah dusun yang menjadi tempat tinggal para petani yang merangkap pula sebagai nelayan-nelayan Sungai Min-kiang, dan di situlah mereka tinggal.

Lie Ciauw Si membantu ibunya dan pamannya pindah, dan sepekan kemudian setelah mereka pindah, dia berpamit untuk mengulang lagi perjalanamya yang tertunda karena pertemuannya dengan Lie Seng, yaitu ke kota raja. Dia akan mencari Pangeran Ceng Han Houw untuk minta pertolongan pangeran itu, agar ibu dan pamannya sekeluarga dapat dibebaskan dari tuduhan memberontak.

Tinggal mondok di rumah orang lain, betapapun baiknya orang yang mempunyai rumah itu, memang merupakan hal yang amat tidak enak. Apalagi bagi suami isteri, dua pasang pendekar itu. Bahkan makin baik pemilik rumah, makin sungkanlah hati mereka. Oleh karena itu, setelah kini pindah dan tinggal di dalam dusun kecil di lereng bukit itu, Yap Kun Liong yang tinggal serumah dengan isterinya, dan Cia Bun Houw yang tinggal dalam rumah lain bersama isterinya dan anaknya, merasa gembira dan tenteram.

Dua orang pendekar sakti itu berpakaian seperti para petani, bahkan mereka juga bertani, bahkan kadang-kadang juga ikut pula mencari ikan seperti para penduduk dusun itu.

Akan tetapi mereka tidak tahu bahwa musuh besar mereka tidak pernah mengenal lelah dalam mencari jejak mereka. Kim Hong Liu-nio, wanita yang tadinya memusuhi keluarga Cin-ling-pai terutama orang-orang she Yap dan Cia hanya karena tugasnya sebagai murid dari Hek-hiat Mo-li, dan dia menganggap para pendekar Cin-ling-pal itu sebagai musuh-musuh gurunya yang harus dibasminya. Akan tetapi sekarang, wanita cantik ini mencari-cari musuh-musuhnya bukan hanya demi membalas sakit hati gurunya, melainkan terutama sekali karena dendam pribadinya atas kematian kekasihnya, yaitu mendiang Panglima Lee Siang.

Setelah dia mempergunakan kecantikannya dan berhasil memikat hati kaisar sehingga dia selain menjadi wanita gagah penyelamat kaisar juga kini menjadi wanita cantik penghibur kaisar, dia memperoleh kekuasaan memimpin pasukan besar untuk mencari musuh-musuh yang telah berhasil dicapnya sebagai pemberontak dan buronan itu.

Kim Hong Liu-nio tidak pernah berhenti mencari dan menyebar mata-matanya dan akhirnya tahulah dia dimana tempat sembunyi para musuhnya yang amat dibencinya itu!

Yap In Hong, ibu muda yang baru satu bulan melahirkan, dengan wajah berseri pulang dari pasar. Wajahnya cantik jelita dan gilang-gemilang seperti biasanya wanita muda yang menyusui anaknya dan belum lama melahirkan. Memang ada cahaya yang aneh selalu nampak pada wajah wanita yang mulai mengandung tua dan sampai dia melahirkan dan menyusui bayinya, cahaya berseri yang membuat wajahnya cantik menarik dan gemilang.

In Hong baru saja kembali dari pasar. Dia tadi berangkat pagi sekali membawa hasil ikan yang diperoleh suaminya semalam bersama para nelayan lain. Memang kadang-kadang dialah yang membawa ikan hasil tangkapan suaminya itu ke pasar, untuk dijual dan dibelikan bahan-bahan atau bumbu-bumbu masak lainnya. Hidup sebagai seorang dusun, yang bebas dan tenang ini, benar-benar amat disukainya, dirasakannya begitu aman dan jauh sengketa, tidak seperti kehidupan wanita kang-ouw yang selalu harus menggunakan kekerasan karena dunianya adalah dunia kekerasan.

Begitu ringan langkah In Hong, seringan hatinya yang riang sekali di pagi hari itu sehingga hampir dia bernyanyi-nyanyi kalau saja dia tidak merasa malu karena kadang-kadang dia bertemu dengan penduduk dusun yang pergi ke ladang.

Ketika dia tiba di luar dusun, dari jauh dia melihat seorang wanita yang berjalan perlahan dengan tenang. Dari jauh saja In Hong sudah merasa tertarik dan terheran. Dia dapat melihat bahwa wanita itu memakai pakaian yang indah, jelas bukan seorang wanita dusun. Sama sekali bukan, karena dari jauh saja sudah kelihatan betapa rambut wanita itu digelung indah dan di rambut itu nampak kilauan permata dan kedua lengannya juga memakai gelang emas yang berkilauan.

Setelah mereka saling berhadapan, barulah hati In Hong terkejut bukan main! Dari jauh tadi dia tidak mengenal wanita cantik ini, akan tetapi setelah dekat, melihat pedang yang tergantung di pinggang ramping itu, melihat kayu salib tergantung di punggung, barulah dia teringat bahwa wanita ini adalah musuh besar keluarga Cin-ling-pai Kim Hong Liu-nio!

Juga Kim Hong Liu-nio terkejut bukan main setelah dia berhadapan dengan In Hong, karena diapun tidak mengira bahwa wanita dusun yang cantik dan kelihatan riang itu bukan lain adalah Yap In Hong, seorang di antara musuh-musuhnya yang paling lihai! Baru satu kali dia bertemu dengan pendekar wanita gagah perkasa ini, maka tadi diapun tidak mengenal In Hong, apalagi karena pendekar itu memakai pakaian seorang wanita dusun.

Begitu mengenal musuh besar ini, giranglah hati Kim Hong Liu-nio. Memang dia memperoleh berita dari seorang di antara para penyelidik yang disebarnya di seluruh daerah bahwa empat orang musuh besar yang telah dicapnya sebagai pelarian dan buronan pemberontak itu berada di dusun itu. Mendapat berita ini dia langsung pergi sendiri mengadakan penyelidikan.

Sungguh tak disangkanya bahwa dia akan bertemu dengan Yap In Hong di luar dusun. Tadinya dia sudah merasa putus asa karena tidak ada seorangpun penduduk dusun yang sederhana itu yang mengenal nama-nama pendekar yang dicarinya itu. Hal ini adalah karena memang dua pasang suami isteri pendekar itu menggunakan nama palsu dan memang kehidupan mereka sebagai petani-petani dan nelayan-nelayan biasa, sama sekali tidak seperti pendekar.

“Bagus, kiranya para pemberontak bersembunyi di sini!” katanya sambil tersenyum mengejek.

Kim Hong Liu-nio adalah seorang wanita yang tinggi sekali ilmu silatnya, bahkan dia sudah mewarisi hampir semua kepandaian subonya, maka bertemu dengan hanya seorang saja di antara musuh-musuhnya, dia tidak merasa gentar. Apalagi dia memang telah mempersiapkan pasukan yang setiap waktu akan dapat membantunya, yang kini sudah memasang barisan pendam di sekitar tempat itu, sudah mengurung dusun itu dengan ketat!

Kekagetan hati In Hong juga hanya sebentar saja. Mendengar ucapan Kim Hong Liu-nio, dia sudah menjadi marah sekali. Tentu saja dia tidak takut menghadapi musuh ini. Yap In Hong adalah seorang pendekar wanita yang sakti, yang sukar dicari tandingannya. Biarpun semenjak dia mengalami guncangan batin akibat kemunculan Lie Seng yang hendak memperisteri Sun Eng, muridnya yang murtad itu kemudian dia melahirkan anak agak di bawah waktu, membuat kesehatannya terganggu dan dia belum boleh terlalu banyak mengerahkan tenaga, namun dia sama sekali tidak menjadi jerih.

“Iblis betina, kalau engkau tidak menemukan kami akhirnya akulah yang akan mencarimu untuk membunuhmu dengan tanganku sendiri!”

Kim Hong Liu-nio tersenyum mengejek dan kedua tangannya yang kecil dan yang memakai sarung tangan tipis, yang tidak kentara karena warnanya sama dengan kulitnya itu bergerak perlahan mengeluarkan beberapa batang hio. Sekali jari yang kecil-kecil itu memegang tangkai hio dan kedua tangannya bergerak, terdengar benturan dua buah gelangnya, terdengar nyaring dan nampak api bernyala dan... seperti main sulap saja, hio-hio di tangannya itu telah terbakar ujungnya dan terciumlah bau harum!

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: