***

***

Ads

Selasa, 24 Januari 2017

Dewi Maut Jilid 165

Hampir pada umumnya manusia memiliki kesukaan yang sama atau mirip dengan kesukaan Ang-bin Ciu-kwi dan Coa-tok Sian-li! Hal ini dapat kita selidiki sendiri, karena merupakan kenyataan. Hampir semua orang, secara berbeda tentunya, ada yang terang-terangan ada pula yang sembunyi-sembunyi, ada yang kasar ada pula yang halus, suka menonton berlangsungnya kecabulan, baik itu berupa tontonan atau mendengar penuturan orang maupun membaca.

Kalau toh ada yang menyangkal, penyangkalan itu timbul dari penekanan kemauan yang didasari oleh pengetahuan bahwa hal itu adalah tidak baik, maka terjadilah penyangkalan bahwa dia tidak suka melihat atau mendengar itu. Namun kenyataannya, rasa suka itu ada!

Dicobanya dilenyapkan dengan keyakinan atas dasar pelajaran, kesusilaan, agama dan lain-lain bahwa hal itu tidak baik dan tidak seharusnya dilakukan! Namun, cara demikian tidak akan melenyapkan kesukaan itu. Seperti api, kesukaan itu belum padam! Hanya ditutup saja. Bersembunyi di balik pelajaran-pelajaran tentang kesusilaan dan sebagainya tidak akan ada gunanya. Lari dari kenyataan ini tidak ada gunanya.

Yang penting adalah menghadapinya sebagai suatu kenyataan! Menghadapinya, mendekatinya dan memandangnya penuh kewaspadaan. Pandangan penuh kewaspadaan tanpa mencelanya, tanpa menerima atau menolaknya, akan menimbulkan pengertian akan segala hal-ihwal mengenai kesukaan aneh ini. Dari manakah timbulnya rasa suka melihat kecabulan?

Sesungguhnya, kecabulan bukan berada di luar diri kita! Tidak ada kecabulan dalam hubungan kelamin (sex). Cabulkah kalau kita melihat binatang, terutama yang kecil sedang mengadakan hubungan kelamin? Kiranya tidak! Akan tetapi mengapa kalau melihat binatang yang besar, terutama manusia, metakukan hubungan sex, lalu timbul istilah cabul? Barangkali karena melihat binatang besar terutama manusia melakukan hubungen sex mempunyai daya rangsang yang merangsang gairah dan nafsu berahi kita! Inilah sebabnya mengapa timbul istilah cabul. Yaitu pemandangan yang merangsang gairah nafsu berahi dianggap cabul!

Padahal, tidak ada peristiwa apapun di dunia ini yang merangsang gairah nafsu berahi. Hubungan sex adalah sesuatu yang wajar dan sama sekali tidak merangsang gairah nafsu berahi. Yang merangsang adalah PIKIRAN KITA SENDIRI! Pikiran kitalah yang menambah penglihatan itu dengan bayangan-bayangan yang mendatangkan kenikmatan lahir batin kita, mengenang kembali semua pengalaman sex kita, atau bagi yang belum pernah mengalaminya secara badaniah, tentu membayangkan pengalaman yang pernah dibacanya, dilihatnya, atau didengarnya dari orang lain. Permainan pikiran kita sendiri itulah yang merangsang dan membangkitkan gairah berahi kita sendiri.

Dan bagi orang-orang seperti Ang-bin Ciu-kwi dan Coa-tok Sian-li, perbuatan menonton kecabulan itu yang menimbulkan semacam kenikmatan tertentu, menjadi suatu kebiasaan yang telah mencandu sehingga sukar untuk dihentikan kembali dan telah menjadi sesuatu yang dicari-cari.

Kenyataan itu hanya dapat terlihat oleh siapa saja yang mau membuka mata mempelajari dan mengenal diri pribadi, sehingga akan tampaklah bahwa segala hal yang oleh umum dianggap yang buruk-buruk, seperti kecabulan, kemaksiatan, kepalsuan, kemunafikan, kemarahan, kebencian, iri hati dan segalanya itu tidak terletak di tempat jauh di luar kita, melainkan terletak di dalam diri kita sendiri!

Dan semua itu pasti timbul karena kita selalu mengejar kesenangan dalam bentuk apapun juga, kesenangan lahir maupun kesenangan batin. Pengejaran kesenangan menjadi sumber daripada semua kesengsaraan hidup yang timbul karena pertentangan dan kedukaan. Bukan KESENANGAN yang merusak hidup, melainkan PENGEJARAN kesenangan!






In Hong rebah pingsan di atas lantai, sedangkan Bun Houw juga sudah setengah pingsan. Karena inilah maka mereka berdua tidak mendengar suara apa-apa, bahkan tidak melihat ketika lantai di sudut belakang kamar itu dibobol dari bawah dan tak lama kemudian muncullah sebuah kepala orang. Kepala seorang gadis cantik yang bukan lain adalah Liong Si Kwi!

Seperti kita ketahui, gadis murid Hek I Siankouw ini telah diselamatkan oleh Bun Houw ketika dia hampir diperkosa oleh Ang-bin Ciu-kwi dan gadis ini selain merasa utang budi, juga gadis itu sekaligus jatuh cinta kepada pemuda itu. Apalagi ketika pemuda itu, yang telah dikurung dan diancam keselamatannya, namun masih juga membelanya di depan subonya, benar-benar membuat hati gadis ini jatuh! Diam-diam dia mengambil keputusan nekat untuk menolong pemuda itu.

Kini terbuka matanya betapa demi untuk memuaskan nafsu dendam dan sakit hatinya, subonya tidak segan-segan untuk bersekutu dengan manusia-manusia iblis! Dia harus menyelamatkan Bun Houw, dia harus membebaskan putera ketua Cin-ling-pai yang gagah perkasa itu, kalau perlu dengan taruhan nyawanya. Hatinya makin kagum, akan tetapi juga iri sekali melihat betapa pemuda yang gagah perkasa itu telah mengorbankan dirinya, menyerah untuk menebus Yap In Hong yang dibebaskan.

Kemudian, diapun iri kepada In Hong yang ternyata juga merupakan seorang gadis yang amat gagah, yang datang kembali dengan nekat untuk membebaskan pemuda itu. Dia merasa iri karena dia dapat menduga bahwa tentu ada hubungan cinta kasih antara pemuda dan dara itu. Namun, rasa cemburu dan iri hati ini tidak menghentikan tekadnya untuk menolong Bun Houw dengan cara apapun juga.

Ketika dia melihat bahwa yang menjaga kamar tahanan adalah Ang-bin Ciu-kwi dan isterinya, dan betapa Cia Bun Houw serta Yap In Hong dimasukkan dalam kamar tahanan tanpa dibelenggu dan bebas, timbullah harapannya. Asal saja dia dapat mengeluarkan mereka itu dari dalam kurungan, tentu dua orang yang memiliki kesaktian luar biasa itu akan mampu membebaskan diri, atau lebih penting baginya, asal Bun Houw dapat keluar dari kurungan, tentu pemuda itu akan dapat melarikan diri!

Demikianlah, karena kebetulan sekali kamar yang ia dapat sebagai tamu Lembah Naga itu berdekatan dengan kamar tahanan, sore-sore dia telah menutup diri di dalam kamarnya, memberi alasan bahwa dia merasa tidak sehat, dan diam-diam dia telah menyelundupkan sebuah cangkul ke dalam kamarnya.

Mulailah dia menggali lantai kamarnya, membuat terowongan di dalam tanah menuju ke kamar tahanan. Dia bekerja keras sampai kedua tangannya lecet-lecet berdarah, namun tidak pernah dia berhenti sebentarpun. Dengan penuh semangat dia terus menggali dan akhirnya, lewat tengah malam, dia dapat menembus kamar tahanan dan muncul di dalam kamar itu di waktu In Hong masih pingsan dan Bun Houw dalam keadaan setengah sadar karena saat itu pengaruh racun perangsang sudah mencapai puncak kekuatannya yang hampir tak tertahan olehnya. Baiknya In Hong telah menggeletak pingsang, kalau tidak entah apa yang akan terjadi antara dia dan gadis itu!

Liong Si Kwi yang sudah berhasil masuk ke kamar itu, ketika melihat Bun Houw menggeletak seperti orang yang tak bernyawa lagi, segera meloncat mendekati dan berlutut di dekat pemuda itu, memeriksa dan legalah hatinya ketika melihat Bun Houw ternyata masih bernapas, bahkan bibirnya bergerak-gerak mengeluarkan suara lemah yang tak dimengertinya karena pada saat itu hati Si Kwi tegang bukan main, khawatir kalau-kalau perbuatannya diketahui penjaga sebelum dia berhasil membebaskan Bun Houw dihalangi oleh orang-orang berkepandaian tinggi di tempat itu.

Dia tidak tahu akan apa yang dilakukan oleh suami isteri majikan Padang Bangkai itu, maka dia bingung melihat Bun Houw yang siang tadi masih sehat kini menggeletak di lantai dalam keadaan seperti orang yang tidak sadar. Juga dia melihat In Hong pingsan.

Tadinya memang dia berniat untuk membebaskan mereka berdua, karena dengan adanya mereka berdua yang berilmu tinggi, kesempatan atau harapan untuk lolos lebih banyak lagi. Kini, melihat keadaan Bun Houw setengah pingsan dan gadis perkasa itu malah pingsan sama sekali, Si Kwi menjadi bingung, akan tetapi akhirnya dia mengambil keputusan untuk menyelamatkan Bun Houw saja.

Cepat dia mendukung tubuh Bun Houw dan membawanya masuk ke dalam lubang terowongan yang dibuatnya. Biarpun tidak mudah membawa Bun Houw yang merangkulnya, dan yang mengelus rambutnya, mendekapnya dan kadang-kadang mencium pipi dan lehernya seperti orang mabok itu, namun akhirnya berhasil jugalah Si Kwi membawa pemuda itu keluar dari lubang terowongan dan tiba di dalam kamarnya.

“Eh... eh, taihiap...!”

Si Kwi terkejut sekali karena kini Bun Houw membuka matanya yang merah dan pemuda itu langsung merangkul dan menciumi bibirnya dengan penuh nafsu.

Si Kwi telah lama merindukan seorang pria yang akan memeluk dan menciumi seperti itu, maka kekagetan dan perlawanannya hanya sebentar saja, dan tak lama kemudian dia balas memeluk dan balas menciumi, tidak kalah hebatnya dengan orang yang terpengaruh obat perangsang. Keduanya lalu terguling di atas pembaringan Si Kwi dan mereka melupakan segala-galanya.

Kalau tadi Bun Houw masih tidak melanggar keyakinannya dan dapat bertahan sehingga dia tidak melakukan hubungan dengan In Hong seperti yang dikehendaki oleh mereka yang sengaja meracuninya, adalah karena di fihak In Hong masih ada penolakan dan memang di lubuk hati Bun Houw, dia sama sekali tidak melakukan sesuatu yang tidak patut terhadap dara yang dicintainya itu.

Akan tetapi sekali ini, selagi pengaruh obat perangsang itu memuncak dan sepenuhnya menguasainya, dia mendapat pelayanan dari Si Kwi, bahkan gadis itu lebih hebat merayunya seperti orang mabok pula, maka tentu tidak ada lagi yang menahan Bun Houw dan Si Kwi! Berlangsunglah hubungan kelamin seperti yang dikehendaki oleh Ang-bin Ciu-kwi dan Coa-tok Sian-li, hanya bedanya, putera ketua Cin-ling-pai itu tidak melakukannya dengan In Hong, melainkan dengan murid He I Siankow!

Pada saat itu, Bun Houw sudah lupa segala-galanya, hampir tidak sadar sama sekali dan yang ada hanyalah keinginan untuk memenuhi desakan nafsu berahinya yang bernyala-nyala itu. Andaikata Si Kwi menolaknya seperti yang dilakukan oleh In Hong tadi, tentu sedikit sisa kesadaran yang masih membekas itu cukup untuk membuat pemuda ini sadar dan menghentikan perbuatannya.

Akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Si Kwi yang sudah jatuh hati benar-benar itu dan yang maklum bahwa perbuatannya menolong pemuda itu merupakan permainan yang mempertarubkan nyawa, ingin dalam saat terakhir dan kesempatan selagi dia masih hidup itu untuk menyerahkan jiwa dan raganya kepada pemuda yang dikagumi dan dicinta ini.

Terjadilah hubungan dan bagaikan sebuah gunung berapi yang penuh dengan api dan uap, meledaklah Bun Houw. Menjelang pagi, barulah dia sadar karena pangaruh racun perangsang itu menipis. Begitu dia sadar dan melihat bahwa dia memeluk tubuh Si Kwi yang memandangnya dengan penuh kemesraan, pemuda ini terkejut bukan main, terkejut karena dia tahu apa yang telah terjadi. Sambil berteriak nyaring pemuda ini yang tadi bangkit duduk, terguling dan roboh pingsan!

Penyesalan yang amat hebat, ditambah rasa kaget yang luar biasa besarnya, dan pemborosan tenaga yang didorong oleh racun, ketegangan-ketegangan yang dideritanya sejak dia menghadapi In Hong dalam keadaan keracunan, pengerahan tenaga kemauan yang amat hebat ketika dia menekan dorongan nafau bersama In Hong, semua itu menghantamnya di sebelah dalam sehingga dia roboh pingsan.

“Ha-ha-ha-ha! Sungguh hebat... sungguh hebat bukan main!” Tiba-tiba terdengar suara tertawa Ang-bin Ciu-kwi di luar jendela kamar itu.

Si Kwi yang tadinya terlena oleh kepuasan hasrat yang terpenuhi, yang makin menebal rasa kasih sayangnya kepada pemuda itu yang kini dianggapnya sebagai miliknya dan yang memilikinya, sebagai suaminya walaupun tidak secara sah, kini seperti disiram air dingin. Dia sadar akan semua yang telah terjadi. Dia tidak menyesal, hanya khawatir karena dia telah ketahuan dan akan celakalah Bun Houw! Dengan cepat dia melompat dan kembali terdengar suara Ang-bin Ciu-kwi di luar jendela.

“Liong Si Kwi, engkau sungguh hebat! Akan tetapi sayang, dia keburu pingsan! Biarlah aku yang akan memuaskan dirimu, manis. Bukalah jendela ini, biarkan aku masuk.”

Si Kwi menyambar pakaiannya, memakai pakaian itu secepatnya dan segera disambamya siang-kiam di atas mejanya dan dicabutnya sepasang pedang itu lalu menghadapi jendela dengan beringas, siap untuk mengadu nyawa dengan Ang-bin Ciu-kwi.

“Ha-ha-ha, tenanglah, manis. Aku datang untuk menonton pertunjukan menarik yang berlangsung di dalam kamar ini tadi, sungguh asyik sekali... hemm, dan kau membangkitkan gairahku. Bukalah jendela ini, manis dan mari kita bermain-main sebentar. Atau kau lebih suka kalau aku pergi kepada Hek I Siankouw dan melaporkan apa yang telah terjadi disini?”

Si Kwi yang sudah siap menerjang ke luar jendela itu menjadi terkejut. Maklumlah dia bahwa kalau sampai Setan Arak ini yang melapor kepada gurunya, nyawanya tidak tertolong lagi, demikian pula nyawa Bun Houw. Oleh karena itu, dia mengambil keputusan untuk mandahului laporan orang lain, apalagi laporan Ang-bin Ciu-kwi yang tentu akan memberi bumbu-bumbu lain yang lebih memanaskan hati subonya lagi.

Memang, kalau dia menuruti kehendak Ang-bin Ciu-kwi, boleh jadi peristiwa antara dia dan Bun Houw tadi akan tertutup, akan tetapi, lebih baik dia mati saja daripada harus menuruti permintaan Ang-bin Ciu-kwi! Pula, setelah kini keadaannya sama sekali berubah daripada keadaan asyik-masuk seperti tadi, dara ini sadar pula bahwa adanya Bun Houw tadi melakukan perbuatan seperti itu adalah karena pemuda itu berada dalam keadaan tidak sadar, seperti orang mabok.

Kini mengertilah dia bahwa pemuda itu tentu terkena bius, terkena racun yang menyebabkan pemuda itu mudah saja melakukan perbuatan tadi bersama dia. Dia dapat menduga kini mengapa dia mendapatkan diri Bun Houw menggeletak hampir tidak sadar dengan tubuh panas dan sikap begitu hangat, merangkul dan hendak menciuminya, dan mengerti pula dia mengapa In Hong juga pingsan.

Kiranya mereka berdua itu telah diberi racun, dan siapa lagi yang memberi racun kalau tidak suami isteri Padang Bangkai yang terkenal sebagai ahli-ahli tentang racun itu? Dia teringat akan pengalamannya sendiri ketika hampir diperkosa oleh Ang-bin Ciu-kwi. Diapun diberi minum arak dan segera dia diserang oleh racun perangsang yang amat hebat sehingga hampir-hampir saja dia menyerahkan diri secara suka rela kepada setan itu!

Dewi Maut







Tidak ada komentar: