***

***

Ads

Senin, 06 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 093

Sin Liong memperhatikan tiga orang kakek yang kelihatan marah itu. Orang pertama adalah seorang kakek berusia enam puluh tahun lebih, bertubuh tinggi besar dengan muka menyeramkan, seperti muka Panglima Tio Hui di jaman Sam Kok, penuh cambang bauk yang membuatnya nampak gagah. Kakek ini dijuluki Hai-liong-ong (Raja Naga Laut) Phang Tek. Kakek ini orangnya pendiam, serius dan ilmu pedangnya amat disegani oleh seluruh dunia kang-ouw di selatan.

Hai-liong-ong Phang Tek inilah yang mewarisi kepandaian dari mendiang Lam-hai Sin-ni, seorang di antara datuk-datuk dunia hitam pada waktu puluhan tahun yang lalu (baca cerita Pedang Kayu Harum). Karena dia tidak pandai bicara, maka dalam segala macam pertemuan, dia menyerahkan kesempatan kepada adik kandungnya untuk menjadi wakil pembicara dari Lam-hai Sam-lo (Tiga Kakek Laut Selatan).

Adiknya itu bernama Phang Sun, berjuluk Kim-liong-ong (Raja Naga Emas), berusia enam puluh tahun akan tetapi sungguh tidak patut dia menjadi adik kandung Hai-liong-ong Phang Tek. Kalau kakaknya itu merupakan seorang pria yang tinggi besar dan gagah sekali, sebaliknya Phang Sun ini tubuhnya pendek kecil seperti orang berpenyakitan, kepalanyapun kecil lonjong tidak ditumbuhi rambut tapi matanya tajam sekali. Dia kelihatan aneh, lebih mirip setan daripada manusia karena selain bentuk kepala gundul lonjong dan tubuhnya yang aneh itu, juga dia mempunyai kebisaan janggal, yaitu tidak pernah memakai baju dan sepatu.

Tubuh atasnya telanjang, hanya tubuh bawah tertutup celana panjang sampai ke bawah betis, kemudian kedua kakinya itupun telanjang. Pada lengan kirinya yang kecil pendek itu nampak sebuah gelang emas tebal. Akan tetapi, biarpun kakek ini kelihatan aneh dan ringkih, namun sesungguhnya dia lihai bukan main, tidak kalah lihai dibandingkan dengan kakaknya. Dia memiliki tenaga sin-kang yang luar biasa, di samping kecerdikannya dan juga dia terkenal memiliki kepandaian tentang racun-racun jahat.

Orang ke tiga dari Lam-hai Sam-lo juga memiliki wajah yang mengerikan. Bentuk tubuh dan pakaiannya biasa saja, akan tetapi wajahnya amat buruk mengerikan, dengan hidung pesek sekali, melesak ke dalam dan mulut lebar dengan gigi tidak karuan susunannya, membuat wajahnya itu nampak seperti tengkorak. Akan tetapi, kakek yang usianya juga sudah enam puluh tahun ini memiliki tenaga kasar yang amat kuat, sekuat gajah dan ilmu silatnya juga tinggi sehingga kalau dibandingkan dengan kedua orang rekannya, dia hanya kalah sedikit saja. Namanya Hek-liong-ong (Raja Naga Hitam) Cu Bi Kun.

“Ouwyang Bu Sek, kami bertiga datang bukan untuk beramah-tamah atau mengobrol denganmu!” kata Kim-liong-ong Phang Sun si kecil pendek dengan suaranya yang lantang dan besar, sungguh berlawanan dengan bentuk tubuhnya.

“Aihhh... habis mau apa? Sayang aku tidak memiliki arak wangi dan hidangan sedap maka tidak dapat menyuguhkan apa-apa.”

“Ouwyang Bu Sek, bersiaplah engkau. Kami datang untuk membuat perhitungan denganmu. Marilah kita selesaikan perhitungan diantara kita dengan mengadu kepandaian,” kata pula Phang Sun.

“Wah-wah, ini namanya mengkhianati alam yang begini indah! Tadinya kukira kalian hanya ketularan penyakit umum dari manusia yang tidak dapat menikmati keadaan sehingga orang-orang di tepi laut tidak dapat menikmati lagi keindahan lautan dan pergi mencari keindahan di pegunungan, sebaliknya orang pegunungan sudah bosan dengan keindahan di pegunungan lalu pergi mencari keindahan di tepi lautan. Kiranya kalian datang untuk menantangku berkelahi mati-matian mengotori pemandangan yang begini indah. Dan kalian ingin menyelesaikan perhitungan, padahal aku tidak merasa mempunyai hubungan apa-apa kepada kalian.”






“Ouwyang Bu Sek, tak perlu berpanjang lidah! Dua tahun yang lalu engkau telah menjatuhkan fitnah atas diri kami ketika diadakan pemilihan bengcu. Apakah engkau masih hendak menyangkal hal itu?” bentak Kim-liong-ong marah sedangkan Hek-liong-ong sudah mengepal tinjunya, Hai-long-ong sudah memukul-mukulkan tongkatnya ke atas tanah.

Kembali kakek cebol itu tertawa, kelihatannya tenang-tenang saja melihat betapa mereka itu marah-marah.

“Aih-aihh, jadi kiranya hal itukah yang kalian maksudkan? Aku tidak merasa menjatuhkan fitnah. Kawan-kawan, tahukah kalian apa artinya fitnah? Fitnah adalah tuduhan terhadap orang lain tanpa bukti nyata, itulah fitnah. Akan tetapi, aku telah membongkar rahasia kecabulan kalian bertiga dengan bukti-bukti, itu sama sekali bukan fitnah namanya!”

Wajah tiga orang kakek itu menjadi marah sekali dan kemarahan mereka makin berkobar.

“Kau mencampuri urusan pribadi orang lain!” bentak Hai-liong-ong Phang Tek.

“Kau menghina kami di depan orang banyak!” bentak pula Hek-liong-ong Cu Bi Kun.

“Ouwyang Bu Sek, tak perlu banyak cakap. Kami datang untuk membalas penghinaan yang kau lemparkan ke atas kepala kami. Hayo kau lawan kami, kalau tidak berani, lekas berlutut minta ampun, barangkali kami masih hendak mempertimbangkan hukumanmu!” Kim-liong-ong Phang Sun berkata.

“Ha-ha-ha, aku tidak berani? Lam-hai Sam-lo, kalau aku melawan, apamukah yang kalian andalkan untuk dapat menang?”

Mendengar ucapan ini, Hek-liong-ong sudah tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Sebagai seorang datuk yang amat terkenal, biarpun tadi dia sudah meraba-raba gagang goloknya, namun dia tidak mau sembarangan mengeluarkan senjata. Kepandaiannya terlalu tinggi untuk secara sembrono mempergunakan senjata, karena kaki tangannya saja sudah merupakan senjata-senjata maut yang ampuh. Maka sambil menggereng marah dia sudah menubruk maju dan karena kakek raksasa muka hitam ini memang kuat bukan main, begitu dia menjejakkan kakinya di atas tanah untuk landasan menubruk, bumi seperti tergetar dan gerakannya didahului angin yang kuat.

“Wuuuttt... bresss...!”

Debu mengepul tinggi ketika kakek raksasa ini menubruk, akan tetapi yang ditubruknya telah lenyap sehingga dia menangkap angin belaka. Demikian cepatnya gerakan Ouwyang Bu Sek, sehingga elakannya itu sampai tidak kelihatan oleh lawannya yang menyerang.

Akan tetapi tentu saja nampak oleh Hai-liong-ong Phang Tek yang juga memiliki gin-kang istimewa, maka melihat tubrukan temannya itu luput dan melihat betapa kakek cebol itu menggunakan gin-kangnya yang hebat, diapun lalu berseru keras dan tubuhnya menyambar ke depan seperti kilat cepatnya, lalu kedua tangannya sudah menampar dari kanan kiri dengan gerakan melingkar sehingga gerakan kedua tangan ini sudah menutup semua jalan keluar!

“Bagus!”

Ouwyang Bu Sek memuji karena memang serangan orang pertama dari Lam-hai Sam-lo itu hebat bukan main dan dia tidak lagi melihat jalan keluar untuk mengelak sehingga otomatis dia harus memapaki dua tamparan dari kanan kiri dengan tangkisan kedua lengannya yang pendek.

“Dukk! Dukkk!”

Hebat sekali benturan antara dua pasang lengan itu dan akibatnya, tubuh Hai-liong-ong Phang Tek terdorong ke belakang sedangkan kakek cebol itu menertawakannya! Jelas bahwa kakek cebol itu lebih kuat dalam mengadu tenaga sin-kang tadi.

“Hemmm...!”

Suara ini keluar dari mulut Kim-liong-ong yang sudah menggerakkan tangan menyerang. Sekali ini, Ouwyang Bu Sek terkejut karena sambaran angin dahsyat yang keluar dari tangan kakek kurus pendek ini ternyata amat kuatnya dan terdengar suara mencicit nyaring.

“Bagus!” Dia memuji lagi dan cepat diapun mendorongkan tangannya menyambut.

“Plakk!”

Dua telapak tangan kanan bertemu dan melekat, dari dalam dua telapak tangan itu meluncur tenaga sin-kang yang amat kuat dan kini mereka saling mendorong. Biarpun Kim-liong-ong Phang Sun nampak terdorong ke belakang, namun dia dapat mempertahankan dan Ouwyang Bu Sek maklum bahwa orang ke tiga dari Lam-hai Sam-lo ini memiliki sin-kang yang terkuat di antara mereka bertiga. Dan tiba-tiba dia mengeluarkan seruan aneh ketika merasa betapa telapak tangannya gatal-gatal.

“Ih, kau iblis beracun!” bentaknya dan Ouwyang Bu Sek yang maklum bahwa selain amat kuat sin-kangnya, juga Kim-liong-ong ini ternyata memiliki tangan beracun, mengerahkan tenaganya dan tubuh lawannya itu terpental, telapak tangan mereka terlepas dari lekatan lawan.

Namun, Hai-liong-ong dan Hek-liong-ong sudah menyerang lagi dari kanan kiri, membuat Ouwyang Bu Sek kewalahan juga. Kakek cebol ini masih tertawa-tawa ketika dia menyambut serangan mereka dan gerakannya aneh dan lincah, tubuhnya yang kecil itu menerobos ke sana-sini diantara sambaran tangan dan kaki tiga orang lawannya yang lihai.

Namun, biarpun kakek cebol itu masih tertawa-tawa, sebenarnya dia repot bukan main menghadapi pengeroyokan Lam-hai Sam-lo. Tiga orang kakek ini bukan orang sembarangan melainkan datuk-datuk selatan yang lihai sekali, selain memiliki sin-kang yang amat kuat juga mereka memiliki ilmu-ilmu silat yang aneh.

Kalau mereka bertiga tidak mengeluarkan senjata, hal ini adalah karena selain si cebol juga bertangan kosong, juga mereka merasa berada di fihak yang mendesak dan menang. Andaikata mereka itu maju seorang demi seorang, agaknya mereka masih tidak akan mampu menandingi Ouwyang Bu Sek, akan tetapi dengan maju bersama, mereka dapat saling melindungi dan tentu saja keadaan mereka menjadi tiga kali lipat kuatnya, membuat Ouwyang Bu Sek repot sekali dan kakek cebol ini hanya mampu mempertahankan diri, mempergunakan kecepatan gerakannya untuk mengelak ke sana-sini dan kadang-kadang mengandalkan sin-kangnya untuk menangkis. Namun dia tidak mempunyai kesempatan lagi untuk balas menyerang.

Betapapun juga, setelah mempertahankan diri lebih dari seratus jurus, ketika agak terlambat gerakannya, Ouwyang Bu Sek kena dihantam oleh telapak tangan Kim-liong-ong pada pundaknya.

“Desss...!”

Biarpun Ouwyang Bu Sek sudah mengerahkan tenaga saktinya sehingga tubuhnya kebal dan hantaman itu tidak sampai melukainya, namun tubuhnya terpelanting dan bergulingan di atas tanah.

Pada saat itu terdengar suara gerengan seperti seekor binatang buas yang marah dan nampak berkelebat sesosok tubuh yang dengan cepatnya menubruk ke arah Kim-liong-ong Phang Sun yang baru saja menghantam Ouwyang Bu Sek.

Bayangan ini bukan lain adalah Sin Liong. Pemuda ini tadi hanya menonton karena dia maklum betapa lihainya tiga orang lawan kakek cebol itu. Akan tetapi melihat kakek cebol itu terpukul roboh, dia cepat meloncat dan menerjang kakek kecil aneh itu dan langsung menyerang dengan pukulan-pukulan keras dan totokan-totokan satu jari tangan kirinya.

Pemuda ini memang memiliki sin-kang luar biasa, maka tentu saja serangan-serangannya mendatangkan angin yang dahsyat, membuat Kim-liong-ong terkejut dan cepat mengelak.

Ouwyang Bu Sek tertawa girang dan dia sudah meloncat bangun lagi, kini kakek ini mendesak dan melawan pengeroyokan Hai-liong-ong dan Hek-liong-ong sambil tertawa-tawa. Mendengar kakek cebol itu tertawa-tawa, hati Sin Liong merasa lega karena hal itu membuktikan bahwa kakek cebol itu tidak terluka parah, maka dia dapat mencurahkan perhatiannya menghadapi kakek kecil aneh itu.

Kim-liong-ong Phang Sun kini marah bukan main. Kiranya yang menolong musuh mereka itu hanya seorang pemuda cilik dan biarpun dia tahu bahwa pemuda ini memiliki tenaga sakti yang besar dan ilmu silat yang aneh dan tinggi, namun gerakan pemuda ini masih mentah. Maka ketika dia melihat Sin Liong mendesak, dan menghantam, dia sengaja mengerahkan sin-kangnya untuk menangkis lengan pemuda itu dan mematahkannya.

“Plakk...! Aahhhhh...!”

Kim-liong-ong berteriak kaget bukan main karena tangannya bertemu dengan lengan seorang pemuda kecil dan tangan itu melekat, kemudian mendadak dia merasa betapa tenaga sin-kang yang dipergunakan untuk menangkis tadi kini memberobot keluar, membanjir meninggalkan tubuhnya melalui tangan, disedot oleh lengan bocah itu!

Dia berusaha untuk menarik kembali tangannya sambil mengerahkan sin-kang, akan tetapi celakanya, makin dia mengerahkan sin-kang, makin banyak tenaganya membanjir keluar!

Melihat wajah temannya yang terbelalak matanya dan pucat mukanya itu, Hek-liong-ong terkejut dan menduga bahwa tentu bocah itu melakukan hal aneh dan mungkin memiliki ilmu luar biasa, maka diapun menerjang dan menghantamkan kepalan tangannya ke arah Sin Liong.

Pada waktu itu, Sin Liong telah memiliki kewaspadaan dan kegesitan seorang ahli silat tinggi. Kepekaan tubuhnya mulai bangkit setelah dia menerima latihan dari Ouwyang Bu Sek, maka menghadapi hantaman yang mengandung tenaga raksasa yang amat kuat itu, dia tidak menjadi bingung. Dengan miringkan sedikit tubuhnya, dia menghindarkan pukulan langsung, kemudian lengannya menangkis.

“Plakkk!”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: