***

***

Ads

Rabu, 08 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 109

Semua ini makin mengganggu hatinya dan akhirnya Sin Liong tidak kuat bertahan lagi dalam kamarnya, lalu diam-diam dia keluar melalui jendela dan membiarkan angin malam menyejukkan tubuhnya, walaupun hatinya masih juga panas dan berdebar. Dicobanya untuk bersamadhi di tengah taman indah yang sunyi dan remang-remang itu, namun usahanya sia-sia belaka, makin diusir bayangan-bayangan wanita itu, makin jelas nampak kecantikan mereka dan jelas terdengar suara halus mereka membujuk rayu.

Dari manakah datangnya gelora nafsu berahi dan bagaimana terjadinya? Mengapa demikian sukarnya untuk diusir kalau datang mencengkeram batin sehingga amat menggelisahkan orang, mendorong-dorong orang untuk melaksanakan hasrat itu yang mencari pemuasan?

Nafsu berahi, seperti nafsu apapun juga yang dapat meliputi batin, datang dari pikiran kita sendiri, datang dari ingatan atau kenangan. Memang ada naluri jasmaniah yang bergerak sesuai dengan kewajaran, yang menggerakkan atau menyentuh berahi demi kepentingan perkembangan dan pembiakan, mendekatkan jantan dan betina, pria dan wanita satu sama lain berikut daya tarik masing-masing.

Namun, hasrat yang timbul dari daya tarik jasmaniah ini sungguh tidak sama dengan nafsu berahi yang menggerogoti batin dari sebelah dalam, karena nafsu berahi ini, seperti nafsu lain, digerakkan oleh pikiran. Pikiran mencatat sebagai ingatan hal-hal yang diangap atau dirasakan sebagai hal yang menyenangkan, yang menimbulkan nikmat, dan ingatan ini yang menghidupkan kembali pengalaman atau pengalaman orang lain yang dikenal itu, yang dianggap nikmat dan menyenangkan sehingga selalu timbul keinginan untuk mengulang, atau ikut mengalami, merasakan sendiri hal yang dibayangkan sebagai hal nikmat menyenangkan itu. Pikiran menciptakan si aku yang ingin menikmati, ingin mengulang kesenangan dan menjauhkan penderitaan.

Nafsu berahi tidak mungkin timbul tanpa adanya pikiran yang membayang-bayangkan hal yang dianggap nikmat menyenangkan itu. Jadi, pikiran yang mengingat-ingat dan mengenang, membayangkan, merupakan pupuk yang menyuburkan nafsu berahi.

Tentu saja tidak mungkin untuk menghalau nafsu yang timbul dengan paksaan, dengan kemauan atau dengan pelarian. Memang dapat berhasil, akan tetapi hasil ini hanya sementara saja dan nafsu itu akan timbul kembali sewaktu-waktu, kemudian akan kita usir, datang lagi, usir lagi maka kita terseret ke dalam konflik yang terus menerus antara kedatangan nafsu dan pengusirannya.

Biasanya kita hanya melakukan satu di antara dua hal apabila nafsu berahi datang menyerang. Pertama, tunduk dan bertekuk lutut menyerah lalu membiarkan diri dibawa ke manapun, dibuai nafsu yang menuntut pemuasan, maka terjadilah perjinaan, permainan cinta dengan cara apapun juga demi pelampiasan nafsu kita yang pada tingkat terakhir hanya akan mendatangkan penyesalan dan kekecewaan belaka.

Ke dua, setelah kita maklum bahwa pemuasannya hanya mendatangkan penyesalan, atau setelah kita yakin dari pelajaran bahwa nafsu itu tidak baik dan sebagainya, kita lalu menolaknya, kita melarikan diri darinya, atau kita berusaha sedapat mungkin untuk mengusirnya.

Yang pertama akan membuat kita menjadi manusia hamba nafsu yang akhirnya membuat kita menjadi orang yang lemah lahir batin, sedangkan yang ke dua akan menyeret kita ke dalam lingkaran setan dari konflik yang terus menerus

Mengapa kita tidak pernah menghadapi nafsu seperti apa adanya, memandangnya, mengamati nafsu itu yang bukan lain adalah pikiran kita sendiri, yang bukan lain adalah kita sendiri? Mengapa kita tidak mempelajari diri sendiri, apa yang terjadi dalam benak kita, dalam hati dan perasaan kita, yang berhubungan dengan nafsu itu? Mengapa kita hendak melarikan diri? Pelarian diri tidak mungkin sama sekali, karena betapa mungkin kita lari dari nafsu, yang sesungguhnya adalah kita sendiri, betapa mungkin kita lari dari diri sendiri? Siapa yang hendak lari itu? Siapa yang hendak mengusir nafsu itu? Yang mengusir adalah kita sendiri, yang diusir juga kita sendiri, betapa mungkin?






Pikiran hendak mengusir akibat dari pikiran sendiri! Mengapa kita tidak pernah mencurahkan perhatian terhadap nafsu ketika ia timbul, memandangnya dengan penuh kewaspadaan dan kesadaran, tanpa pamrih sedikitpun untuk mengusir atau untuk melarikan dari padanya, tanpa menolak atau menerima kehadirannya, melainkan memandang saja, penuh perhatian dan kewaspadaan? Pengamatan inilah yang akan menciptakan kewaspadaan dan pengertian! Pengamatan tanpa pamrih inilah yang akan menimbulkan perubahan, bahkan melenyapkan nafsu tanpa ada yang mengusirnya!

Demikian pula dengan halnya Sin Liong. Seperti juga orang lain, seperti kebanyakan di antara kita, dia ingin melarikan diri dari nafsu yang mencekamnya, ingin mengusir nafsu itu karena dia menganggap bahwa nafsu yang menguasainya itu tidak baik, melanggar tata susila dan sebagainya.

Memang akhirnya dia berhasil, akan tetapi dia merasa lelah lahir batin ketika lewat tengah malam dia kembali ke kamarnya, dengan badan dan batin lemas, seolah-olah dia habis berkelahi melawan musuh yang amat kuat. Dia melempar tubuhnya ke atas pembaringan dan memang dia dapat juga tidur pulas, akan tetapi, di dalam tidurnya itu, sang nafsu berahi masih terus melanjutkan sepak terjangnya dalam bentuk impian!

Sin Liong bermimpi dan dalam mimpi itu dia bertemu dengan Gu-siocia, yang membujuk rayu dia, dan berbeda dengan kenyataannya di sore hari tadi, dalam mimpi itu dia menyambut dara itu dengan gembira, memeluk dan menciuminya. Dalam keasyikan bercinta, kesenangan bermain cinta seperti yang belum pernah dirasakan sebelumnya, hanya dibayangkannya saja itu, tiba-tiba kesadarannya melawan lagi dan Sin Liong terbangun. Tubuhnya penuh keringat dan celananya menjadi basah!

Mimpi adalah kelanjutannya dari keadaan batin kita di siang harinya, baik siang hari tadi, kemarin atau beberapa tahun yang lalu. Keadaan sehari-hari yang menggores kalbu, yang mendatangkan kesan, terukir dalam-dalam di batin kita dan batin yang membutuhkan ketenangan dan pengosongan dari isinya yang padat itu, mencari penyelesaiannya sendiri dalam bentuk mimpi.

Sin Liong duduk terengah-engah, tubuhnya terasa lelah kehabisan tenaga, akan tetapi dia merasa lega, seolah-olah persoalan yang menekan hatinya kini telah selesai dan beres. Setelah membersihkan diri, dia lalu tidur lagi dan sekali ini tidurnya pulas tanpa gangguan apapun.

Pada keesokan harinya, Ceng Han Houw muncul dengan wajah berseri dan kedua lengannya memeluk pinggang ramping dua orang di antara lima pelayan wanita yang kemarin melayaninya. Tidak nampak Gu-siocia di antara mereka.

Setelah melihat Sin Liong keluar dari kamar dan sudah berpakaian rapi karena pagi tadi Sin Liong sudah bangun dan mandi kemudian bertukar pakaian, pangeran itu mencium mulut dua orang itu bergantian, ciuman yang membuat Sin Liong berpaling membuang muka.

“Ha-ha, kalian manis sekali dan akan kuingat kalian. Sekali waktu aku akan menyuruh utusan menjemput kalian menjadi selir-selirku. Nah, pergilah, sampaikan kepada Gu-taijin bahwa kami akan berangkat pagi ini, agar disediakan dua ekor kuda yang terbaik.”

Sambil tertawa pangeran itu mendorong dua orang dara pelayan yang tersenyum dengan muka berseri itu dan mereka pergi dari situ sambil berlari kecil, seperti dua ekor kupu-kupu yang indah beterbangan di atas bunga-bunga.

“Ha-ha, pilihanku tepat, Liong-te. Mereka berdua itu adalah gadis-gadis yang mulus dan manis, menyenangkan sekali. Kalau sudah ada kesempatan, aku tentu akan mengirim utusan untuk menjemput mereka.” Kemudian pangeran itu menatap wajah Sin Liong dengan alis berkerut. “Liong-te, kenapa kau begitu bodoh? Benarkah katamu malam tadi bahwa engkau belum pernah berdekatan dengan wanita?”

Sin Liong menggeleng kepala dan cepat dia berkata untuk mengalihkan percakapan dari dirinya.

“Dan yang lain-lain... Gu-siocia itu, ke mana? Mengapa tidak bersamamu, Houw-ko?”

Pangeran itu tertawa.
“Aku bukan orang bodoh, Liong-te, dan aku paling benci kepada wanita yang palsu.”

“Maksudmu?”

“Nona Gu itu sengaja hendak menyerahkan dirinya dalam pamrihnya menjadi selir seorang pangeran, bahkan orang tuanya juga mendorongnya. Aku tidak sudi dijebak seperti itu. Kalau dua orang dara pelayan itu lain lagi, mereka menyerahkan diri karena memang suka kepadaku. Sudahlah, engkau tentu tidak mengerti. Mari kita siap-siap untuk berangkat. Nah, itu Gu-taijin datang sendiri!”

Pembesar itu memberi hormat kepada Han Houw, akan tetapi biarpun sikapnya ramah-tamah dan sopan santun, Sin Liong melihat adanya kekecewaan membayang pada wajah pembesar ini. Dia tidak tahu benar apakah kekecewaan itu ada hubungannya dengan penolakan Han Houw terhadap puterinya!

Tak lama kemudian, dua orang pemuda itu melanjutkan perjalanan, menunggang dua ekor kuda baru pilihan, keluar kota dan melanjutkan perjalanan ke utara.

Nama Raja Sabutai amat terkenal di seluruh Tiongkok dan di luar tembok besar. Bagi para suku bangsa pengembara, nama ini dikenal sebagai seorang raja besar yang pernah menaklukkan hampir seluruh bangsa pengembara, menyusun kekuatan yang amat besar terdiri dari suku-suku bangsa yang dipersatukan. Bagi kerajaan di Tiongkok, nama Raja Sabutai tidak kalah terkenalnya.

Siapakah yang tidak mengenal raja liar yang pernah menawan mendiang Kaisar Ceng Tung bahkan kemudian pernah menyerbu masuk ke selatan, melewati tembok besar, bahkan jauh ke selatan dan pernah menjebolkan pertahanan kota raja? Walaupun akhirnya pasukan liar yang dipimpin Raja Sabutai itu berhasil dipukul mundur, namun namanya masih ditakuti dan banyak orang merasa seram dan ngeri kalau mengingat akan keganasan pasukan Raja Sabutai ketika menyerbu ke selatan.

Bukan hanya terkenal di kalangan suku bangsa pengembara di luar tembok besar dan terkenal di sebelah dalam tembok besar sebagai raja liar yang ganas dan kuat, akan tetapi nama Sabutai ini bahkan terkenal pula di dalam dunia persilatan, di dunia kang-ouw, terutama sekali di wilayah utara, karena selain Sabutai merupakan seorang raja, dia juga terkenal sebagai seorang ahli silat yang lihai sekali, yang kepandaiannya sejajar dengan tingkat para datuk persilatan, karena raja itu adalah murid Hek-hiat Mo-li dan mendiang Pek-hiat Mo-ko.

Bahkan di waktu mudanya, Sabutai pernah menggegerkan dunia persilatan dengan mengalahkan banyak tokoh kang-ouw terkenal sehingga namanya menjadi terkenal di dunia kang-ouw. Akan tetapi di samping itu semua, diapun dikenal sebagai seorang raja yang royal terhadap tokoh-tokoh dunia kang-ouw, dapat menghargai orang-orang kang-ouw sehingga diam-diam dia disuka dan dihormati, terutama sekali oleh golongan hitam atau kaum sesat.

Inilah sebabnya maka ketika terdengar berita bahwa Raja Sabutai mengundang orang-orang kang-ouw yang berilmu tinggi untuk memasuki pemilihan guru silat untuk mengajar kepada pangeran putera raja itu, banyak orang pandai meninggalkan sarang atau tempat pertapaan mereka untuk pergi ke utara, keluar dari tembok besar. Mereka yang mengejar kedudukan, kemuliaan dan harta, tentu saja mengandung niat untuk memasuki pemilihan jagoan yang dapat dipilih menjadi guru silat.

Akan tetapi kebanyakan di antara mereka hanya datang ke tempat jauh itu karena tertarik dan ingin menonton. Setiap ada kesempatan di mana orang-orang yang berilmu tinggi datang dan saling berjumpa, pasti dunia kang-ouw menjadi gempar dan banyak orang datang hanya untuk berkenalan, nonton adu silat, dan meluaskan pengetahuan dan pengalaman.

Maka, pada waktu hari pemilihan guru silat itu makin mendekat, nampak setiap hari banyak orang menyeberangi tembok besar menuju ke utara, dan mereka ini tentu saja hanyalah orang-orang kang-ouw yang ingin mengunjungi tempat pemilihan guru silat itu, yaitu di Lembah Naga.

Kalau bukan orang kang-ouw yang memiliki kepandaian dan sudah biasa melakukan perjalanan jauh yang sukar, tentu tidak berani melakukan perjalanan yang selain jauh juga melalui daerah-daerah berbahaya itu.

Sebagian besar dari para tokoh kang-ouw adalah orang-orang daerah utara, karena tokoh-tokoh kang-ouw daerah selatan, terutama sekali yang bukan tergolong sesat, tentu saja tidak sudi untuk membantu orang asing, apalagi bekerja kepada Raja Sabutai yang merupakan musuh rakyat dan negara. Kalau ada juga di antara mereka yang ikut datang, semata-mata mereka itu hanya tertarik dan ingin nonton adu kepandaian tingkat tinggi.

Ceng Han Houw dan Sin Liong melakukan perjalanan cepat dan jarang mereka berhenti, bahkan tidak pernah pula Han Houw bersenang-senang seperti yang dilakukannya ketika dia berada di rumah pembesar Gu, karena waktunya sudah amat mendesak dan dia khawatir kalau-kalau dia akan datang terlambat. Maka dia bersama Sin Liong membalapkan kuda, dan setiap berhenti di sebuah kota hanya untuk minta ganti kuda kepada pembesar setempat yang melayani pangeran ini dengan segala kehormatan.

Ketika mereka sudah melewati tembok besar, Sin Liong mengenal daerah liar yang mendebarkan hatinya. Teringatlah dia akan perjalanannya ketika keluar dari Lembah Naga, dibawa oleh Kim Hong Liu-nio sebagai tawanan, bersama dengan Han Houw ini, sampai dia dirampas oleh Tok-ong Gak Song Kam, ketua Jeng-hwa-pang, kemudian mulailah dia dengan perjalanannya ke selatan sampai akhirnya dia menjadi murid Ouwyang Bu Sek, atau lebih tepat lagi, menjadi sute dari kakek aneh itu karena dia bersama kakek itu menjadi murid dari guru mereka yang belum pernah dikenal oleh Sin Liong, yaitu kakek manusia dewa yang hanya dikenal namanya dari suhengnya itu, yaitu Bu Beng Hud-couw yang katanya bermukim di puncak Himalaya sebagai orang suci atau dewa!

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: