***

***

Ads

Senin, 13 Maret 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 122

“Biarlah aku pergi. Biarpun engkau gagah dan tampan menarik, akan tetapi engkau tidak percaya kepadaku! Aku begini percaya kepadamu, mau kau bawa ke pondok ini, akan tetapi engkau menganggap aku orang asing yang tak boleh dipercaya. Untuk apa persahabatan berat sebelah ini dilanjutkan? Biarkan aku pergi!” Wanita itu terpincang-pincang hendak pergi.

“Eh-eh, nanti dulu... sayang, jangan marah. Aku hanya main-main. Siapakah namamu, manis?”

“Namaku Ang Bwee Hwa.”

“Ang Bwee Hwa (Bunga Bwee Merah)? Heh-heh, nama yang bagus, sebagus orangnya. Dan aku bernama Ciok Kwan.”

“Apa artinya perkenalan ini kalau kau tidak percaya...”

“Siapa bilang tidak percaya? Aku percaya padamu seratus prosen, manis.”

“Kenapa kau tidak mau menceritakan rahasia orang tawanan itu?”

“Stt, jangan keras-keras, aku takut terdengar orang. Dengar, mereka itu orang-orang penting dan berbahaya sekali sehingga sri baginda kaisar sendiri berkenan mengeluarkan perintah rahasia untuk membunuh mereka disini...”

“Ohhh...?” Wanita itu terkejut dan sang komandan tersenyum karena tidak heran melihat seorang wanita lemah terkejut mendengar tentang pembunuhan. “Mengapa?”

“Aku sendiri tidak tahu, hanya menurut perintah atasanku, kami harus siap, dan karena empat orang itu amat lihai, maka pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dengan membakar ruangan tahanan di mana mereka dikurung.”

“Ahhh...!” kembali wanita itu terkejut dan membelalakkan mata.

“Dan untuk menjaga agar mereka jangan lolos, kota raja telah mengirim jagoan yang mengerikan. Engkau akan takut kalau melihatnya, dia seorang nenek bermuka hitam seperti iblis, bersama seorang muridnya yang cantik sekali akan tetapi kabarnya murid itupun lihai bukan main. Selain itu, masih ada belasan orang jagoan yang mengawal dan membantu mereka.”

“Ihh, mengerikan sekali. Kapan pembakaran itu akan dilaksanakan?”

“Sekarang juga, setelah lewat senja ini, untung aku sudah bebas tugas, karena tugasku hanya menjaga sampai sore ini, lalu diganti oleh petugas-petugas dari kota raja itu... eh, ada apa?”

Komandan itu terkejut karena tiba-tiba berubahlah sikap wanita cantik itu. Tadi kelihatan begitu lemah ketakutan dan menderita nyeri, akan tetapi kini wajah yang manis itu kelihatan keras dan pandang matanya berkilat.

Akan tetapi wanita cantik yang bukan lain adalah Sun Eng itu kini sudah meloncat turun dari pembaringan. Ketika komandan Ciok itu mengulurkan tangan hendak meraih, tiba-tiba Sun Eng menampar dengan tangan kirinya dengan kecepatan seperti kilat menyambar. Komandan Ciok menjerit satu kali dan roboh dengan kepala retak-retak dan tewas seketika!






Dengan jantung berdebar tegang penuh kegelisahan mendengar berita itu, Sun Eng lalu berlari secepatnya menuju ke penjara. Senja telah mendatang dan cuaca mulai gelap. Dia khawatir kalau-kalau datangnya terlambat, maka dia mengerahkan seluruh kepandaiannya berlari cepat.

Sementara itu, di luar dan dalam penjara terjadi kesibukan-kesibukan ketika Kim Hong Liu-nio sendiri bersama Lee Siang menyusun pasukan untuk menjaga dan mengeroyok empat orang pendekar yang hendak dibunuh itu. Juga Hek-hiat Mo-li bersama tiga belas orang pembantunya telah siap di pintu depan. Lampu-lampu sengaja belum dipasang oleh para penjaga sehingga keadaan di situ mulai gelap dan remang-remang. Para penjaga telah diganti dengan tenaga-tenaga baru yang pilihan.

Tiba-tiba di dalam kegelapan yang mulai menyelimuti bumi itu terdengar teriakan melengking, teriakan seorang wanita dengan suara yang dikeluarkan melalui tenaga khi-kang sehingga terdengar menembus cuaca remang-remang itu.

“Suhuuuu...! Suboooo...! Keluarlah cepat, penjara hendak dibakar! Suhu dan subo terjebak oleh musuh!”

Dan dari pintu depan penjara itu, muncul seorang wanita yang bukan lain adalah Sun Eng. Para penjaga menjadi gempar dan cepat mereka menerjang dan mengurung, akan tetapi dengan Siang-tok-swa, pasir beracun harum yang digenggamnya, Sun Eng menyambut mereka sehingga dua orang penjaga memekik dan roboh menutupi muka mereka. Berbareng dengan itu, Sun Eng sudah mengelebatkan pedangnya dan roboh pula dua orang penjaga lain.

Keadaan menjadi makin geger, dan kini para penjaga mengurung rapat, belasan batang senjata ditujukan ke arah bayangan wanita yang mengamuk itu. Namun Sun Eng tidak menjadi gentar, pedangnya digerakkan dengan dahsyat dan yang nampak hanya sinarnya saja bergulung-gulung. Akhirnya, empat orang pengeroyok kehilangan senjata mereka, ada yang patah, ada pula yang terlempar entah ke mana!

“Suhuuu! Subooo! Keluarlah sebelum terlambat!” teriak lagi Sun Eng sambil mengamuk dan amukannya membuat para pengeroyoknya menjadi gentar juga. Melihat ini, Kim Hong Liu-nio menjadi marah.

“Dari mana datangnya bocah yang bosan hidup?” bentaknya dan dengan gerakan yang dahsyat dan cepat sekali murid Hek-hiat Mo-li ini sudah meloncat dan menyerang Sun Eng dengan tangan kirinya.

Sebelum tangan kiri mengenai sasaran, telah menyambar hawa panas dan terdengar suara berkerincingnya gelang-gelang emas di pergelangan tangan itu.

Sun Eng terkejut menyaksikan serangan yang dia tahu amat ampuh ini, maka cepat ia mengelebatkan pedangnya menangkis ke arah pergelangan tangan yang bergelang itu untuk membacoknya buntung.

“Trikkk!”

Sun Eng terkejut bukan main karena wanita cantik yang berpakaian indah itu berani menangkis pedangnya dengan tangan kosong dan ketika tangan itu bertemu dengan pedangnya, mucrat bunga api dan telapak tangannya terasa panas! Tahulah dia bahwa dia menghadapi seorang lawan tangguh yang tangannya terlindung benda kebal, maka dia sudah memutar pedangnya dan mengirim serangan bertubi-tubi ke arah lawan yang lihai itu.

Namun, dengan lincah dan ringannya, Kim Hong Liu-nio mengelak dan kadang-kadang menangkis dengan tangannya yang terlindung oleh sarung tangan tipis itu.

“Suhuuu! Subooo! Lekas keluar...!”

Akan tetapi Sun Eng menahan teriakannya karena pada saat itu ada sinar merah menyambar ke arah matanya. Dia cepat mengelak mundur dan mengelebatkan pedangnya, namun sinar merah itu tidak takut pada pedangnya dan ternyata itu adalah sehelai sabuk merah yang kini langsung menotok ke arah lehernya. Dia terkejut, miringkan tubuh, akan tetapi tetap saja pundaknya kena tertotok ujung sabuk yang biarpun kehilangan sasaran leher, namun masih amat kuat sehingga Sun Eng terhuyung ke belakang.

“Cepppp!”

Pada saat itu, dari belakang menyambar tusukan tombak dan serangan ini yang dilakukan selagi tubuh Sun Eng terhuyung tak dapat ditangkis atau ditolak oleh dara itu yang hanya mampu membuang diri ke samping sehingga tetap saja belakang pundak kirinya tertusuk tombak.

Darah mengucur keluar dan Sun Eng menahan rasa nyeri yang menyengat-nyengat, memutar pedang dan mengamuk. Akan tetapi sinar merah dari sabuk di tangan Kim Hong Liu-nio menahan semua gerakannya, membuatnya tidak berdaya dan kembali dia yang kini terdesak dan terkurung oleh para penjaga yang mendapat hati kembali melihat betapa Kim Hong Liu-nio dapat menguasai amukan wanita muda itu.

Betapapun lihainya Sun Eng yang telah mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua ilmu yang pernah dipelajarinya dari Cia Bun Houw dan Yap In Hong, akan tetapi karena memang tingkatnya kalah tinggi oleh Kim Hong Liu-nio, apalagi karena dia sudah terluka dan dikeroyok oleh banyak penjaga, akhirnya kembali gadis itu terluka oleh bacokan golok yang merobek celana dan kulit paha kanannya, membuat gerakannya makin kacau dan pakaiannya penuh dengan darah.

Namun, seperti singa betina dia mengamuk terus dan setiap ada kesempatan, tentu dia meneriaki suhu dan subonya untuk segera melarikan diri!

“Perempuan sial!”

Kim Hong Liu-nio marah karena dia khawatir kalau-kalau empat orang tawanan itu benar-benar dapat meloloskan diri oleh teriakan-teriakan itu. Maka dia segera melengking nyaring dan tiba-tiba ada sinar api meluncur ke arah dahi Sun Eng.

Itulah senjata rahasia berupa hio menyala yang amat hebat. Sun Eng terkejut dan membuang diri ke belakang, akan tetapi tiba-tiba kaki kirinya terlibat ujung sabuk merah dan di lain saat dia sudah roboh terjengkang karena sabuk itu ditarik oleh Kim Hong Liu-nio.

Melihat robohnya gadis ini, dua orang penjaga menubruk dengan golok mereka dan Sun Eng sudah tidak berdaya lagi untuk mengelak atau menangkis. Akan tetapi dia membuka mata lebar-lebar, menyambut maut dengan mata terbuka!

“Trang-trang...!”


Pandang mata Sun Eng silau oleh berpijarnya bunga api dan dua orang penjaga itu bersama golok mereka terjengkang ke kanan kiri dan tubuhnya disambar orang yang memiliki tangan kiri kuat bukan main sehingga sekali tarik saja dia sudah bangkit berdiri kembali. Ketika dia melirik, ternyata yang menolongnya adalah seorang pemuda tampan yang bertubuh tegap dan berwajah gagah. Pemuda itu bukan lain adalah Lie Seng!

Seperti kita ketahui, Lie Seng juga selalu membayangi keadaan ibunya, ayahnya dan dua orang paman dan bibinya itu, dan dia selalu mengamati keadaan penjara dimana keempat orang itu ditawan. Diapun terheran-heran melihat kesibukan para penjaga, tidak tahu apa yang akan terjadi. Ketika dia melihat ada wanita mengamuk dan dikeroyok, terutama ketika wanita itu berteriak-teriak menyebut suhu dan subo ke dalam, dia sama sekali tidak mengerti dan tidak tahu siapa wanita itu, siapa pula yang disebut suhu dan subo.

Tentu saja dia tidak pernah menduga bahwa yang disebut suhu dan subo oleh wanita cantik itu adalah paman dan bibinya. Juga dia tidak tahu bahwa ayah tiri dan ibu kandungnya tidak pernah mempunyai murid seperti ini, maka Lie Seng menjadi bingung, tidak tahu harus berbuat apa.

Akan tetapi dia merasa kagum akan kegagahan wanita itu dan baru setelah dia melihat gerakan wanita itu, dia terkejut. Dia mengenal dasar gerakan Thai-kek Sin-kun dalam langkah-langkah wanita itu dan hal ini berarti bahwa wanita ini memang masih ada hubungan perguruan dengan keluarganya! Maka melihat wanita itu terluka dan terancam bahaya maut, dia lalu meloncat turun tangan dan menolongnya, juga ingin tahu apa yang dimaksudkan oleh wanita itu ketika berteriak-teriak ke dalam.

Melihat munculnya seorang pemuda gagah perkasa yang sekali berkelebat dan sekali tangkis merobohkan dua orang pembantunya, Kim Hong Liu-nio menjadi marah bukan main.

“Tarr-tar-tar!”

Tiga kali sinar merah sabuknya menyambar, melakukan totokan ke tiga jalan darah maut. Akan tetapi dengan tenangnya Lie Seng mengangkat lengan menangkis dan setiap kali ditangkis, sinar merah sabuk itu terpental, dan untuk yang terakhir kalinya hampir saja Lie Seng berhasil menangkap ujung sabuk, akan tetapi dengan sentakan halus ujung sabuk itu melejit dan terlepas lagi dari pegangan Lie Seng seperti seekor ular bernyawa saja! Keduanya menjadi terkejut dan maklum akan kelihaian masing-masing.

“Terima kasih, aku berhutang nyawa padamu!” kata Sun Eng dengan halus dan wanita ini sudah bangkit lagi dengan pedang di tangan, menyambut serbuan tiga orang pengeroyok dari samping.

Lie Seng juga menggerakkan kaki dan tangan, merobohkan dua orang pengeroyok lain. Dua orang muda ini segera dikurung dan dikeroyok, akan tetapi Lie Seng menyambut mereka seenaknya dan masih sempat bertanya-tanya kepada wanita gagah yang ditolongnya itu.

“Siapa yang kau sebut suhu dan subomu?”

“Cia Bun Houw dan Yap In Hong!”

Lie Seng terkejut. Kiranya wanita muda ini adalah murid paman bibinya! Dia sungguh merasa terheran-heran, akan tetapi karena dia tidak pernah mendengar tentang riwayat paman dan bibinya yang telah menghilang selama belasan tahun, maka diapun percaya akan hal ini.

“Apa artinya teriakanmu bahwa mereka terjebak dan tempat ini akan dibakar?”

“Memang mau dibakar. Lihat di sana itu mereka sudah mulai membakar. Celaka, lekas minta suhu dan subo keluar!” teriak Sun Eng.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: