***

***

Ads

Minggu, 02 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 189

Han Houw tertawa.
“Akan tetapi aku belum merasa puas kalau belum membuktikan apakah ilmu-ilmuku dapat mengatasi ilmu-ilmumu, Liong-te. Betapapun juga, biar engkau adalah adik angkatku, namun engkau lebih dulu mewarisi ilmu dari suhu Bu Beng Hud-couw sehingga menurut tingkat, engkau adalah suhengku! Hanya kalau kita sudah saling mengukur kepandaian, baru dapat ditentukan siapa yang lebih unggul dan patut menjadi suheng. Maka, aku ingin sekali mengadu ilmu melawanmu, Liong-te!”

Sin Liong terkejut dan cepat dia menggeleng kepalanya. Dia tahu betapa hausnya pangeran ini akan kemenangan.

“Tidak, biarlah tanpa diujipun aku menyerahkan gelar suheng itu kepadamu, Houw-ko. Kedatanganku ini hanya untuk bertemu denganmu dan bertanya tentang Lan-moi dan Lin-moi.” Dia menatap tajam wajah pangeran yang masih tersenyum itu. “Houw-ko, di manakah adanya Lan-moi dan Lin-moi? Aku tahu bahwa mereka telah kau tawan. Kuharap dengan mengingat akan hubungan antara kita, engkau suka membebaskan mereka. Biarkan aku membawa mereka pergi Houw-ko.”

Han Houw mengerutkan alisnya, kelihatan tidak senang, akan tetapi dia lalu menutupi ketidak senangan itu dengan senyum lebar. Memang hatinya tidak senang sekali begitu Sin Liong menyebut nama dua orang dara itu. Dia diingatkan lagi akan kekalahannya menghadapi dua orang dara kembar itu! Sampai sekarang, dua orang dara kembar itu masih belum sudi menyerahkan kehormatan mereka, tidak sudi menerima cintanya.

Untuk menghilangkan rasa kesal, kecewa dan marahnya, dia menenggelamkan diri dalam pelukan selir-selir lain, namun tetap saja dia masih tidak puas dan merasa penasaran. Kini, Sin Liong muncul dan minta agar dua orang dara itu dibebaskan! Hal ini menambah kekesalan dan kemarahan hatinya, namun pangeran yang pandai menguasai perasaan ini tersenyum lebar dengan ramahnya.

“Mengapa engkau bertekad benar untuk minta aku membebaskan mereka, Liong-te?”

“Houw-ko! Tentu engkau tahu bahwa Lan-moi dan Lin-moi adalah saudara-saudaraku sekandung, seibu! Karena aku adalah adik angkatmu, maka mereka itu pun tentu saja bukan merupakan orang-orang lain bagimu. Mengapa engkau memilih mereka kalau di dunia ini masih banyak gadis lain yang akan suka menjadi selir-selirmu? Harap kau suka bebaskan mereka, Houw-ko, demi hubungan persaudaraan kita!”

“Hemm... bebaskan sih mudah, Liong-te. Akan tetapi hal itu harus kupikirkan baik-baik. Karena itu, kau pergilah dan tiga hari kemudian, pagi-pagi hari tunggulah aku di tengah hutan di sebelah selatan kota raja. Aku akan menemuimu disana untuk membicarakan pembebasan Lan Lan dan Lin Lin.”

“Tapi, Houw-ko...”

Melihat sepasang mata adik angkatnya itu mencorong, Han Houw terkejut. Bukan main pemuda ini, pikirnya, dan merupakan lawan berbahaya.

“Liong-te, apakah engkau tidak percaya lagi kepadaku? Kalau aku bilang tiga hari kita bicara, hal itu akan terjadi, dan jangan khawatir, aku yang menjamin keselamatan dua orang adik kembarmu itu.”






Lega hati Sin Liong. Dia tahu benar bahwa betapapun kejamnya kadang-kadang kakak angkatnya ini, namun satu hal adalah pasti, yaitu bahwa pangeran ini tidak akan pernah menjilat ludahnya sendiri, tidak akan pernah mengingkari janji. Maka dia lalu mengangguk dan berkata,

“Tiga hari lagi, pagi-pagi aku menantimu di hutan itu, Houw-ko.”

Dengan cepat dia lalu melangkah keluar kamar itu dan langsung keluar dari istana. Para pengawal memberi hormat dengan tubuh tegak terhadap pemuda yang menjadi adik angkat pangeran itu.

Sin Liong sama sekali tidak tahu bahwa Han Houw memberi waktu tiga hari itu adalah untuk membuat persiapan untuk mengadu kepandaian dengan Sin Liong. Pada keesokan harinya, Han Houw sudah mengutus orang-orangnya untuk menyebar berita di kalangan tokoh-tokoh kang-ouw di kota raja dan sekitarnya bahwa pada tiga hari mendatang, pagi-pagi di hutan di sebelah selatan kota raja akan diadakan pertandingan adu ilmu antara tokoh-tokoh kang-ouw terbesar untuk menentukan siapa yang patut digelari jagoan nomor satu di kota raja!

Han Houw kini tidak mau bertindak tergesa-gesa memperebutkan gelar jagoan nomor satu di dunia, melainkan hendak bertindak dari pusat, dari kota raja lebih dulu baru kemudian nama dan gelarnya diperluas sampai ke seluruh dunia kang-ouw.

Boleh jadi Sin Liong belum memiliki nama besar di dunia kang-ouw, akan tetapi dia tahu betul bahwa pemuda itu adalah lawan tangguh dan tidak sembarang orang kang-ouw akan mampu mengalahkannya! Karena itulah dia ingin semua orang kang-ouw melihat dia mengajak Sin Liong mengadu ilmu.

Itulah sebabnya ketika pada tiga hari berikutnya pagi-pagi sekali Sin Liong pergi ke dalam hutan yang dimaksudkan oleh Han Houw, dia tidak hanya melihat pangeran itu berdiri dengan angkuhnya di suatu tempat terbuka dalam hutan itu, akan tetapi juga terdapat banyak sekali orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh kang-ouw di kota raja dan sekitarnya.

Pangeran Ceng Han Houw berdiri dengan sikap angkuh, pakaiannya indah dan bajunya ditutup dengan jubah kulit, sepatunya mengkilap baru, kepalanya memakai topi bulu yang baru pula, dengan bulu burung berwarna biru di atas. Tangan kirinya bertolak pinggang dan tangannya memegang sebatang cambuk kuda. Kuda itu sendiri, seekor kuda pilihan yang amat besar dan baik, berdiri tidak jauh di belakangnya.

Pada saat Sin Liong datang, pangeran itu sedang bercakap-cakap dan didengarkan oleh banyak tokoh kang-ouw. Pangeran itu agaknya menceritakan tentang Sin Liong, karena pemuda ini masih dapat menangkap beberapa kata-kata dalam kalimat terakhir.

“...dia putera dari pendekar besar Cia Bun Houw...” akan tetapi pangeran itu menghentikan kata-katanya ketika melihat Sin Liong datang.

Sin Liong mengerutkan alisnya, tak senang hatinya mendengar pangeran itu membuka rahasianya di depan orang banyak! Akan tetapi hal itu telah dilakukannya, maka diapun tidak banyak bicara lagi, melainkan segera menghampiri Han Houw dan memandang dengan sinar mata tajam mencorong.

“Aha, Liong-te, engkau benar gagah dan memenuhi janji! Nah, mari kita lekas memulai saja, Liong-te!”

“Mulai apa, Houw-ko?” kata Sin Liong dan para orang kang-ouw yang mendengarkan percakapan itu diam-diam merasa heran sekali akan cara bicara kedua orang itu.

Pemuda sederhana itu bicara terhadap sang pangeran dengan sikap begitu seenaknya tanpa hormat seperti bicara terhadap kakaknya sendiri saja! Diam-diam, di samping kekaguman mereka, juga terdapat perasaan iri hati yang amat besar. Pemuda sederhana ini sungguh beruntung, sudah menjadi cucu ketua Cin-ling-pai yang ternama kemudian menjadi keluarga yang dianggap pemberontak, masih diaku adik oleh Pangeran Ceng Han Houw yang memiliki kedudukan demikian tingginya!

“Eh, mulai apalagi, Liong-te? Kita datang kesini untuk menguji kepandaian masing-masing, bukan? Hayo mulailah agar semua saudara kang-ouw ini tahu siapa di antara kita yang patut dijuluki Pendekar Lembah Naga!”

Sin Liong terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa Han Houw akan berbuat seperti itu, sengaja mengumpulkan orang kang-ouw dan mendesaknya agar saling mengadu ilmu kepandaian. Tentu saja dalam hatinya dia merasa penasaran dan menolak keras.

“Houw-ko! Engkau tahu benar bahwa aku datang kesini atas undanganmu untuk bicara tentang dua orang adikku, sama sekali bukan untuk mengadu ilmu kepandaian!”

“Akan tetapi aku ingin mengadu kepandaian denganmu, Liong-te. Urusan dua orang adikmu itu boleh nanti kita bicarakan. Sekarang, kau tandingilah aku, biar semua orang tahu siapa di antara kita yang lebih unggul!”

“Tidak, Hauw-ko, aku tidak akan mengadu ilmu silat, apalagi terhadap engkau yang menjadi kakak angkatku sendiri. Harap engkau tidak memaksaku, Houw-ko!”

“Liong-te! Apakah engkau hendak membikin malu kepadaku? Masa adik angkatku seorang pengecut dan mau menjadi buah tertawaan orang-orang lain? Hayo mulailah, kau seranglah aku dengan ilmu silatmu yang tinggi!”

“Tidak, Houw-ko. Aku datang untuk minta engkau membebaskan Lan-moi dan Lin-moi.”

“Aku akan membebaskan mereka, bukankah aku sudah memberi janjiku? Tapi, kita bertanding dulu.”

“Maaf, aku tidak dapat, Houw-ko.”

“Kalau aku memaksamu?”

“Apa maksudmu?”

“Kalau aku menyerangmu?”

“Aku tidak percaya bahwa seorang gagah seperti engkau akan menyerang orang lain yang tak mau melawan!” kata Sin Liong dengan tenang karena dia merasa yakin bahwa kakak angkatnya ini tidak mau bersikap curang seperti itu.

“Kalau engkau tetap tidak mau, berarti engkau menghinaku dan aku akan menghajarmu dengan cambuk ini!”

Han Houw mengangkat cambuknya ke atas, memutarnya di atas kepala lalu menggerakkan pergelangan tangannya yang mengandung tenaga amat kuat itu.

“Tar-tar-tarrr!”

Tiga kali cambuk itu meledak di udara dan suaranya sedemikian nyaring mengejutkan semua orang, juga nampak asap mengepul dari ujung cambuk ! Akan tetapi Sin Liong tetap tenang saja.

“Kalau Houw-ko menganggap aku bersalah dan hendak menghukum, silakan. Akan tetapi aku sama sekali bukan bermaksud menghinamu,”

Sin Liong berkata. Dia adalah seorang pemuda yang tenang dan juga cerdik. Dia tahu bahwa kalau dia kena dipancing lalu menjadi marah sehingga terjadi adu tenaga yang sesungguhnya tiada bedanya dengan perkelahian, maka makin jauhlah harapan untuk menolong Lan Lan dan Lin Lin. Dua orang adiknya itu berada di tangan Han Houw, maka sebelum mereka itu bebas, dia terpaksa harus mengalah dalam segala hal.

“Liong-te, kau sungguh-sungguh terlalu dan membuatku marah! Hendak kulihat apakah benar engkau tidak akan mau menyerangku kalau kupaksa!” katanya dan kembali dia menggerakkan cambuknya ke atas, kemudian cambuk itu meluncur ke bawah mengeluarkan bunyi amat nyaring.

“Tar-tar-tarrr!!”

Tiga kali cambuk itu menyambar, pertama ke arah mata Sin Liong, kemudian ke arah leher dan ke tiga ke arah pundak. Sin Liong tetkejut. Kiranya pangeran itu bukan hanya menggertak saja dan benar-benar menyerangnya. Akan tetapi Sin Liong tidak melawan, hanya mengangkat tangan menangkis sambaran ke arah mata dan leher, kemudian membiarkan cambuk mengenai pundaknya.

Baju pundaknya robek oleh lecutan ujung cambuk yang menggigit seperti patuk ular itu, akan tetapi karena Sin Liong mengerahkan sin-kang, kulitnya tidak terluka, lecetpun tidak. Cambuk itu terus meledak-ledak dan menyambar-nyambar, mengikuti gerak tangan Han Houw yang hendak memancing kemarahan Sin Liong agar pemuda itu membalas serangannya.

Namun Sin Liong sama sekali tidak pernah membalas, juga tidak mengelak, hanya melindungi bagian-bagian tubuh lemah. Bajunya robek-robek, di pundak, di lengan, di paha, namun dia tidak pernah menderita nyeri dan tubuhnya tidak ada yang lecet.

Diam-diam Han Houw terkejut dan kagum juga penasaran sekali akan keteguhan batin adik angkatnya itu yang terus mandah saja dicambuki sehingga akhirnya dia merasa jengah dan malu sendiri!

Di lain fihak, Sin Liong diam saja dan di dalam hatinya dia sengaja tidak melawan, pertama sekali untuk melindungi keselamatan Lan Lan dan Lin Lin, dan kedua kalinya karena dia pernah berhutang budi kepada kakak angkatnya ini, maka biarlah dia menerima cambukan yang hanya merusak pakaian itu.

“Sin Liong, apakah engkau demikian pengecut sehingga menerima cambukan-cambukan tanpa berani membalas sama sekali? Apakah engkau takut kepadaku? Hayo katakan bahwa engkau takut kepadaku!”

Han Houw membentak marah dan penasaran sekali karena semua mata orang kang-ouw memandang peristiwa itu dengan penuh perhatian dan dari pandang mata mereka itu dia tahu bahwa para tokoh kang-ouw itu tidak dapat menyetujui perbuatannya yang menyerang dan mencambuki orang yang tidak mau melawan.

Sin Liong memeluk dada dengan kedua lengannya. Wajahnya tenang dan sepasang matanya mencorong. Dia menggelengkan kepalanya.

“Tidak, Houw-ko, aku tidak takut kepadamu, akan tetapi aku tidak mau melawan karena memang aku tidak ingin bertanding dengan kakak angkatku. Aku hanya ingin menuntut agar engkau suka membebaskan Lan-moi dan Lin-moi, lain tidak.”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: