***

***

Ads

Rabu, 12 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 216

Cia Bun Houw menarik napas panjang, lalu berkata,
“Isteriku, sekarang kita harus menyelidiki ke kota raja. Tidak mungkin apa yang telah dilakukan oleh murid kita itu kita diamkan saja. Mendiang Sun Eng telah memberi contoh kepada kita. Memang, dalam keadaan terfitnah seperti ini, kita tidak boleh lalu diam saja dan hanya bisa melarikan diri menjadi buronan. Kita tidak harus membiarkan dunia mengecap kita sebagai keluarga pemberontak, dan kelak anak kitapun dicap anak pemberontak! Kita harus berjuang membela diri, menerangkan duduknya perkara
kepada kerajaan. Dan sekarang hal itu telah dipelopori oleh Sun Eng. Kita harus menyelidiki kepada Menteri Liang itu, apakah surat-surat dari Sun Eng telah disampaikan kepada kaisar dan bagaimana kemudian keputusan kaisar terhadap keluarga kita dan terhadap pangeran yang hendak berkhianat terhadap kerajaan itu.”

Yap In Hong mengangguk.
“Dan andaikata usaha Sun Eng itu gagal dan segala jerih payahnya yang telah dikorbankan sampai kepada nyawanya itu sia-sia, kita pergi menyerbu istana pangeran jahanam itu dan membunuhnya!”

“Akupun berpikir demikian, sungguhpun hal itu bukan merupakan pekerjaan mudah. Mari kita pergi!”

Sepasang suami isteri pendekar sakti itu lalu kembali ke kota raja, mempergunakan ilmu mereka yang tinggi sehingga mereka dapat melakukan perjalanan cepat sekali dan pada senja hari mereka telah tiba di kota raja. Dengan mudah mereka menyelinap memasuki kota raja tanpa diketahui oleh para penjaga.

Malam telah tiba ketika suami isteri pendekar ini diterima oleh para pengawal di depan istana Menteri Liang. Karena maklum bahwa nama mereka telah banyak dikenal orang berhubung dengan fitnah pemberontakan itu, maka Cia Bun Houw tidak mau memperkenalkan nama mereka, hanya berkata,

“Harap sampaikan kepada Liang-taijin bahwa kami adalah sahabat-sahabat wanita yang pada beberapa malam yang lalu datang menghadap, dan kami mohon menghadap Liang-taijin karena urusan penting sekali.”

Mendengar ini, komandan jaga bergegas melaporkan ke dalam, karena dia maklum bahwa wanita berbaju hitam yang datang menghadap menteri beberapa malam yang lalu adalah seorang yang amat penting dan membawa berita yang amat besar dan rahasia pula. Dan memang benar dugaannya, begitu Menteri Liang mendengar pelaporan itu, segera dia berkata,

“Cepat persilakan mereka masuk ke ruangan tamu. Jaga agar jangan sampai ada orang luar yang tahu akan kedatangan mereka!”

Cia Bun Houw dan Yap In Hong dipersilakan masuk dan diantar ke ruangan tamu. Disitu mereka ditinggalkan dan dipersilakan menanti sebentar, sedangkan para pengawal menjaga di luar. Cia Bun Houw dan isterinya yang ditinggal berdua saja di dalam kamar tunggu yang luas itu saling pandang, bersikap tenang karena mereka tidak mengkhawatirkan sesuatu.

Tak lama kemudian, pintu dalam terbuka dan muncullah seorang laki-laki berusia kurang lebih enam puluh tahun, bertubuh tinggi besar, berwajah lembut namun berwibawa, dan gerak-geriknya halus ketika dia memasuki kamar itu. Bun Houw dan In Hong cepat bangkit berdiri dan memandang, kemudian mereka cepat menjura dengan sikap hormat.






“Apakah kami berdua berhadapan dengan Menteri Liang yang terhormat?” Cia Bun Houw bertanya.

Pria tua itu memandang dengan penuh kagum, karena dia dapat melihat bahwa dua orang tamunya itu bukanlah orang-orang sembarangan, walaupun pakaian mereka sederhana saja.

“Benar, dan benarkah ji-wi masih sahabat dari lihiap yang memberikan surat-surat kepada kami...?”

“Benar, taijin. Bahkan terus terang saja, kami berdua adalah guru-guru mendiang Sun Eng itu.”

“Mendiang...? Ah, aku mendengar bahwa dia telah dapat lolos dilarikan teman-temannya dari istana Pangeran Ceng Han Houw...”

“Benar, kamilah yang melarikannya namun kami terlambat dan dia keracunan, siang tadi meninggal dunia,” kata Yap In Hong.

“Ahhh...!”

“Justeru karena kematiannya maka kami datang menghadap paduka, taijin. Murid kami itu telah berkorban untuk keselamatan keluarga Cin-ling-pai dan untuk keselamatan kerajaan yang terancam pemberontakan. Kami ingin mendengar keterangan paduka tentang perkembangan usaha mendiang murid kami itu. Semoga usahanya yang gagah dan yang telah dilakukan dengan korban nyawanya itu tidak akan sia-sia belaka.”

“Duduklah, taihiap, lihiap. Duduklah dan mari bicara baik-baik. Sudah tentu begitu menerima laporan dari nona Sun Eng itu, aku cepat-cepat pergi, menghubungi Pangeran Hung Chih dan bersama beliau, pagi-pagi tadi kami sudah pergi menghadap kaisar. Terus terang saja, sri baginda kaisar sendiri dan kami para pejabat yang telah lama mengabdi kepada kerajaan ini, tahu belaka bahwa keluarga Cin-ling-pai, semenjak mendiang Cia Keng Hong taihiap, adalah orang-orang gagah yang setia kepada negara, maka sri baginda dan kami semua sudah dapat menduga bahwa berita tentang pemberontakan mereka hanya fitnah belaka”.

“Maka pelaporan nona Sun Eng itu kami percaya sepenuhnya, dan barulah sri baginda kaisar maklum betapa jahatnya mereka yang menjatuhkan fitnah itu, yang ternyata hanya ditujukan untuk melemahkan kerajaan di samping urusan pribadi mereka sendiri
yang memusuhi keluarga Cin-ling-pai. Oleh karena itu sri baginda kaisar telah memberi kekuasaan kepada Pangeran Hung Chih untuk... eh, nanti dulu, sebelum saya melanjutkan penuturan rahasia istana ini, harus kami ketahui siapa sebenarnya lihiap dan taihiap? Biarpun ji-wi sudah mengaku sebagai guru-guru nona Sun Eng, akan tetapi hal itu belum menjelaskan siapa ji-wi.”

“Liang-taijin, nama kami tentu telah taijin kenal baik. Saya bernama Cia Bun Houw dan dia ini isteri saya, Yap In Hong.”

“Ahhh...!” Sepasang mata tua itu terbelalak dan wajah yang lembut itu berseri-seri. “Kami adalah dua orang di antara mereka yang dinamakan pemberontak dan buronan,
taijin,” sambung Yap In Hong.

Pembesar itu tertawa dan bangkit berdiri, memandang dengan kagum, lalu menjura. Tentu saja suami isteri pendekar itu cepat membalas.

“Ah, mengapa aku begitu bodoh? Tentu saja! Aku sudah banyak mendengar nama ji-wi enghiong yang pernah berjasa terhadap negara ketika menghadapi pemberontakan Sabutai! Juga nama besar pendekar Yap Kun Liong dan Cia Giok Keng bukanlah nama asing bagi kami. Dan ji-wi berdua bersama mereka dituduh pemberontak! Betapa jahatnya! Duduklah, taihiap dan lihiap dan dengarkan penuturanku.”

Menteri Liang lalu menceritakan keadaan di istana pada waktu itu, betapa kaisar tadinya menaruh kepercayaan kepada Pangeran Ceng Han Houw dari utara yang oleh mendiang ayahanda kaisar sekarang juga diakui sebagai puteranya dan juga kepercayaan kaisar terhadap Kim Hong Liu-nio karena selain wanita itu menjadi suci dari Pangeran Ceng Han Houw, juga wanita itu pernah menyelamatkan kaisar tua dari penyerangan Pangeran Ceng Su Liat yang memberontak.

“Sungguh tidak kami sangka bahwa mereka itu menggunakan kekuasaan kaisar untuk menyerang Cin-ling-pai yang menjadi musuh utama dari Kim Hong Liu-nio yang hendak membalaskan sakit hati gurunya, yaitu Hek-hiat Mo-li. Ah, mereka itu telah mengatur segala-galanya, dan diam-diam bersekutu dengan Raja Sabutai, bahkan dengan Pek-lian-kauw untuk memberontak.”

“Lalu apa yang telah dilakukan oleh istana untuk menanggulangi bahaya ini, taijin?” tanya Cia Bun Houw.

“Sri baginda telah membaca semua laporan mendiang nona Sun Eng dan beliau telah memberi kekuasaan penuh kepada Pangeran Hung Chih untuk bertindak terhadap kaum pemberontak. Pertama-tama, kaisar memerintahkan agar tuduhan atas diri keluarga Cin-ling-pai dicabut. Mulai saat itu, keluarga Cin-ling-pai sudah bukan pemberontak atau buronan lagi dan hal ini oleh Pangeran Hung Chih akan diumumkan
kepada seluruh kepala daerah.”

Cia Bun Houw dan Yap In Hong saling pandang dengan girang sekali dan mereka segera bangkit berdiri dan menjura dengan hormat.

“Sungguh kami merasa girang sekali dan banyak terima kasih atas bantuan paduka, juga bantuan Pangeran Hung Chih dan kemurahan sri baginda kaisar.”

“Seyogianya ji-wi berterima kasih kepada Sun Eng...”

Menteri Liang menghentikan kata-katanya karena melihat wajah suami isteri itu tiba-tiba nampak berduka sekali, maka disambungnya segera,

“Marilah ji-wi kami antar menemui Pangeran Hung Chih agar dapat bicara lebih jelas lagi, dan mungkin sekali beliau akan mohon bantuan ji-wi untuk menghadapi Pangeran Ceng Han Houw yang selain lihai, juga mempunyai banyak teman-teman yang berilmu tinggi. Apalagi karena sri baginda menghendaki agar Pangeran Hung Chih menggunakan jalan yang halus agar jangan sampai terjadi perang saudara yang akan menggelisahkan rakyat.”

Malam itu juga Cia Bun Houw dan isterinya diajak oleh Menteri Liang pergi menghadap Pangeran Hung Chih di istananya. Seperti juga Menteri Liang, pangeran ini menyambut suami isteri pendekar ini dengan girang sekali. Suami isteri ini mendengar dari pangeran yang pada waktu itu merupakan orang yang amat berpengaruh di istana, bahwa memang benar Pangeran Hung Chih ini hendak menggunakan jalan halus untuk menanggulangi Pangeran Ceng Han Houw.

“Semua gerak-geriknya telah diawasi dan biarpun tidak ada teguran langsung dari sri Baginda kaisar, namun Ceng Han Houw yang telah kehilangan surat penting itu tentu akan bersikap hati-hati dan agaknya dia hendak melanjutkan cita-citanya untuk menjadi jago silat nomor satu di dunia. Melalui dunia kang-ouw ini dia akan menghimpun kekuatan. Oleh karena itu, kami harap bantuan keluarga Cin-ling-pai untuk menentangnya di lapangan itu. Jangan sampai golongan sesat di bawah pimpinannya akan menguasai dunia persilatan dan urusan ini tentu saja ji-wi lebih mengerti bagaimana menanggulanginya daripada kami. Kami tidak ingin mempergunakan kekuatan pasukan kalau tidak perlu sekali, agar jangan sampai menggelisahkan rakyat.”

“Harap paduka jangan khawatir. Setelah hamba sekeluarga dibebaskan dari tuduhan dan dapat bergerak leluasa, tidak menjadi buronan pemerintah lagi, kami tentu akan dapat serentak bangkit dan menentang Kim Hong Liu-nio dan Pangeran Ceng Han Houw,” jawab Cia Bun Houw.

“Asal saja hal itu jangan dilakukan di kota raja,” kata Pangeran Hung Chih. “Karena kalau para orang gagah menentangnya di kota raja, mau tidak mau istana harus turun tangan dan dengan demikian berarti istana secara langsung menanganinya. Maka sebaiknya ji-wi mengajak semua orang gagah untuk waspada dan turun tangan menentangnya kalau dia beraksi di luar kota raja.”

Setelah bertukar pikiran dan menerima jamuan penghormatan yang diadakan oleh Pangeran Hung Chih, Cia Bun Houw dan Yap In Hong lalu malam itu juga meninggalkan kota raja. Mereka ingin cepat-cepat pergi ke Bun-cou untuk menyampaikan berita yang ada dua macam itu kepada Yap Kun Liong dan Cia Giok Keng.

Dua macam berita duka dan berita gembira. Berita duka tentang tewasnya Sun Eng dan keadaan Lie Seng yang tenggelam dalam kedukaan besar, dan berita gembira tentang dibebaskannya keluarga Cin-ling-pai dari tuduhan memberontak.

**** 216 ****
Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: