***

***

Ads

Senin, 17 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 228

Pangeran Ceng Han Houw merasa gelisah juga ketika melihat perkembangan yang terjadi di kota raja semenjak peristiwa lenyapnya surat rahasia dari Raja Sabutai kepadanya itu. Yang paling merisaukan hatinya adalah berita tentang gerakan pasukan-pasukan yang kabarnya diatur sendiri oleh Pangeran Hung Chih.

Pasukan-pasukan yang kuat kabarnya dikerahkan ke perbatasan utara untuk berjaga-jaga di sepanjang Tembok Besar. Biarpun tidak dijelaskan untuk menghadapi siapa, kecuali penjagaan yang memang selalu diadakan sungguhpun tidak seketat sekarang,
namun Ceng Han Houw tentu saja sudah dapat menduga bahwa pasukan itu memang
khusus dipersiapkan untuk menghadapi pasukan Raja Sabutai, ayahnya di utara!

Selain itu, juga di selatan Pangeran Hung Chih mengerahkan pasukan untuk mengadakan pembersihan terhadap perkumpulan-perkumpulan yang anti pemerintah,
dan terutama sekali perkumpulan Pek-lian-kauw, dibasmi oleh pasukan itu.

Padahal, akhir-akhir ini, Pek-lian-kauw mulai menyatakan diri membantu gerakan Ceng Han Houw kalau sewaktu-waktu pangeran ini hendak menumbangkan kekuasaan kaisar! Bukan itu saja, bahkan ada belasan orang pembesar di kota raja sendiri, yang diam-diam anti kaisar dan memang merupakan sahabat-sahabat baik Ceng Han Houw, ditangkapi dan dimasukkan tahanan!

Tentu saja Han Houw merasa benar bahwa semua itu merupakan langkah-langkah yang diambil kaisar untuk menentangnya. Dan ini tak lain tentu hasil dari pengkhianatan Sun Eng yang telah mencuri surat rahasia itu! Suasana menjadi terasa panas sekali bagi kaki pangeran peranakan Mongol ini. Dia maklum bahwa lambat-laun kaisar tentu tidak akan merasa sungkan lagi untuk menyuruh orang menangkapnya!

Mengertilah Ceng Han Houw bahwa dia harus bertindak cepat. Dia segera mengutus anak buahnya yang setia untuk mempercepat dilaksanakannya pertemuan besar di dunia kang-ouw untuk memilih apa yang dinamakan bengcu (pemimpin rakyat) dan memilih pula Jago Nomor Satu yang pantas menjadi bengcu. Dia mengundang semua tokoh kang-ouw dan partai-partai persilatan besar untuk mengunjungi pemilihan bengcu seluruh Tiongkok itu dan tempat untuk itu ditentukan di daerah bebas.

Agar jangan dilarang pemerintah, demikian penjelasannya. Dan tempat itu adalah Lembah Naga di utara, di luar Tembok Besar. Ketika dia mendengar bahwa sucinya, Kim Hong Liu-nio, dan subonya, Hek-hiat Mo-li, juga sudah kembali dari selatan karena tidak perlu lagi mereka mengejar-ngejar keluarga Cin-ling-pai yang sudah memperoleh kebebasan dari kaisar itu, dan mendengar betapa sucinya menawan Bi Cu dan mempergunakan dara itu sebagai umpan, untuk memancing Sin Liong ke utara, hatinya menjadi besar dan girang sekali.

“Bawa dia ke utara, ke Lembah Naga, suci,” katanya kepada wanita itu.

“Perlakukan dia baik-baik sebagai tamu. Aku mengharapkan untuk dapat mempergunakan tenaga Sin Liong yang amat kita butuhkan itu. Kita harus dapat menyenangkan hatinya.”

Kim Hong Liu-nio bersama Hek-hiat Mo-li lalu kembali ke utara membawa Bi Cu sebagai tawanan yang diperlakukan dengan hormat dan baik. Bi Cu tidak menderita badan, bahkan dia dibawa ke utara dalam sebuah kereta. Para pasukan penjaga tentu saja tidak mengganggu Kim Hung Liu-nio yang pernah dikenal sebagai wanita gagah penyelamat kaisar itu.






Akan tetapi sudah tentu saja Bi Cu menderita batin yang hebat, sering kali menangis dan mengamuk ingin kembali kepada Sin Liong. Kim Hong Liu-nio terpaksa menghiburnya dan mengatakan bahwa sudah pasti Sin Liong akan menyusul ke Lembah Naga, karena Sin Liong adalah adik angkat Pangeran Ceng Han Houw yang kini membutuhkan bantuan adik angkatnya itu.

Dan selagi Ceng Han Houw sendiri bersiap-siap untuk meninggalkan kota raja, muncullah Ciauw Si! Tentu saja sang pangeran merasa girang bukan main. Suami isteri yang disahkan oleh kuil ini saling berpelukan dengan penuh rindu. Akan tetapi Ciaw Si segera mendengar akan keadaan pangeran yang dianggap sebagai suaminya itu, dan diapun prihatin sekali.

“Kaisar telah dihasut oleh Pangeran Hung Chih!” demikian Pangeran Ceng Han Houw
berkata. “Aku semakin dibenci saja oleh kaisar. Dan bagaimana dengan perjalananmu ke selatan, Si-moi?”

Mereka bercakap-cakap sambil berpelukan di atas pembaringan, melepaskan kerinduan hati mereka sebagai pengantin baru.

“Aku tidak berhasil menemukan ibuku dan keluarga ibuku, pangeran. Akan tetapi ada berita baik yang kudengar di sepanjang jalan bahwa mereka telah dibebaskan oleh kaisar!”

“Ah, masa engkau tidak mengerti. Si-moi? Bukan kaisar yang membebaskan, melainkan akulah yang mengirim berita itu ke seluruh pembesar, dengan memakai nama kaisar! Kalau hal ini diketahui oleh kaisar, tentu aku akan ditangkap sebagai pembantu pemberontak...”

“Ahhhh...!” Ciauw Si terkejut sekali dan memeluk suaminya.

“Jangan kau khawatir, Si-moi, isteriku, kekasihku. Aku tidak akan mudah ditangkap begitu saja. Sungguh senang sekali aku melihat engkau datang, Si-moi, karena memang aku sudah bersiap-siap untuk meninggalkan kota raja.”

“Engkau... engkau pergi ke manakah, pangeran?”

“Kembali ke utara, ke kerajaan orang tuaku, Dan aku akan melanjutkan rencanaku semula, aku akan mengadakan pertemuan kang-ouw yang terbesar yang pernah ada dalam sejarah. Semua tokoh kang-ouw dan partai-partai persilatan terbesar kuundang untuk mengadakan pertemuan, untuk memilih bengcu dan memilih jagoan nomor satu di dunia. Dan aku akan menghimpun mereka itu agar membantuku untuk menghadapi kaisar.”

“Tapi... tapi itu pemberontakan, pangeran!” Ciauw Si berkata kaget.

Ceng Han Houw merangkul dan menutup mulut yang hendak memprotes itu dengan ciuman-ciuman mesra sehingga sejenak Ciauw Si tenggelam ke dalam kemesraan yang memabukkan. Beberapa lama mereka tidak bicara, hanya tenggelam dalam dekapan mereka. Akhirnya, setelah dengan terengah mereka melepaskan ciuman, pangeran itu berbisik dekat telinga Ciauw Si,

“Engkau adalah isteriku, bukan?”

Ciauw Si mengangguk sambil memejamkan matanya.

“Dan engkau tentu akan membelaku sampai bagaimanapun juga, bukan?”

“Dengan taruhan nyawaku...”

“Isteriku sayang, melawan kekerasan kaisar lalim bukanlah pemberontakan namanya! Melainkan perjuangan! Ingatlah betapa keluargamu sendiri mehjadi korban kaisar lalim, keluarga gagah perkasa yang berjiwa pahlawan dituduh pemberontak dan menjadi orang-orang buruan yang direndahkan sekali! Apakah melawan kaisar lalim macam itu merupakan pemberontakan? Apakah usaha membebaskan rakyat dari cengkeraman kelaliman itu bukan pula merupakan tugas orang-orang yang menjunjung kegagahan seperti kita?”

Pandai sekali Ceng Han Houw membujuk sambil merayu dan sambil bermain cinta, menumpahkan segala kemesraan dalam bermain cinta kepada Ciauw Si sehingga akhirnya wanita ini kehilangan kesadaran sama sekali, dan tunduk kepada suaminya yang dicintanya.

Pada keesokan harinya, Pangeran Ceng Han Houw yang hendak meneliti keadaan itu dengan berani pergi menghadap kaisar dan mohon ijin untuk pergi mengunjungi ibu kandungnya di utara.

Kaisar menerimanya dengan singkat dan dengan dingin pula memberi persetujuannya kepada pangeran itu untuk pergi ke utara. Memang sebaiknya kalau pangeran berdarah Mongol yang berbahaya ini pergi saja dan tidak akan kembali selamanya, demikian pikir kaisar. Dan, sesuai dengan siasat kaisar agar pemberontakan atau rencana pemberontakan Pangeran Ceng Han Houw itu dapat dipadamkan tanpa terjadi perang saudara, maka pangeran inipun dengan mudah saja dapat melalui penjagaan di utara, dengan berkendaraan kereta bersama Ciauw Si dan sepasukan pengawalnya yang setia.

Ciauw Si maklum bahwa dia bertindak ceroboh. Tanpa berunding dengan keluarganya,
dengan ibu kandungnya, dia telah menggabung dengan Pangeran Ceng Han Houw ke
utara. Dia maklum pula bahwa banyak terdapat bahaya di balik tindakannya ini, akan tetapi dia sudah mabuk akan limpahan kasih sayang pangeran yang membuatnya tergila-gila itu dan dia seolah-olah melakukan tindakan itu dengan mata sengaja dipejamkan! Demi cintanya dia rela menghadapi apapun juga asal dia tidak akan terpisah dari samping pangeran yang telah menjadi suaminya itu.

Kesenangan, terutama sekali kesenangan yang diperoleh dari pemuasan gejolak berahi, memang dapat membutakan mata, melumpuhkan kewaspadaan batin dan menyuramkan kesadaran.

Betapa banyaknya tercatat dalam sejarah betapa orang-orang besar, orang-orang gagah perkasa yang kokoh kuat batinnya, tidak goyah oleh godaan penawaran harta dan kedudukan mulia, akhirnya runtuh dan jatuh, hancur seluruh pertahanannya yang kokoh kuat, karena dilanda oleh godaan berupa kesenangan dan pemuasan berahi ini!

Raja-raja besar terguling dari singgasana mereka, pendeta-pendeta suci runtuh dari kesuciannya, wanita-wanita setia gugur dari kesetiaannya, semua dikarenakan godaan kesenangan ini! Akar tetapi, mereka yang terseret oleh segala macam kesenangan, juga kesenangan yang timbul dari kenikmatan pemuasan berahi, adalah orang-orang yang berada dalam keadaan tidak sadar!

Orang-orang yang sadar dan waspada setiap saat akan dirinya sendiri, akan selalu melihat kenyataan sedalam-dalamnya sehingga tidak mudah tergelincir. Orang yang berada dalam keadaan tidak sadar itu dimabuk oleh bayangan-bayangan kesenangan sehingga baginya yang nampak hanyalah bayangan atau gambaran kesenangan itu saja, maka dia mau terjun dengan nekat ke dalam kesenangan itu tanpa melihat bahwa di balik segala macam kesenangan itu telah menanti rangkaian yang tak terpisahkan dari kesenangan itu sendiri, yaitu ketakutan dan kedukaan.

Sebaliknya, orang yang selalu waspada akan melihat kenyataan itu, akan melihat kedukaan dan kesengsaraan yang tersembunyi di balik sinar menyilaukan dari kesenangan, sehingga dia akan bertindak bijaksana dan cerdas, tidak memasuki kesenangan dengan mata terpejam dan secara membuta saja!

Hal ini dapat dilihat jelas, kalau kita menghadapi makanan lezat. Orang yang tidak pernah waspada terhadap dirinya sendiri, begitu melihat makanan, yang nampak hanyalah kelezatannya saja dan makanlah dia sepuas-puasnya, dan baru setelah perutnya sakit atau timbul akibat buruk dari makan enak terlampau banyak itu, dia akan
mengeluh panjang pendek dan menyalahkan si makanan lezat!

Sebaliknya, orang yang waspada setiap saat akan dirinya sendiri dan akan apa saja yang dihadapinya, melihat juga kelezatan itu akan tetapi di samping itu akan melihat pula akibat-akibat buruk yang menjadi rangkaian kelezatan itu sehingga tindakannya menjadi bijaksana, dia tidak terlalu gembul melainkan makan dengan hati-hati. Dan andaikata dia sampai terkena sakit perut sekalipun dia tidak akan menyalahkan siapa-siapa, melainkan melihat jelas bahwa kesalahan itu adalah kesalahannya sendiri! Jelas sekali bedanya, bukan?

Ini bukan berarti bahwa penulis menganjurkan agar kita menolak kesenangan! Sama sekali tidak menganjurkan apa-apa, juga tidak mencela apa-apa. Hanya ingin mengajak pembaca untuk mempelajari apa dan bagaimana kesenangan itu dan selanjutnya terserah!

Ada bermacam-macam penangkapan dalam mempelajari sesuatu. Ada bermacam-macam pengertian. Mengerti arti kata-katanya saja, seperti biasa orang mengerti dan menikmati filsafat muluk-muluk dan merasakan kesenangan dalam membicarakannya. Ini adalah pengertian yang tidak ada arti dan manfaatnya bagi kehidupan, karena pengertian arti kata-katanya saja ini hanya dipergunakan untuk bahan perdebatan memperebutkan kemenangan dan kebenaran kosong, seperti kosongnya kata-kata itu.

Ada pula, pengertian teoritis dan pengertian intelek yang diakui oleh batin, namun hanya sampai disitu saja, tidak disertai penghayatannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada pula pengertian mendalam, mengerti yang disertai kesadaran dan kewaspadaan, pengertian ini menciptakan tindakan sendiri yang timbul dari kecerdasan!

Untuk memperoleh pengertian yang terakhir inilah kita belajar! Pengertian yang tidak terpisah daripada tindakan. Bukan mengerti lalu bertindak untuk mencapai sesuatu. Melainkan mengerti dan bertindak melepaskan yang palsu, bukan untuk mencari keuntungan dari pelepasan itu, melainkan karena mengerti bahwa itu palsu.

“Si-moi, aku sungguh merasa bahagia sekali bahwa engkau dapat ikut bersamaku ke utara. Alangkah akan sedih hatiku andaikata engkau belum kembali dan aku terpaksa harus melakukan perjalanan sendiri.”

Ciauw Si menatap wajah tampan itu dan tersenyum,
“Engkau adalah suamiku, pangeran. Ke manapun engkau pergi, aku akan ikut. Akan tetapi, kalau boleh aku bertanya, kemanakah kita sekarang ini hendak menuju?”

“Ke Istana Lembah Naga, isteriku. Untuk sementara ini, kita akan tinggal di istana itu. Dan di sana pula, di Lembah Naga, akan diadakan pertemuan antara seluruh orang gagah di dunia kang-ouw itu, dimana aku akan membuktikan bahwa aku tidak akan mengecewakan kalau mereka mau mengangkatku menjadi bengcu dan Jago Nomor Satu di Dunia.”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: