***

***

Ads

Rabu, 19 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 231

Akan tetapi, Sin Liong tidak terpengaruh oleh senyum manis itu. Kemarahannya sudah menyesak di dada dan begitu bertemu, dia lalu berkata dengan suara kaku dan penuh kemarahan,

“Houw-ko, kalau sekali ini engkau tidak membebaskan Bi Cu, biarlah aku akan mati-matian mengadu nyawa denganmu!” Lalu dengan sikap mengancam dia mendekati pangeran itu.

Han Houw tersenyum, senang hatinya mendengar betapa pemuda perkasa itu masih menyebutnya Houw-ko! Dia tadi sudah mendengar pelaporan Hek-hiat Mo-li yang mengatakan bahwa pemuda itu memang lihai dan patut menjadi pembantu utama sang
pangeran! Nenek itu tidak menceritakan betapa dia telah dibikin roboh terguling-guling oleh pemuda itu. Bahkan ketika ditanya oleh sang pangeran bagaimana pendapatnya tentang tingkat kepandaiannya dan tingkat kepandaian Sin Liong, Hek- hiat Mo-li menjawab bahwa sang pangeran masih lebih unggul, sungguhpun tidak banyak selisihnya!

Berita ini membuat Han Houw girang sekali dan makin besar keinginan untuk dapat menarik Sin Liong sebagai sekutu dan pembantunya. Maka, cepat dia menyambut dan makin gembiralah hatinya mendengar betapa Sin Liong, dalam kemarahannya, masih menyebutnya Houw-ko, tanda bahwa pemuda itu masih tidak melupakannya bahwa mereka berdua pernah mengangkat saudara. Ceng Han Houw membelalakkan kedua matanya dan memperlihatkan sikap terheran-heran, lalu mendekati dan membuka kedua lengannya sambil berkata,

“Aih-aih...! Mengapa engkau menduga-duga yang demikian buruknya terhadap diriku, Liong-te? Kita adalah kakak beradik angkat, sudah seperti kakak dan adik kandung saja dan kita sudah banyak saling bantu, mana mungkin aku ingin menyusahkanmu?”

Sin Liong teringat akan peristiwa ketika dia dan Bi Cu terjatuh ke dalam jurang, maka dia berkata dengan suara dingin,

“Hemm, tidak perlu membujuk lagi, pangeran! Engkau tidak hanya menyusahkan aku berkali-kali, akan tetapi bahkan nyaris membunuhku baru-baru ini. Aku datang bukan untuk mendengarkan omongan manis, bujukan palsu, melainkan untuk menuntut agar engkau membebaskan Bi Cu.”

Kembali terdengar ancaman dalam suara ini dan kini Sin Liong tidak lagi menyebut Houw-ko, melainkan pangeran, karena hatinya sudah panas dan marah sekali. Pangeran Ceng Han Houw tersenyum,

“Ah, engkau salah mengerti, Sin Liong. Peristiwa yang lalu terjadi karena salah pengertian. Engkau begitu keras hati. Akan tetapi kalau menganggap aku bersalah, biarlah aku minta maaf. Tahukah engkau betapa aku menangisimu ketika engkau terjun ke dalam jurang itu? Dan aku sengaja menyuruh bekas suci dan suboku untuk mencarimu sampai dapat! Kemudian, untuk menebus semua kesalah-fahaman itu...”

“Engkau menyuruh culik Bi Cu dan memancingku datang ke sini!” Sin Liong berseru dengan penuh kemarahan.

Ceng Han Houw mengangkat kedua tangannya ke atas.
“Tenang dan sabarlah, Liong-te. Aku bersumpah. Bi Cu dalam keadaan selamat dan baik-baik saja, dia menjadi tamuku yang terhormat. Dengarlah baik-baik lebih dulu. Memang aku menyuruh suci untuk membawa nona Bi Cu kesini, memang dengan maksud agar engkau menyusul kesini. Akan tetapi bukan dengan maksud buruk, sama sekali tidak, Liong-te. Melainkan karena aku membutuhkan bantuanmu dan tidak ada jalan lain untuk membujukmu...”






“Hemm, engkau memang curang. Selalu mempergunakan sandera untuk memaksaku. Akan tetapi sekali ini, jangan harap engkau dapat memaksaku melakukan sesuatu, Houw-ko. Bukan engkau lagi yang mengajukan syarat, melainkan aku! Syaratku, bebaskanlah Bi Cu baik-baik dan biarkan kami pergi, kalau tidak, aku akan mengadu nyawa untuk menyelamatkannya, dengan taruhan selembar nyawaku!”

“Ahh, engkau memang gagah perkasa sekali, Liong-te. Dan aku tahu, aku sudah mendengar dari nona Bhe Bi Cu betapa engkau dan dia sudah saling jatuh cinta. Aku tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Akan tetapi aku sekarang bukanlah Pangeran Ceng Han Houw yang kemarin-kemarin, Liong-te. Aku telah mengambil keputusan untuk menentang kaisar yang lalim, dan aku telah menjadi kakak iparmu sendiri!”

“Apa...? Apa maksudmu...?”

Sin Liong tentu saja terkejut sekali dan merasa heran mendengar ucapan itu. Dia memandang tajam penuh selidik karena hatinya bertanya-tanya permainan apalagi yang dilakukan oleh pangeran yang curang dan licik ini.

Ceng Han Houw tertawa.
“Adikku, engkau bukan hanya adik angkatku, akan tetapi juga adik iparku. Ketahuilah bahwa aku telah menjadi cucu mantu dari mendiang kong-kongmu, yaitu Cia Keng Hong ketua Cin-ling-pai.”

“Ahhh...?” Tentu saja Sin Liong sama sekali tidak percaya dan menganggap pangeran ini hendak menipu dan membohonginya.

“Tentu engkau tidak percaya, akan tetapi sebentar lagi engkau akan bertemu sendiri dengan piauw-cimu itu. Dengar baik-baik, Sin Liong, aku sekarang telah menjadi suami dari Lie Ciauw Si. Engkau tentu mengenal nama itu, bukan?”

Diam-diam Sin Liong terkejut bukan main, dan teringatlah dia akan pertemuan antara pangeran itu dengan Lie Ciauw Si ketika dia sedang mengantar pangeran itu untuk mencari Ouwyang Bu Sek. Ketika itu, Sin Liong dan pangeran itu melihat Lie Ciauw Si yang membela ketua-ketua Sin-ciang Tiat-thouw-pang yang dihajar oleh dua orang bengcu, yaitu dua orang dari Lam-hai Sam-lo. Ketika itupun dia melihat hubungan antara kedua orang itu akrab sekali, akan tetapi sungguh tak pernah disangkanya bahwa mereka akhirnya menjadi suami isteri!

Dia tahu siapa Lie Ciauw Si. Ketika dia ikut kong-kongnya di Cin-ling-san, dia sudah mendengar tentang keluarga Cin-ling-san itu, atau yang sesungguhnya adalah keluarganya. Kakeknya, mendiang Cia Keng Hong, mempunyai dua orang anak, yaitu yang pertama adalah Cia Giok Keng yang sudah janda dan kini menjadi isteri pendekar sakti Yap Kun Liong. Dari suaminya yang pertama, she Lie, Cia Giok Keng mempunyai dua orang anak, yaitu Lie Seng dan Lie Ciauw Si.

Sedangkan putera ketua Cin-ling-pai yang ke dua adalah Cia Bun Houw atau ayah kandungnya sendiri! Memang benarlah bahwa Lie Ciauw Si itu masih piauw-cinya sendiri, dan kalau kini piauw-cinya itu menikah dengan pangeran ini, maka hal itu berarti bahwa pangeran ini bukan hanya kakak angkatnya, melainkan juga kakak iparnya sendiri!

Betapapun juga, dia masih belum mau percaya. Bukankah pangeran ini selalu memusuhi keluarga Cin-ling-pai? Bagaimana mungkin menjadi suami piauw-cinya? Andaikata benar demikian, tentu pangeran ini menggunakan akal dan kelicikannya untuk menipu piauw-cinya itu!

Melihat Sin Liong mengerutkan alis seperti orang termenung kemudian memandang kepadanya dengan sinar mata penuh selidik, pangeran itu dapat menduga apa yang diragukan oleh adik angkatnya itu, maka dia lalu berkata,

“Liong-te, engkau tidak tahu apa yang telah terjadi. Telah terjadi perubahan besar pada diriku dan kehidupanku. Ketika aku dan Si-moi saling jumpa, seperti engkau juga mengetahui, yaitu di pusat Sin-ciang Tiat-thouw-pang, kami saling jatuh cinta. Semenjak itu, aku bersimpati dengan keluarga Cin-ling-pai. Engkaupun tahu bahwa yang memusuhi keluarga Cin-ling-pai selama ini adalah bekas subo dan suciku, sedangkan aku sama sekali tidak mempunyai urusan dengan Cin-ling-pai. Ketika aku jatuh cinta kepada Si-moi, maka aku lalu mengusahakan kebebasan keluarga itu dari tuduhan pemberontak dan pelarian. Nah, karena perbuatanku itulah, maka kaisar menaruh curiga dan benci kepadaku, apalagi karena hasutan Pangeran Hun Chih yang ingin mencari kedudukan. Sahabat-sahabatku ditangkapi oleh kaisar yang lalim. Oleh karena itu, aku lalu melarikan diri dari kota raja setelah aku menikah dengan Si-moi, dan kami telah mengambil keputusan untuk menentang kaisar lalim!”

“Hemm, memberontak?” Sin Liong bertanya, masih tertarik oleh cerita pangeran itu.

“Ah, engkau tentu dapat membedakan antara memberontak dan menentang kelaliman, Liong-te. Aku bukan memberontak untuk merebut kedudukan, melainkan hendak menentang kelaliman yang menyengsarakan rakyat. Dan aku berbesar hati karena isteriku, Lie Ciauw Si, berdiri di sampingku dan membantuku, dan demikian pula kelak seluruh keluarga Cin-ling-pai akan membantuku kalau saatnya tiba”.

“Ketahuilah, Liong-te, aku sekarang sedang berusaha untuk mengadakan pertemuan di Lembah Naga dengan seluruh tokoh kang-ouw dan ahli-ahli silat, partai-partai persilatan di seluruh dunia. Aku hendak mengadakan pemilihan bengcu dan jago nomor satu di dunia. Setelah itu, aku menghimpun seluruh kekuatan kang-ouw dan kita mengadakan gerakan orang gagah sedunia menentang kelaliman kaisar. Nah, karena itulah maka aku menyuruh mengajak nona Bhe Bi Cu ke sini, Liong-te, dengan harapan engkau akan suka membantu pergerakan kami ini.”

Sin Liong merasa terheran-heran dan terkejut bukan main, akan tetapi dia belum sepenuhnya dapat percaya apa yang diucapkan oleh pangeran itu, yang terdengar terlalu aneh baginya.

“Aku tidak perduli tentang itu semua, Houw-ko. Aku hanya menghendaki Bi Cu selamat dan kami dibiarkan pergi tanpa gangguan. Aku akan berterima kasih kepadamu, Houw-ko, kalau engkau dan siapapun tidak mengganggu selembar rambut Bi Cu.”

Diam-diam Han Houw girang bahwa selama ini dia memperlakukan Bi Cu dengan baik. Memang telah diduganya hal ini. Orang seperti Sin Liong ini tidak boleh dihadapi dengan kekerasan, akan tetapi harus dengan kehalusan budi untuk menundukkannya.

“Liong-te, tentu engkau belum percaya kalau tidak melihatnya sendiri. Marilah, adikku, mari kita menemui piauw-cimu dan kekasihmu itu. Mereka sedang menanti kita di Istana Lembah Naga.”

Dengan jantung berdebar penuh ketegangan dan penuh harapan, Sin Liong lalu mengikuti Han Houw. Akan tetapi baru beberapa langkah, pangeran itu bertepuk tangan dan muncullah pasukan-pasukan terpendam dari semua penjuru!

Melihat ini, Sin Liong terkejut bukan main. Kiranya tempat itu telah dikurung oleh ratusan orang perajurit yang bersenjata lengkap. Dia bersikap tenang dan waspada, akan tetapi pangeran itu hanya minta disediakan dua ekor kuda. Dua ekor kuda terbaik dikeluarkan dan berangkatlah dua orang muda ini naik kuda ke Istana Lembah Naga.

“Lihat, adikku, bukankah kita sekarang kembali seperti dulu lagi, ketika mengadakan perjalanan bersama?”

Sin Liong tidak menjawab. Memang kenangan itu manis dan membayangkan kebaikan-kebaikan pangeran kepadanya, akan tetapi juga membuat dia merasa sebal mengingat
akan tingkah pangeran ini setiap kali bertemu wanita muda dan cantik, dan diam-diam dia mengkhawatirkan keadaan Lie Ciauw Si, cucu kongkongnya itu. Mengapa wanita cantik yang gagah perkasa itu mau menyerahkan diri kepada seorang pria macam pangeran ini, pikirnya heran.

Di sepanjang perjalanan menuju ke Lembah Naga yang amat dikenalnya itu, Sin Liong mendapat kenyataan betapa tempat itu terjaga dengan amat ketatnya, penuh dengan pasukan, baik yang nampak menjaga di kanan kiri jalan maupun yang menjaga sambil bersembunyi-sembunyi di balik pohon, di dalam semak-semak.

Diam-diam dia terkejut sekali, dan maklumlah dia bahwa kalau dia tidak bersama pangeran itu, agaknya tidak akan mudah baginya untuk dapat menyelundup ke dalam daerah itu. Dan kenyataan inipun agak melegakan hatinya, karena seandainya pangeran itu mempunyai niat buruk terhadap dirinya, perlu apa dia disambut dan diajak
masuk ke Istana Lembah Naga?

Akan tetapi ketika dia dan pangeran itu tiba di depan Istana Lembah Naga yang amat dikenalnya walaupun kini keadaan jauh berbeda dengan dahulu di waktu dia tinggal di situ, kini menjadi sebuah istana yang megah dan indah, dia melihat dua orang wanita berdiri di depan istana itu menyambut. Dan seorang di antara mereka adalah Bi Cu! Seketika lenyaplah semua kekhawatirannya. Dia meloncat turun dari atas kudanya dan di lain saat dia sudah berlari ke depan. Juga Bi Cu sudah berlari cepat ke depan menyambut.

“Sin Liong...!”

“Bi Cu...!” Di lain detik mereka berdua sudah saling berangkulan dan berpelukan dengan ketat.

“Sin Liong... ah, Sin Liong...!”

Bi Cu terisak di dada pemuda itu yang merangkul dan mendekapnya dengan hati penuh rasa girang dan bahagia. Kalau saja tidak ingat bahwa di situ berdiri Lie Ciauw Si yang memandang dengan terharu, dan berdiri pula Ceng Han Houw yang tersenyum lebar dan menghampiri isterinya, juga beberapa orang dayang, pengawal dan pelayan, tentu dia dan Bi Cu sudah berciuman.

Akan tetapi hanya pandang mata mereka saja yang saling berciuman dan menyatakan
kebahagiaan mereka dan kerinduan hati masing-masing. Sin Liong tidak perlu bertanya lagi akan keadaan Bi Cu. Dara itu nampak sehat, dan pakaiannya rapi, rambutnyapun rapi, sungguhpun wajahnya agak pucat dan sinar matanya menunjukkan bahwa dara itu banyak berduka. Hal itu lumrah, karena tentu Bi Cu selalu memikirkan dia, seperti juga dia tidak pernah dapat melupakan Bi Cu dan selalu mengkhawatirkan keselamatannya.

“Mari kita ke dalam dan bicara di dalam, Liong-te dan nona Che Bi Cu. Marilah, Si-moi.”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: