***

***

Ads

Jumat, 21 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 242

Darah berceceran dimana-mana dan senjata tajam berserakan. Sin Liong masih sempat melihat seorang pengawal yang luka terpincang-pincang lari ke belakang, ke sebuah gudang tua jauh di belakang istana itu. Maka diapun cepat berkelebat dan menuju ke tempat itu.

“Brakkkk!”

Sekali terjang daun pintu kayu yang tebal dari gudang itupun pecah berantakan dan Sin Liong meloncat masuk. Akan tetapi dia terbelalak berdiri di ambang pintu yang sudah jebol itu, memandang ke dalam.

Gudang itu besar, dan agaknya merupakan gudang yang sudah tidak terpakai lagi karena selain kosong juga tidak terawat, kotor dan jauh berbeda dengan keadaan di dalam istana yang serba mewah dan indah. Memang gudang ini telah lama dipergunakan hanya untuk menyiksa para tawanan ketika Hek-hiat Mo-li tinggal di situ dan karenanya, setelah Pangeran Ceng Han Houw mempergunakan istana itu, gudang ini tidak dipakai dan hanya ditutup.

Dan sekarang, tempat itu dipergunakan oleh Hek-hiat Mo-li dan Kim Hong Liu-nio untuk menahan Bi Cu! Agaknya pengawal yang terluka dan tadi lari masuk untuk melapor, mengalami nasib sial karena dia sudah meringkuk di sudut itu tak bergerak-gerak, entah pingsan entah mati. Dan memang ketika dia selesai melapor bahwa semua pengawal tidak mampu menahan pemuda itu, Hek-hiat Mo-li telah “menghadiahi” dengan sebuah tendangan yang membuat tulang iga orang itu remuk-remuk!

Dapat dibayangkan betapa marahnya hati Sin Liong ketika dia melihat Bi Cu terbelenggu pada sebatang tiang kayu di dalam gudang itu dan di sekeliling tiang itu terdapat tumpukan balok-balok kayu yang sudah disiram minyak dan kini Kim Hong Liu-nio sudah berdiri dekat sambil memegang sebatang obor yang bernyala, siap untuk membakar tumpukan kayu yang mengelilingi Bi Cu itu! Dara itu juga memandang kepadanya dengan muka pucat dan mata terbelalak, akan tetapi suaranya terdengar penuh kegembiraan ketika dia berseru,

“Sin Liong...!”

Agaknya baru sekarang dia dapat berseru memanggil nama kekasihnya itu karena sejak tadi mulutnya diikat dengan sapu-tangan yang kini bergantung di lehernya, tentu sudah dilepaskan oleh Kim Hong Liu-nio. Dan agaknya wanita ini sudah mempersiapkan diri baik-baik karena selain kedua tangannya sudah mengenakan sarung tangannya yang dapat menahan senjata tajam, di atas punggungnya yang menggendong kayu palang salib itu nampak mengepul hio-hio yang terbakar, dan kini selain tangan kirinya memegang obor, juga tangan kanannya memegang sebatang pedang yang berkilauan! Dan tidak jauh dari situ berdiri si nenek muka hitam yang menyeringai mengerikan, bersandar pada tongkat bututnya.

“Heh-heh-heh!” Hek-hiat Mo-li terkekeh dan nampak mulutnya yang tak bergigi lagi. “Kau bocah bandel, masih mau memamerkan sedikit kepandaian disini?”

“Hek-hiat Mo-li!” Sin Liong membentak. “Lepaskan Bi Cu!”

“Heh-heh, bocah lancang! Hanya ada dua pilihan untukmu. Engkau kembali ke depan dan membantu pangeran sampai dia berhasil dengan cita-citanya, atau engkau akan melihat pacarmu ini dimakan api sampai habis dan engkau sendiri mampus di bawah tongkatku!”

“Nenek iblis!”






Sin Liong membentak dan dia sudah meloncat ke depan dan menerjang nenek itu dengan dahsyatnya!

“Ihh...! Plakk!”

Nenek itu meloncat untuk menghindar sambil menyabetkan tongkatnya yang dapat ditangkis oleh Sin Liong.

“Bakar dia!” teriaknya sambil melawan pemuda yang sudah marah sekali itu.

Kim Hong Liu-nio cepat membakar tumpukan kayu di sekeliling Bi Cu dan apipun berkobarlah.

“Sin Liong...!”

Bi Cu menjerit ketika api berkobar mengelilinginya, mendatangkan hawa panas yang luar biasa. Pilar dimana dia terbelenggu tidak akan cepat terbakar, dan pembakaran itu memang diatur sedemikian rupa untuk menyiksanya sehingga sebelum api itu akhirnya menjalar ke pilar, terlebih dulu dia akan mengalami siksaan luar biasa dikurung api berkobar yang besar dan amat panas.

Sin Liong mengamuk, dan kini Kim Hong Liu-nio juga sudah maju dengan pedangnya, membantu gurunya mengeroyok Sin Liong. Pedangnya bergerak dengan amat cepatnya, lenyap bentuk pedang di tangan Kim Hong Liu-nio, berubah menjadi segulung sinar berkilauan yang menyambar-nyambar, mengeluarkan suara berdesing dan berciutan, juga tongkat di tangan nenek muka hitam itu berbahaya bukan main, karena gerakannya didorong oleh sin-kang yang amat hebat.

Sekali ini Sin Liong benar-henar diuji kepandaiannya. Dua orang lawannya terdiri dari orang-orang yang pandai, terutama sekali nenek hitam itu. Dan celakanya dia bertanding dengan hati gelisah bukan main melihat api berkobar mengurung Bi Cu. Sebagian besar perhatiannya tertarik ke arah Bi Cu, dan setiap ada kesempatan, dia meninggalkan dua orang lawannya untuk meloncat ke arah api dalam usahanya untuk menyelamatkan dara itu lebih dulu dari ancaman maut yang mengerikan.

Namun, dua orang lawannya maklum akan niatnya ini dan terus menghadang, bahkan kelengahan Sin Liong karena perhatiannya tertarik ke arah Bi Cu membuat dua kali punggung dan pundaknya kena dihantam tongkat Hek-hiat Mo-li! Kalau saja dia tidak memiliki kekebalan dan cepat menggunakan Thi-khi-i-beng, tentu dia sudah roboh oleh dua kali hantaman itu.

Dia hanya merasa pening sedikit, akan tetapi dengan mengeluarkan jurus Hok-mo Cap-sha-ciang, angin pukulan menyambar dahsyat dan dua orang lawannya itu terkejut dan cepat mengelak sambil meloncat mundur. Di lain saat, guru dan murid itu sudah menerjang lagi dan kembali Sin Liong terdesak hebat karena dia masih terus mencurahkan perhatiannya kepada Bi Cu yang terus-menerus memanggil namanya.

“Sin Liong... ah, Sin Liong, tolong...!”

Sin Liong tak dapat menahan kegelisahannya dan meloncat ke depan. Kelengahannya itu dipergunakan oleh Kim Hong Liu-nio untuk menusukkan pedangnya ke arah lambungnya dari kanan. Untung bagi pemuda ini bahwa dia masih mendengar desir sambaran pedang ini, maka dia mengelak, sungguhpun perhatiannya masih ke depan, ke arah api berkobar.

“Dess...!”

Pukulan tangan kiri dari Kim Hong Liu-nio dengan tepat mengenai punggungnya, sebuah pukulan yang amat kuatnya.

“Ihhh...!”

Kim Hong Liu-nio menjerit karena tangannya itu melekat pada punggung dan tersedotlah hawa murni dari tubuhnya. Gurunya yang maklum akan keadaan muridnya, cepat menerjang ke depan, ujung tongkatnya berkelebat depan mata Sin Liong. Pemuda ini menarik tubuh ke belakang dan kesempatan itu dipergunakan oleh Hek-hiat Mo-li untuk menepuk punggungnya dan membentot kembali tangan muridnya!

Setelah terlepas dari pengaruh Thi-khi-i-beng itu, Kim Hong Liu-nio mengamuk dan menujukan ujung pedangnya ke arah sasaran bagian tubuh yang berbahaya sehingga kembali Sin Liong terpaksa harus melayani dua orang lawan tangguh itu, sementara itu hatinya merasa semakin gelisah.

“Brakkk...!”

Tiba-tiba jendela di belakang gudang itu pecah berantakan dan sesosok bayangan yang amat gesit dan ringannya melayang masuk. Itu adalah bayangan seorang wanita cantik dan Sin Liong segera mengenal bayangan itu yang bukan lain adalah bayangan Yap In Hong, atau ibu tirinya!

Nyonya yang cantik jelita dan gagah perkasa itu muncul secara demikian tiba-tiba sehingga bukan hanya mengejutkan Sin Liong, akan tetapi juga membuat Kim Hong Liu-nio dan Hek-hiat Mo-li menjadi kaget sekali.

Bagaimanakah Yap In Hong dapat tiba-tiba muncul di tempat itu? Perlu diketahui bahwa rombongan keluarga Cin-ling-pai itu sesungguhnya berada di Lembah Naga, menghadiri pertemuan besar itu adalah dalam rangka bantuan mereka kepada pemerintah, yaitu kepada Pangeran Hung Chih yang sudah diberi tugas khusus oleh kaisar untuk menghadapi usaha pemberontakan Pangeran Ceng Han Houw dengan cara halus, kalau mungkin tanpa menimbulkan perpecahan atau perang saudara yang akan mendatangkan korban besar di antara rakyat.

Oleh karena terikat oleh tugas inilah maka betapapun marahnya hati Cia Giok Keng melihat puterinya membantu pangeran pemberontak yang menjadi suaminya itu, namun Yap Kun Liong dan Cia Bun Houw selalu menyabarkannya.

Ketika Cia Bun Houw sudah maju untuk menentang secara terang-terangan dan dikeroyok oleh kedua orang kakek Lam-hai Sam-lo dan terjadi pertandingan yang amat hebat dan seru, diam-diam Yap In Hong yang mengikuti gerakan mereka maklum bahwa suaminya tidak akan kalah. Oleh karena itu diapun merasa lega, lalu diam-diam dia berunding dengan kakak kandungnya, Yap Kun Liong, dan Cia Giok Keng yang menyetujui agar dia menyelidik dari bagian belakang istana, sementara Yap Kun Liong dan isterinya siap untuk membantu Cia Bun Houw apabila terjadi sesuatu dan siap pula untuk memberi tanda yang telah ditunggu-tunggu oleh pasukan besar yang menanti di luar lembah!

Demikianlah mengapa Yap In Hong tahu-tahu berada di gudang itu. Ketika dia menyelinap ke belakang gudang dan mendengar suara orang berkelahi, dia mengintai dan betapa kagetnya ketika dia mengenal Sin Liong dikeroyok oleh Hek-hiat Mo-li dan murid perempuannya, dan melihat pula Bi Cu terkurung api dan dara itu sudah mulai sesak napas dan tubuhnya basah semua oleh peluh. Dia sudah tidak mampu berteriak lagi, hanya mengeluh dan merintih!

Melihat keadaan dara ini, Yap In Hong lalu meloncat dengan kecepatan seekor burung terbang, kakinya menendangi balok-balok terbakar ke kanan kiri sehingga terbukalah jalan baginya untuk menerobos masuk. Cepat sekali dia sudah menggunakan jari-jari tangannya yang kecil mungil namun mengandung tenaga Thian-te Sin-ciang yang dahsyat itu untuk mematahkan semua belenggu kaki tangan Bi Cu yang sudah lemas dan pingsan itu, kemudian dia memondong tubuh dara itu dan sekali meloncat dia telah keluar dari lingkungan api yang berkobar dan membawa Bi Cu ke sebuah sudut gudang yang luas itu. Ketika melihat Bi Cu pingsan, dia lalu mendudukkan dara itu dan menyandarkannya pada dinding, kemudian dia bangkit berdiri dan memandang ke arah pertempuran.

Sinar matanya berubah ketika dia melihat Sin Liong dikeroyok. Tadinya, seperti juga suaminya, dia merasa benci kepada anak ini yang dianggapnya seorang anak yang tidak mengenal budi. Akan tetapi kini melihat anak itu dikeroyok dua secara mati-matian, pandangannya menjadi berubah.

“Hek-hiat Mo-li, sebelum engkau mampus tentu engkau akan menyebar kejahatan saja di dunia ini! Akulah lawanmu, nenek iblis!”

Dia hendak meloncat memasuki gelanggang pertempuran, akan tetapi Sin Liong cepat berkata,

“Yap-lihiap... aku berterima kasih sekali kepadamu, akan tetapi... harap lihiap jangan mencampuri, biarkan aku menghadapi mereka ini! Aku ingin membalaskan kematian kong-kong Cia Keng Hong!”

Suaranya mengandung isak karena saking terharunya melihat Bi Cu diselamatkan oleh ibu tirinya! Dan juga saking marahnya terhadap dua orang lawannya ini.

Yap In Hong tercengang, karena dia terkejut mendengar ucapan itu dan melihat jalannya pertempuran. Bocah itu menyebut “kong-kong” kepada ayah mertuanya, dan selain menyatakan ingin membalas kematian ketua Cin-ling-pai, juga kini gerakan bocah itu sungguh jauh berbeda! Kini, pemuda itu mengeluarkan jurus-jurus yang amat luar biasa, dan setiap kali dia menerjang, ada hawa pukulan yang luar biasa dahsyatnya menyambar darinya, membuat dua orang lawannya menjadi terhuyung-huyung!

Yap In Hong adalah seorang wanita sakti yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali, akan tetapi belum pernah dia menyaksikan gerakan seperti yang dilakukan Sin Liong pada saat itu, dan dia dapat melihat dan merasakan kehebatan hawa pukulan yang luar biasa itu. Maka diapun lalu berdiri saja dan menonton, mendekati Bi Cu dan menjaga dara yang masih pingsan itu. Sementara itu, tumpukan kayu yang terbakar itu karena tadi ditendangi dan terlempar ke sana-sini, mulai membakar dinding rumah dan pilar!

Tidak mengherankan apabila Yap In Hong pendekar wanita sakti itu tertegun menyaksikan kehebatan gerakan Sin Liong. Kini, setelah melihat Bi Cu selamat, Sin Liong menjadi demikian lega dan gembira sehingga dia mampu mencurahkan seluruh perhatiannya kepada perkelahian itu dan kini diapun tidak mau memberi hati kepada dua orang lawannya.

Dia mempergunakan langkah-langkah Thai-kek Sin-kun dan dengan gerakan tiba-tiba sekali, dia sudah menerjang dengan jurus dari ilmu silat mujijat Hok-mo Cap-sha-ciang. Terjangan pertama membuat dua orang wanita itu terhuyung dan terdengar Kim Hong Liu-nio menjerit kecil karena pedangnya membalik dan melukai pundaknya sendiri! Mereka berdua maklum kini bahwa Sin Liong benar-benar tangguh, dan munculnya Yap In Hong yang berhasil menyelamatkan Bi Cu benar-benar membuat kedua orang itu agak bingung dan gentar. Maka kini mereka hendak memusatkan tenaga untuk bertahan, maka mereka tidak berpencar, melainkan berdiri berdampingan menghadapi Sin Liong.

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: